SOLOPOS.COM - Seorang petani bernama Samidi menunjukkan batang tanaman padi yang rusak akibat penyakit patah leher di lahan pertanian padi di wilayah Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo, Kulonprogo, Kamis (21/7/2016). (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Pertanian Kulonprogo menghadapi masalah, tanaman padi menghasapi penyakit patah leher

Harianjogja.com, KULONPROGO-Sejumlah petani di Desa Demangrejo, Kecamatan Sentolo, Kulonprogo mengeluhkan penyakit patah leher yang membuat hasil panen menjadi tidak optimal. Cuaca yang tidak menentu dan tingkat kelembaban yang cenderung tinggi dinilai menjadi penyebab utama.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kondisi tersebut salah satunya terjadi lahan pertanian padi milik seorang petani bernama Samidi. Penyakit patah leher menghambat distribusi nutrisi makanan ke malai padi sehingga bulir tidak terisi secara maksimal atau bahkan kosong.

“Banyak yang gabuk. Ini bulirnya mungkin kelihatan penuh tapi nanti setelah digiling jadi beras yang kecil dan patah-patah,” kata Samidi, Kamis (21/7/2016).

Samidi memaparkan, patah leher timbul akibat adanya jamur yang mudah berkembang pada kondisi lembab. Hujan berintensitas tinggi yang sempat membuat hampir semua kecamatan di Kulonprogo terkena banjir diduga menjadi salah satu faktor pemicunya. Tanaman padi terendam air terlalu lama sehingga menjadi lembab dan terserang jamur.

Samidi menambahkan, penyakit patah leher sebenarnya juga terjadi masa tanam (MT) I. Kerusakan yang ditimbulkan bahkan disebut lebih parah dibanding MT II saat ini. Samidi pun selalu melaporkan permasalah tersebut kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kabupaten Kulonprogo bersama kelompoknya. Namun, dia mendapatkan informasi jika pemerintah tidak memiliki obat pembasmi jamur atau semacamnya. “Kemarin [MT I] itu panennya cuma sekitar 40 persen. Ini mungkin kira-kira 85 persen,” ujar warga Dusun Belik, Demangrejo tersebut.

Petani lainnya, Suparno juga mengeluhkan hal serupa. Menurut dia, masalah patah leher juga meresahkan banyak petani di wilayah Desa Sri Kayangan. “Tanaman yang kena sedikit tapi merata. Cuma sekarang sudah tidak separah MT I,” ucap Suparno.

Sebelumnya, Kepala Dispertahut Kulonprogo, Bambang Tri Budi Harsono mengatakan, banjir yang turut merendam ribuan hektare lahan pertanian diperkirakan tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan tanaman padi yang usianya masih muda dan belum memasuki masa penyerbukan. Hal sebaliknya terjadi pada padi yang berusia sekitar 50-60 hari. Tanaman menjadi rentan penyakit, seperti menjadi terkena jamur penyebab patah leher.

“Jika genangannya lama, penyerbukan akan menjadi tidak sempurna sehingga mempengaruhi produktivitas,” ungkap Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya