SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan tanam padi (JIBI/Harian Jogja/Bisnis Indonesia)

Pertanian Sragen mengalami penurunan jumlah petani. Hal ini membuat pemilik lahan harus mempekerjakan pekerja dati luar daerah.

Solopos.com, SRAGEN — Penyusutan secara signifikan jumlah petani di Kabupaten Sragen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mulai dirasakan masyarakat Bumi Sukowati, termasuk petani kategori pemilik lahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada masa menggarap lahan dan masa tanam, petani pemilik lahan kesulitan mendapatkan tenaga atau buruh tani. Hal itu diakui Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari saat dihubungi Solopos.com melalui ponsel, Senin (25/5/2015).

Situasi tersebut menurut dia membuat petani Sragen mempekerjakan buruh tani dari luar Bumi Sukowati. Buruh tani yang disewa berasal dari kabupaten sekitar, seperti Purwodadi, Karanganyar, dan Boyolali. “Paling banyak dari Kabupaten Purwodadi,” ujar Eka Rini.

Dia menilai pendekatan mengambil buruh tani dari luar Sragen tidak cukup untuk mengatasi kekurangan tenaga saat menggarap lahan, masa tanam, dan panen. Pemkab perlu mendorong mekanisasi pertanian dengan penyediaan sarana dan prasarana.

Eka Rini mengklaim mekanisasi pertanian sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Kendati diakui dia sarana dan prasarana pertanian belum mampu mengaver lahan yang membutuhkan. “Makanya mekanisasi pertanian perlu terus didorong,” imbuh dia.

Pendapat senada disampaikan Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno. Menurutnya, penggunaan mesin pertanian dapat meminimalisasi dampak negatif dari fenomena berkurangnya jumlah petani di Sragen.

Dia mencontohkan mesin panen modern dapat meminimalisasi hilangnya gabah saat di panen. Sebab persentase gabah yang jatuh di lahan pertanian saat panen bisa diminimalisasi. “Mau tidak mau pendekatan mekanisasi ini diperlukan,” kata dia.

Terpisah, Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman menilai penyusutan jumlah petani dipengaruhi banyak faktor. Beberapa dia antaranya, dia menjelaskan, rendahnya upah buruh tani, pendapatan tidak menentu, dan anggapan miring profesi petani.

Faktor lain yang menyebabkan generasi muda enggan turun ke sawah yaitu semakin tingginya jenjang pendidikan mereka. Untuk mengatasi keterbatasan tenaga tani, Bupati mengakui solusi yang paling efektif yaitu penggunaan mesin-mesin pertanian.

Dia menyatakan pembangunan sektor industri dan perdagangan harus sejalan dengan sektor pertanian. “Pembangunan kami lakukan di semua sektor, baik pertanian, industri, dan perdagangan. Semua sektor harus tumbuh seimbang,” terang dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya