SOLOPOS.COM - kakao (JIBI/Harian Jogja/Bisnis Indonesia)

Permintaan ekspor ke Prancis itu terjalin berkat kerja sama dengan salah satu pengusaha asal Temangung, Jawa Tengah.
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Komoditas kakao Gunungkidul telah menembus pasar ekspor. Negara-negara Eropa seperti Belgia dan Prancis berminat terhadap bahan pembuat coklat tersebut. Hanya saja, pasar yang potensial ini belum bisa dipenuhi oleh petani karena minimnya produksi.

Petani Kakao asal Dusun Bunder, Desa Putat, Kecamatan Patuk Paryanto mengakui bahwa kakao asal Gunungkidul sudah diminati oleh orang luar negeri. namun permintaan tersebut urung bisa dipenuhi semua karena keterbatasan hasil, karena diminta mengirimkan sedikitnya lima ton per bulan. “Barang ini akan dikirim ke Prancis. Tapi masalahnya, kami belum bisa memenuhi karena kakao yang dihasilkan masih terbatas,” kata Paryanto kepada awak media, di akhir pekan lalu.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Menurut dia, permintaan ekspor ke Prancis itu terjalin berkat kerja sama dengan salah satu pengusaha asal Temangung, Jawa Tengah. Awalnya kerja sama ini terjalin hanya iseng karena produk kakao yang dibawa hanya coba-coba. Namun ternyata, komoditas itu disukai oleh orang Prancis. “Dari iseng-iseng ini diminta mengirimkan lima ton kakao setiap bulannya,” ungkappnya.

Ditambahkan, selain Prancis, kakao Gunungkidul juga diminati oleh orang Belgia. Bahkan pada Februari tahun depan, Duta Besar Belgia untuk Indonesia merencanakan kunjungan ke pengolahan di Dusun Bunder, Patuk. “Produk kakao kami bisa masuk ke Belgia karena dibawa oleh salah satu Dosen universitas di Kota Gent [Belgia] dan ternyata bisa diterima dengan baik oleh masyarakat di sana,” ujar Paryanto.

Dia menjelaskan, permintaan kakao ke Prancis dan Belgia ini bukan tanpa alasan. Ini lantaran, produk yang dihasilkan di Gunungkidul memiliki cita rasa yang lebih dibandingkan dengan kakao-kakao dari daerah lain. “Rasanya lebih komplit dan enak,” katanya. Namun demikian, Paryanto mengakui, sektor pasar yang terbuka ini belum sepenuhinya bisa dimanfaatkan. Penyebabnya, kapasitas produksi yang dihasilkan belum banyak sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut belum bisa dilakukan. “Harapannya pemerintah bisa ikut membantu dalam upaya peningkatan produksi. Apalai komoditas kakao memiliki nilai eknomis yang tinggi sehingga bisa mendongkrak pendapatan petani,” imbuh dia.

Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul Bambang Wisnu Broto tidak menampik bahwa potensi kakao belum maksimal. Hal itu dapat terlihat dari produksi yang dihasilkan, seberat 0,7 ton biji kakao per hektarenya.

Oleh karenanya, kata Bambang, untuk meningkatkan produktivitas, dinas kehutanan dan perkebunan pun berinisiatif mendirikan kebun benih kakau. Di dalam kebun ini terdapat dua jenis yang dikembangkan, yakni untuk varietas Sulawesi 1 dan TSH 5858. “Jenis ini merupakan bibit unggul karena produksinya bisa tembus 1,6-2,5 ton per hektare. Mudah-mudahan dengan pengembangan benih ini maka bisa meningkatkan produktivitas yang ada,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya