SOLOPOS.COM - Sejumlah petani memanen padi saat masa tanam (MT) I di Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo, Jumat (12/1/2018). (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Harga gabah kering panen (GKP) di Sukoharjo pada MT I jauh lebih tinggi dibanding HPP.

Solopos.com, SUKOHARJO — Para tengkulak merajai hasil panen padi menyusul melonjaknya harga gabah kering panen (GKP) hingga Rp5.500 per kilogram-Rp6.000 per kilogram saat masa tanam (MT) I.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Harga GKP di tingkat petani jauh lebih tinggi dibanding harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah senilai Rp3.700 per kilogram. Informasi yang dihimpun Solopos.com, Jumat (12/1/2018), tengkulak berkeliling ke sawah-sawah petani saat masa panen raya padi.

Mereka langsung membeli hasil panen dan petani pun tanpa ragu menjual hasil panen mereka yang dibeli tengkulak dengan harga tinggi.

“Saya menjual hasil panen padi langsung ke tengkulak lantaran harganya lebih tinggi. Jika hasil panen padi dijual ke Bulog jauh lebih kecil dibanding tengkulak,” kata seorang petani asal Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Sutarno, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat.

Mayoritas petani jarang membawa pulang gabah hasil panen ke rumah atau gudang untuk dikeringkan. Para petani memilih langsung menjual hasil panen padi kepada tengkulak lantaran membutuhkan uang untuk membiayai kebutuhan operasional.

Mereka harus membeli bahan bakar untuk mengoperasionalkan mesin pompa air. “Kami menerima uang panjar dari tengkulak dan tanpa proses tawar menawar. Setelah seluruh hasil panen padi diangkut truk, tengkulak membayar sisa uang panjar pembelian hasil panen padi,” ujar Sutarno.

Kendati melonjak, harga gabah kering dihargai berdasarkan kualitas. Misalnya, harga gabah kualitas A memiliki kadar serapan air lebih sedikit dibanding gabah kualitas B dan C. Biasanya, gabah kualitas A dijual kembali oleh tengkulak ke pengusaha-pengusaha beras di Jakarta.

Hal senada diungkapkan petani lainnya asal Desa Cangkol, Kecamatan Mojolaban, Waskito. Selain HPP yang murah, para petani harus menanggung biaya ongkos angkut gabah dari sawah menuju Gudang Bulog. Padahal, jarak antara sawah dengan Gudang Bulog lebih dari 10 kilometer.

Waskito harus merogoh kocek pribadi untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) dan membayar upah sopir truk pengangkut gabah ke Gudang Bulog. “Selisih harga gabah hasil panen padi yang dibeli tengkulak jauh lebih tinggi dibanding HPP. Saya juga butuh uang untuk membayar utang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya