SOLOPOS.COM - Wakil Bupati, Edi Santosa (tiga dari kanan), memanen padi di demplot PT Petrokimia Gresik di Gemantar, Selogiri, Wonogiri, Selasa (27/3/2018). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Tanam Jarwa untuk dongkrak hasil panen.

Solopos.com, WONOGIRI—Petani yang hanya mengandalkan hasil padi sulit beranjak dari keterpurukan karena masih berpedoman pada pertanian konsep lama.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu menyebabkan produksi stagnan tiap panen. Padahal, ada cara tanam yang sudah terbukti dapat meningkatkan produksi padi hingga dua kali lipat, seperti jajar legawa atau jarwa. Sayangnya, petani masih enggan mengaplikasikan pola tanam yang mengatur jarak antarbenih saat penanaman itu.

Pemkab Wonogiri bersama PT Petrokimia Gresik mendorong petani menerapkan cara tanam jarwa untuk meningkatkan produksi padi. Langkahnya dengan membuat demplot seluas 5 hektare (ha) di Desa Gemantar, Selogiri. (baca juga: PERTANIAN WONOGIRI : 6.000 Petani Terancam Tak Dapat Pupuk Bersubsidi, Kok Bisa?)

Ekspedisi Mudik 2024

Wakil Bupati Edy Santosa bersama pihak perusahaan pupuk itu secara simbolis memanen padi di demplot, Selasa (27/3/2018).

Kepala Seksi (Kasi) Tanaman Pangan Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Wonogiri, Sidiq Purwanto, mengatakan petani masih menerapkan cara tanam konvensional, yakni rumpun tanaman padi ditanam dengan jarak lebih kurang 20 cm.

Jarak yang berhimpitan membuat tanaman tak bisa terpapar sinar matahari secara optimal. Dalam kondisi itu tanaman yang paling bagus pasti tanaman di bagian tepi.

Sebagai gambaran, berdasar ubinan tanaman padi yang ditanam dengan cara konvensional di lahan 1 ha menghasilkan produksi rata-rata 5,8 ton-5,9 ton gabah kering panen (GKP). Luasan tersebut menghasilkan pendapatan kotor senilai Rp26,68 juta dengan berpatokan pada harga gabah sekarang Rp4.600/kg.

Pendapatan itu dikurangi biaya produksi yang rata-rata mencapai Rp15 juta, sehingga diperoleh pendapatan bersih Rp11,68 juta. Pendapatan itu didapat dalam waktu tiap panen atau empat bulan sekali. Dengan perhitungan itu pendapatan petani tiap bulan berarti Rp2,92 juta.

“Padahal, mayoritas petani di Wonogiri hanya memiliki lahan seluas 2.000 m2, 3.000 m2, atau bahkan lebih sempit lagi. Kalau punya lahan 2.000 m2, pendapatan tiap bulan hanya Rp600.000-an,” kata Sidiq mewakili kepala dinasnya, Safuan.

Berbeda halnya jika petani menerapkan cara tanam jarwa dengan komposisi pupuk tertentu, seperti demplot di Gemantar. Cara tanam jarwa tipe 2-1 atau 4-1 lebih baik dari pada cara konvensional karena seluruh tanaman berada di pinggir. Alhasil, tanaman bisa mendapat sinar matahari secara optimal. Populasi tanaman pun lebih tinggi hingga 30%.

Berdasar ubinan, dengan biaya produksi Rp20,1 juta bisa menghasilkan provitas atau produksi tiap ha mencapai 10,2 ton GKP. Apabila dikalkulasi pendapatan bersih yang bisa didapat mencapai Rp26,82 juta. Petani yang hanya memiliki lahan 2.000 m2 pun bisa mendapatkan penghasilan lebih tinggi daripada menanam dengan cara konvensional.

Kepala DPP, Safuan, mengatakan demplot di Gemantar bisa menjadi sarana belajar sekaligus bukti bahwa cara tanam jarwa bisa meningkatkan produksi secara signifikan. Wakil Bupati Edy Sutopo berharap demplot di Gemantar bisa terus dilanjutkan agar petani teredukasi sehingga mau menerapkan cara tanam jarwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya