SOLOPOS.COM - Salah satu petani tengah memanen buah naga di kebun miliknya yang berada di kawasan Dusun Cangkring, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kamis (19/1) siang. (Harian Jogja/Arief Junianto)

Pertanian Bantul untuk komoditas buah naga tidak mendulang untung jelang Hari Raya Imlek

Harianjogja.com, BANTUL-Petani buah naga di Bantul kembali tak ikut merayakan panen penjualan saat libur Hari Raya Imlek tahun ini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Derasnya buah impor disinyalir menjadi penyebab petani buah naga di Bantul kesulitan mencari pembeli.

Mustofa, salah satu petani buah naga di Dusun Cangkring, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan mengakui, melimpahnya buah impor tersebut sejak 2 tahun terakhir menyebabkan rusaknya harga jual.

Dikatakannya, buah naga lokal Bantul, kini dijualnya dengan harga Rp15.000 per kilogram. Sedangkan buah impor yang beredar di pasaran, kini dijual dengan harga sekitar Rp8.000 per kilogram.

Padahal ia mengakui kualitas buah lokal dan impor jauh berbeda. Buah lokal diakuinya lebih memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi merata. “Karena matangnya buah lokal itu matang pohon,” katanya saat ditemui di kebunnya, Kamis (19/1/2017).

Ia mengaku, intensitas hujan yang tinggi membuatnya kesulitan dalam melakukan penyerbukan. Buah naga, menurutnya memang merupakan jenis buah yang panennya tergantung dari tahap penyerbukan. Itulah sebabnya, jika hujan terjadi saat penyerbukan, bisa dipastikan buah pun gagal tumbuh.

Untuk panen kali ini, pihaknya melakukan penyerbukan kepada lebih dari 12.000 putik bunga buah naga. Namun dengan kondisi ekstrim yang terjadi beberapa hari terakhir, besar kemungkinan yang berhasil berkembang menjadi buah tak lebih dari 50% saja.

Ia menambahkan, dari total luas lahan kebunnya yang mencapai 1,5 hektare yang ia tanami tanaman pohon buah naga sebanyak 6.000 pohon, produksi di awal tahun ini diakuinya hanya sekitar 3,5 kuintal. Padahal biasanya, kebunnya itu mampu memproduksi hingga 2 ton.

Tak hanya faktor cuaca, kendala yang kerap membuatnya kelimpungan adalah faktor hama. Selama ini hama yang menyerang tanamannya adalah kelelawar buah dan musang.

Kalau sudah seperti itu, tak ada lain baginya untuk segera memanen buah sebelum nantinya dimakan oleh kedua hewan itu.

Itulah sebabnya, ia berharap ke depan ada campur tangan pemerintah terkait pengembangan kebun buah naga di Bantul. Ia berharap nantinya ada teknologi baru lebih canggih yang bisa digunakan untuk meningkatkan produksi buah naga.

“Selama ini di Bantul baru sekitar 4 kebun buah naga. Hanya dua di antaranya yang memiliki luasan lebih dari 1 hektare,” akunya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul Pulung Haryadi mengakui, selama ini pihaknya memang belum menyentuh sama sekali para petani buah naga. Itulah sebabnya, ia pun tak banyak tahu perkembangan pertanian buah tersebut.

Saat ini, komoditas buah yang tengah menjadi fokus perhatiannya adalah pisang. Menurutnya, pisang bisa dikatakan sebagai buah ikon Bantul. “Ke depannya semua komoditas hendaknya bisa kami dampingi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya