SOLOPOS.COM - Ilustrasi menjemur cengkih (Rachman/JIBI/Bisnis)

Pertanian Wonogiri, produksi cengkih terus mengalami penurunan seiring perubahan cuaca.

Solopos.com, WONOGIRI–Produksi cengkih di Wonogiri tahun ini mengalami penurunan sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya. Faktor cuaca menjadi salah satu penyebab turunnya hasil panen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wonogiri, Sriyanto, produksi cengkih pada 2015 mencapai 964 ton dari luas area 4.650 hektare. Sedangkan tahun ini jumlah produksi cengkih hanya 625 ton dari luas area yang sama. Jumlah tersebut menurun sebanyak 339 ton atau lebih dari 30 persen dari tahun lalu. Dia mengatakan salah satu faktor penurunan jumlah produksi adalah masalah iklim.

Ekspedisi Mudik 2024

“Hujan yang terus menerus dapat mempengaruhi produksi cengkih,” kata dia, Senin (15/8/2016). Seperti diketahui intensitas hujan tahun ini cukup tinggi. Bahkan hingga saat ini hujan masih sering turun di sejumlah wilayah di Wonogiri.

Selain masalah iklim, banyak tanaman cengkih di Wonogiri yang terserang bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC). Lahan cengkih yang banyak terserang BPKC salah satunya di wilayah Girimarto. Sebelumnya salah satu warga Petung, Bubakan, Suparto, BPKC menyerang cengkih di wilayahnya sejak tiga tahun terakhir. Tanaman yang terserang bakteri tersebut akan mengering dan tidak bisa panen.

“Bahkan pada tahun lalu, warga Bubakan sudah tidak bisa merasakan hasil panen cengkih. Kerugian luar biasa, bisa mencapai ratusan juta rupiah setiap kali panen,” ujar dia saat ditemui Solopos.com belum lama ini. Menurut dia, pada tahun-tahun sebelumnya, setiap petani dapat meraup lebih dari Rp100 juta dalam sekali panen.

Dampak merebaknya BPKC pada 2015 menimbulkan penurunan hasil produksi cengkih di Girimarto hingga 15 persen dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan di Wonogiri terdapat 4.650 hektare lahan cengkih. Lahan cengkih tersebut tersebar di Girimarto, Karangtengah, Tirtomoyo, Jatipurno, Kismantoro, Bulukerto dan Slogohimo. Untuk mengatasi serangan BPKC, pohon yang telah diserang bakteri harus ditebang. Petani dapat menanamnya kembali setidaknya lima tahun kemudian. Sebagai alternatif selama masa tunggu tersebut, para petani diarahkan untuk menanam tanaman lain yang cocok di lokasi tersebut. Misalnya kopi dan kakao.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI) Wonogiri, Kiyato, mengatakan untuk harga cengkih saat ini cukup fluktuatif. Rata-rata harga per kilogram cengkih adalah Rp30.000. Dia mengatakan cuaca yang tidak menentu cukup mempengaruhi produksi dan harga cengkih meskipun tidak terlalu mencolok. “Saat ini harga fluktuatif antara Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram. Harga tersebut masih standar. Petani tidak terlalu rugi,” kata dia, Senin.

Sedangkan untuk produksi, tidak begitu terpengaruh. Hanya tidak maksimal karena curah hujan yang cukup tinggi. “Jadi lebih banyak untuk pertumbuhan dari pada pembuahannya,” kata dia. Namun Kiyato mengatakan, tingginya intensitas hujan tahun ini cuga membawa dampak baik. Sebab tanaman cengkih yang sudah mengering, beberapa mulai tumbuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya