SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Pungli Sragen, kades di wilayah Sragen khawatir menarik biaya untuk pengurusan Prona.

Solopos.com, SRAGEN — Para kepala desa (kades) di Sragen enggan dan waswas untuk menarik biaya kepada warga peserta Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) karena khawatir dianggap menarik pungutan liar (pungli).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto hanya memberi rambu-rambu penarikan biaya Prona dilakukan pemerintah desa secara transparan tetapi tidak dibatasi nominalnya. Sekda bersama Inspektorat, Kejaksaan Negeri (Kejari), dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyosialisasikan Prona kepada para kepala desa di Sumberlawang, Miri, dan Tanon di sebuah rumah makan di Tanon, Kamis (2/2/2017).

Dalam kesempatan itu hadir sejumlah kepala desa yang mendapat kuota Prona 2017. Kades Bagos, Kecamatan Miri, Kukuh Riyanto, menyampaikan ada 200 orang di Bagor yang mengajukan diri menjadi peserta Prona.

Informasi dari BPN yang diterima Kukuh menyebut semua pengajuan prona di tingkat desa harus habis. Bagi Kukuh, tidak ada yang gratis dalam pengurusan Prona karena harus ada persyaratan yang dipenuhi warga pemohon.

“Yang gratis itu hanya biaya pengukuran. Subsidi dari negara pun hanya Rp209.500 per bidang pekarangan atau tegalan dengan luas maksimal 2.000 m2. Kekurangan biayanya dipenuhi pemohon sendiri. Nah, dalam sosialisasi itu saya tanya kepada para pejabat yang datang tentang biaya yang harus dipenuhi masyarakat pemohon Prona itu berapa? Ternyata tak satu pun pejabat yang mau menyebut nominalnya,” ujar Kukuh saat dihubungi Solopos.com, Kamis.

Kukuh berharap pihak berwenang menentukan nominal biaya yang dibebankan kepada masyarakat agar tidak ada persoalan antara warga dengan panitia Prona di tingkat desa. Namun, harapan Kukuh bertepuk sebelah tangan. Kukuh pun jadi bingung dan waswas untuk menarik biaya kepada masyarakat.

“Pesan Pak Sekda yang penting kebutuhannya terpenuhi tetapi jangan banget-banget. Sertifikasi tanah jalur reguler itu minimal Rp4 juta bila lewat perangkat desa di Bagor. Kalau lewat notaris lebih mahal, Rp5 juta-Rp6 juta. Nah, kalau lewat Prona itu yang tidak ada ketentuannya,” katanya.

Kukuh bersama panitia Prona Desa Bagor sudah meminta biaya sementara untuk Prona senilai Rp500.000/bidang karena belum mengetahui biaya dari BPN. Sampai Jumat (3/2/2017), 90-an warga sudah membayar ke panitia senilai Rp300.000-Rp500.000 per orang.

“Sebenarnya yang dipenuhi warga itu terdiri atas pengadaan patok, pemberkasan, fotokopi berkas, dan seterusnya. Kalau di luar itu apa masuk pungli? Petugas ukur dari desa yang ikut mengantar petugas BPN apa juga tidak mendapat tukon rokok? Semua itu saya tanyakan tetapi juga tidak ada jawaban,” tuturnya.

Terpisah, Sekda Sragen, Tatag Prabawanto, menyatakan tidak ada ketentuan biaya yang dibebankan kepada warga pemohon Prona. Dia menyatakan pemerintah desa yang menarik biaya ke warga supaya dilakukan secara transparan.

Dia berpesan pemerintah desa harus bisa menjelaskan perincian penggunaan biaya yang dibebankan kepada warga. “Mana yang ditanggung pemohon dan BPN harus dijelaskan. Seperti biaya meterai, patok, itu kan dibebankan kepada pemohon. Pokoknya yang penting transparan,” ujar Sekda saat dihubungi Solopos.com, Jumat siang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya