SOLOPOS.COM - Ilustrasi elpiji 3 kg alias gas melon. (JIBI/Bisnis/Dok.)

Pertanian Sragen, para petani di sejumlah wilayah menggunakan elpiji 3 kg untuk hemat biaya produksi.

Solopos.com, SRAGEN — Para petani di 12 kecamatan yang menjadi prioritas tambahan pasokan elpiji 3 kg nekat menggunakan elpiji melon untuk bahan bakar pompa air karena untuk menghemat biaya produksi dan memperkecil potensi kerugian.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Langkah penghematan petani itu menjadi dampak atas musim kemarau panjang pada tahun ini. Seorang petani asal Dukuh/Desa Tenggak, RT 012, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Mulato, 46, mengaku memiliki sawah empat patok atau setara 1 hektare. (Baca: 12 Kecamatan Sentra Pertanian Sragen Digelontor Elpiji 3 Kg)

Mulato yang juga Jagabaya Desa Tenggak itu menggunakan satu unit pompa air dan pompa listrik untuk menyedot air dari sumur pantek guna mengairi sawahnya. Mulato membutuhkan dua tabung elpiji 3 kg untuk menyedot air dari sumur pantek setiap harinya.

“Dengan menggunakan dua tabung elpiji [3 kg], saya bisa menyedot air selama 14 jam. Harga elpiji itu sekarang mahal sampai tembus Rp25.000/tabung. Itu pun kalau ada barang harus berebut di warung atau kadang juga mencegat pengecer keliling di jalan,” ujar Mulato saat dihubungi Solopos.com, Selasa siang.

Kesulitan elpiji melon itu terjadi sejak tiga pekan terakhir. Awalnya harganya hanya Rp23.000/tabung, namun sekarang menjadi Rp25.000/tabung.

Mulato menjelaskan elpiji senilai Rp25.000/tabung itu setara 3-4 liter bensin. Jika menggunakan bahan bakar bensin 4 liter, kata dia, mesin hanya bisa digunakan selama 4-5 jam. Sedangkan kalau menggunakan elpiji 2 tabung bisa lebih dari 7 jam.

Dia menyampaikan penggunaan elpiji untuk pompa air itu bisa irit biaya hampir 100%. “Sekarang kalau tidak dapat elpiji ya tidak nyedot. Kalau menggunakan bensin semua ya biayanya menjadi tinggi,” ujarnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, menyampaikan kesulitan elpiji juga dirasakan warga di wilayah sekitar tempat tinggalnya, yakni Kecamatan Gondang. Dia menyampaikan harga elpiji di Gondang selama tiga hari terakhir hampir menyentuh Rp25.000/tabung.

“Kalau para petani di Gondang mayoritas masih mengandalkan aliran dari sumber di Winong, Karanganyar. Tetapi di wilayah sentra pertanian lainnya ya terpaksa menggunakan elpiji untuk bahan bakar pompa air karena alasan penghematan biaya produksi. Dari kalkulasi KTNA, beban biaya pengairan pada musim kemarau itu meningkat berlipat-lipat,” tuturnya.

Sesuai analisis usaha tani yang pernah disajikan Suratno, biaya produksi padi pada musim tanam I dan II dengan intensitas hujan yang baik mencapai Rp7 jutaan. Sekarang dengan tidak adanya hujan, petani harus menambah unsur N yang biasanya diperoleh dari air hujan.

Selain itu, biaya irigasi juga terus meningkat seiring kebutuhan tanaman padi. “Perhitungan saya biaya untuk irigasi saja mencapai Rp1 jutaan. Atas dasar itulah, pemerintah kalau ingin membela petani ya harus ada kebijakan harga pembelian pemerintah [HPP] setiap musim,” harapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya