SOLOPOS.COM - Pedagang menurunkan ketela di Pasar Telo Jogja (Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia)

Pertanian Gunungkidul ditopang dengan ketersediaan ubi kayu melimpah.

Harianjogja.com, BANTUL—Ubi kayu sebagai potensi pangan lokal di DIY dinilai memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kemakmuran masyarakat.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi menyampaikan wilayah Gunungkidul memiliki potensi pangan lokal berupa ubi kayu, ubi ganyong, ubi uwi, ubi gembili, ubi suweg, iles-iles, compleng dan porang. Semuanya merupakan tanaman asli hutan dan cocok dikembangkan di bawah pohon jati.

“Ketersediaannya melimpah. Produksinya 750.000 ton per tahun,” ujarnya dalam seminar nasional kedaulatan pangan di Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan, Bantul, Rabu (10/6/2015).

Nilai produksi yang bisa dihasilkan setiap kilogram ubi kayu sebesar Rp1.000. Jika dikalikan potensi produksinya, maka nilai produksi sebesar Rp750 miliar.

Namun, Immawan mengakui produktivitas baru bisa 15-16 ton per hektare dari potensi 25-30 ton per hektare.

“Produksi masih bisa ditingkatkan dan dapat diolah menjadi berbagai jenis pangan,” ungkapnya.

Upaya-upaya sudah dilakukan untuk menampung produksi ubi kayu tersebut. Salah satunya dengan membuat pabrik modified cassava flour (mocaf) di tiga lokasi, yakni Kecamatan Tepus, Paliyan dan Panggang.

Mocaf merupakan tepung dari ubi kayu yang pembuatannya melalui proses fermentasi. Namun, ada kelemahan yang dihadapi yakni produksi dalam setahun hanya bisa dilakukan pada Agustus, September dan Oktober. Mengingat masa panen ubi kayu hanya satu tahun sekali, tidak ada kontinuitas ketersediaan ubi kayu untuk produksi mocaf.

Dari tiga pabrik yang sudah ada, potensinya sebanyak 300 ton mocaf per tahun. Immawan meganggap jumlah tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan tepung warga Gunungkidul sendiri. Konsumsi tepung terigu penduduk Gunungkidul, dengan asumsi 200.000 kepala keluarga, masing-masing KK mesti satu kilogram per bulan, maka konsumsi terigu adalah 2.400 ton per tahun.

Salah satu petani ubi, Wasikem, mengakui dengan mengolah ubi kayu menjadi mocaf, pendapatannya bertambah. Satu kilogram mocaf bisa menembus harga Rp8.000. Namun, karena masa panen ubi kayu hanya satu kali dalam setahun, ia tidak bisa membuat mocaf dalam jumlah banyak.

“Mocaf enak kalau dibuat stik, brownies dan keripik,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya