SOLOPOS.COM - Babinsa Koramil Kecamatan Sukoharjo, Serma Arief (kanan), menunjukkan seekor burung hantu yang dimanfaatkan petani untuk mengendalikan hama tikus di Dukuh Klurahan, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Selasa (2/12/2014). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kelompok petani di Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, memanfaatkan burung hantu untuk mengendalikan hama tikus di persawahan setempat seluas 296 hektare.

Program berpusat di Dukuh Klurahan, Kelurahan Sukoharjo. Pantauan di persawahan setempat, Selasa (2/12/2014), belasan petani bersama petugas penyuluh pertanian dan anggota Koramil Kecamatan Sukoharjo bergotong royong membangun rumah burung hantu (rubuha) di beberapa titik.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Rubuha dibuat karena hewan nokturnal itu tidak dapat membuat rumah sendiri. Rumah dibikin di tengah persawahan agar burung hantu yang mendiami rumah dapat berburu pada malam hari lebih efektif.

Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian Kelurahan Sukoharjo, Sri Wiji Astuti, saat ditemui wartawan menyampaikan program pengendalian hama tersebut dijalankan secara swadaya sejak awal 2014.

Dia menerangkan, pemanfaatan burung hantu bermula dari kondisi banyaknya burung hantu di areal persawahan di Klurahan.

Dia memperkirakan jumlah burung hantu di kawasan itu lebih dari 40 ekor. Jumlah tersebut sangat dimungkinkan bertambah karena terus berkembang biak.

Atas dasar itu petani berinisiatif memanfaatkan burung hantu untuk mengendalikan populasi tikus.

“Kebetulan saya dan beberapa petani di [kelompok tani] Mulyo Martani ada yang sudah pernah mendapat pelatihan tentang pemanfaatan burung hantu. Rencanya tiga rubuha lagi kami bangun secara permanen,” terang Tuti.

Dia menilai pengendalian hama tikus menggunakan burung yang hanya aktif pada malam hari itu sangat efektif. Sejak dimulainya program awal tahun ini populasi tikus terus turun. Indikatornya petani saat ini sudah jarang menggelar gropyokan tikus.

Salah satu petani, Sutardi, 60, mengatakan pengembangan program tersebut masih terkendala dana. Petani masih harus membangun rubuha lebih banyak lagi. Sedangkan, dana hasil swadaya petani saat ini sangat minim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya