SOLOPOS.COM - Bawang merah Bantul. (Harian Jogja/Arief Junianto)

Pertanian Gunungkidul untuk komoditas bawang merah telah dibudidayakan secara organik, namun harganya tetap murah

Harianjogja.com, BANTUL-Hasil panen bawang merah organik yang melimpah ternyata masih tidak menguntungkan petaninya. Buktinya, harga jual bawang merah organik dari petani ke pengepul pun mengalami penurunan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Diakui salah satu petani bawang merah organik asal Dusun Nawungan I, Desa Selopamioro, Juwari, saat ini harga jual bawang merah organik dari petani kepada pedagang pengepul mengalami penurunan sebesar Rp5.000. “Dari sebelumnya Rp20.000 sekarang menjadi Rp15.000,” ucapnya saat dihubungi Harian Jogja, Minggu (4/9/2015).

Ia berharap, pemerintah bisa melakukan proteksi harga jual terhadap komoditas bawang merah organik. Pasalnya, komoditas pertanian organik selama ini memang didengung-dengungkan oleh pemerintah sebagai target pertanian Indonesia di tahun mendatang.

Itulah sebabnya, Juwari menuntut kepada pemerintah untuk bisa konsisten terhadap target dan arahannya tersebut.

Ia mengaku, lahan seluas lebih dari 70 hektare yang ada di kawasan Dusun Nawungan I dan II memang dijadikannya lahan percontohan pertanian organik, khususnya untuk komoditas bawang merah. Di luar dugaan, lahan Dusun Nawungan yang semula kering pun kini nyaris selalu hijau.

Begitu pula dengan hasil produksinya, Juwari mengaku, untuk panen kali ini, lahan di kedua dusun itu mampu memproduksi bawang merah organik sebanyak16,9 ton per hektare. Sedangkan untuk bawang merah non organik, hasil produksinya nyaris sama, yakni sekitar 16,8 ton per hektar.

Tak hanya itu, ia pun mengeluhkan masih terbatasnya ruang pasar untuk komoditas bawang merah organik tersebut. Oleh karena itulah, ia berharap pemerintah juga memikirkan tentang tata niaga komoditas itu.

Jika dibandingkan dengan bawang merah organik, komoditas bawang merah non organik memang jauh lebih unggul. Mulai dari buahnya yang lebih besar, berat, dan pejal, warnanya pun jauh lebih terang. “Kalau masa tanamnya sih sama,” cetus Juwari.

Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementrian Pertanian (Kementan) Spudnik Sujono mengaku bangga dengan hasil produksi bawang merah organik dari lahan Nawungan tersebut.

Ditemui saat menghadiri acara penen raya bawang merah organik di Dusun Nawungan I, Desa Selopamioro, Jumat (2/9/2015) lalu, ia optimistis, pertanian organik yang menjadi cita-cita pemerintah, tak lama lagi memang akan bisa diwujudkan di sebagian besar lahan di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

Hanya saja, hingga kini pihaknya memang masih mencari formulasi terkait tata niaga yang tepat untuk pemasaran komoditas pertanian organik tersebut. Pasalnya, pasar komoditas organik kenyataannya memang tak sama dengan pasa komoditas pertanian non organik.

Salah satu yang direncanakannya adalah dengan menyiapkan paket bantuan untuk para petani non organik tersebut. Paket bantuan itu, diakui Sujono memang lebih diarahkan kepada proses pasca panennya.

Ia menilai, kelemahan para petani organi saat ini memang ada pada pasca panen. Dicontohkannya, petani masih sangat lemah dalam melakukan packaging hasil panen. Padahal, jika melihat pada kualitasnya yang jauh lebih unggul dari komoditas non organik, sudah seharunya jika komoditas organik itu dikemas dengan lebih menarik.

“Karena bagaimanapun, harganya [organik] jelas lebih mahal di pasaran. Tapi jangan khawatir, segmen organik itu terus meluas beberapa hari terakhir,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya