SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Harianjogja.com, KULONPROGO—Kondisi lahan di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan memburuk sehingga tanaman rentan diserang hama. Kondisi ini disinyalir karena maraknya penggunaan bahan kimia dalam aktivitas pertanian, seperti pestisida dan pupuk nonorganik.

Sudiyono, salah satu pemandu Pengendali Hama Terpadu (PHT) Tanjungharjo, menuturkan, kondisi tanah yang buruk terlihat dari tanah yang kurang subur serta mudah terserang hama.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

“Yang tumbuh pertama bukan tanamannya melainkan penyakit terlebih dulu,” ujarnya dalam wiwitan dan temu lapang kelompok tani di Dusun Klajuran, Tanjungharjo, Selasa (7/1/2014).

Dalam musim tanam pertama (MT I) kali ini, kata dia, serangan wereng putih dan tikus menurunkan produksi padi hingga 10%. Pada tahun lalu, produksi padi mencapai delapan kilogram per ubin, sementara panen kali ini hanya tujuh kilogram per ubin. Ubin merupakan ukuran luas setara dengan 2,5 x2,5 meter persegi.

Untuk menanggulangi masalah ini, kelompok tani di Tanjungharjo menerapkan pengendalian hama terpadu dengan agen hayati sehingga seluruh proses produksi secara alami.

Dicontohkannya, untuk menghasilkan benih yang baik dilakukan perendaman dengan memakai Plant Growth Promoting Rekso bacteria (PGPR) selama 10 jam untuk tanaman padi. Setelah itu disebar dan untuk penyemprotan menggunakan beauveria bassiana atau jamur saprofit.

Suparno, 45, anggota kelompok tani Sumber Mulyo Tanjungharjo, mengungkapkan, kendala terbesar yang dihadapi pertanian di wilayahnya adalah kesadaran para petani untuk mengendalikan hama dengan agen hayati masih kurang. “Mungkin karena selama ini terbiasa dengan semua bahan kimia yang instan,” tukasnya.

Ia menyadari kondisi tanah yang buruk harus meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam pengolahan lahan. Jika hal ini dibiarkan tidak menutup kemungkinan nilai padi di daerahnya dapat menurun. Saat ini harga jual padi hanya Rp2.300 per meter persegi, sementara tahun lalu mencapai Rp3.500 per meter persegi.

Penyuluh Organisme Pengganggu Tanaman Kecamatan Nanggulan, Ngadiran, menambahkan, Tanjungharjo terpilih sebagai desa yang menyelenggarakan sekolah lapang berkelanjutan. Sebab wilayah ini memiliki potensi sawah seluas 200-an hektare dan sering diserang organisme pengganggu tanaman, seperti, tikus, wereng, dan penggerek batang.

“Dengan penyelenggaraan sekolah lapang berkelanjutan diharapkan para petani memiliki kesadaran tinggi untuk menerapkan cara-cara alami dalam pengelolaan saawah, seperti memanfaatkan agen hayati,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya