SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Pertanahan Sragen, Gubernur Jateng mengeluarkan SE agar setiap desa membuat peraturan desa tentang pungutan Prona.

Solopos.com, SRAGEN — Para kepala desa (kades) tidak berani memungut biaya dari warga untuk pengurusan sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) setelah terbit Surat Edaran (SE) Gubernur No. 590/0002669 tentang Tindak Lanjut Pelaksanaan Prona di Jawa Tengah (Jateng).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

SE yang diterima Bupati Sragen pada awal Maret lalu itu sudah ditindaklanjuti dengan menginstruksikan kepada camat untuk menyampaikan SE tersebut kepada semua kepala desa (kades) di 20 kecamatan. Para kades diinstruksikan supaya membuat peraturan desa (perdes) tentang pungutan Prona.

Ekspedisi Mudik 2024

Perdes itu akan jadi dasar agar pungutan Prona tidak masuk dalam kategori pungutan liar. Kades Bagor Kecamatan Miri, Kukuh Riyanto, saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (11/3/2017), mengaku sudah menghentikan pungutan Prona kepada warga.

Sebelumnya Kukuh memungut biaya pengurusan Prona dari warga senilai Rp500.000 per bidang. Akibat pungutan itu, Kukuh pun sempat dilaporkan ke Mapolres Sragen oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).

“Saya sudah dapat SE Gubernur. Tapi saya belum berani membuat perdes karena masih menunggu dasar hukum di atasnya. Rencananya semua desa yang menerima program prona akan dikumpulkan di kabupaten untuk menerima penjelasan dari Bupati. Tarikan pungutan dihentikan dulu karena dilarang dan yang sudah terlanjur supaya ditahan dulu. Selama ini belum ada edaran dari Bupati,” ujar Kukuh.

Ketua Forum Kepala Desa Kabupaten Sragen, Siswanto, menyampaikan perdes tentang Prona itu dibutuhkan supaya pungutan kepada warga menjadi legal sehingga tidak masuk kategori pungli. Dia menyarankan semua kades penerima Prona harus membuat perdes yang didasarkan pada rapat bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa lainnya.

“Perdes yang dimaksud mestinya jadi satu kesatuan dengan perdes pungutan lainnya, misalnya pungutan surat keterangan, palaraga, izin perhelatan, dan seterusnya. Dengan perdes itu sudah cukup sebagai dasar untuk memungut warga terkait dengan Prona,” tambahnya.

Sebelumnya, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat ditemui Solopos.com di Sidoharjo, menjelaskan Pemkab sudah memanggil semua camat untuk menyampaikan SE Gubernur itu. Dia menyampaikan supaya pungutan Prona itu tidak menjadi pungli memang harus dibuat perdesnya.

Dia mengatakan nilai pungutan satu desa dengan desa lain tentu tidak bisa disamakan karena masing-masing memiliki luas wilayah dan jangkauan yang bervariasi. “Paling tidak ada angka kepatutan di setiap desa. Kisaran nilai kepatutan itu masih dibahas di internal Pemkab Sragen. Kami juga masih menunggu masukan dari para camat yang mengetahui kondisi wilayah desa. Jadi nanti ada nilai batas atas dan nilai batas bawah,” tutur Bupati.

Bupati meminta para kades menyusun draf perdes pungutan Prona yang nantinya dikonsultasikan ke Pemkab sebelum disahkan. Yuni mengakui belum menerbitkan SE sebagai tindak lanjut atas SE Gubernur. Dia baru meminta camat sebagai tangan panjang Bupati agar menyampaikan SE Gubernur itu kepada para kepala desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya