SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Penambang tradisional Klaten menolak rencana normalisasi Kali Woro di wilayah Desa Sidorejo dan Balerante, Kecamatan Kemalang. Penambang khawatir kehilangan mata pencaharian akibat normalisasi itu.</p><p>Penolakan disampaikan warga yang mendatangi kantor Desa Sidorejo saat digelar sosialisasi prapelaksanaan pekerjaan pemeliharaan normalisasi alur Kali Woro, Sabtu (7/4/2018). Sosialisasi hanya berlangsung singkat sekitar 30 menit.</p><p>Sebelum kontraktor menyampaikan penjelasan soal rencana normalisasi tersebut, warga menyerukan penolakan sembari membawa tulisan ihwal sikap mereka. Ketua RW 005, Dukuh Bono, Desa Sidorejo, Listyo, 45, mengatakan informasi rencana normalisasi diterima warga Kamis (5/4/2018) ketika sejumlah tokoh masyarakat mendapat undangan sosialisasi rencana pelaksanaan normalisasi melalui PT Apollu Nusa Konstruksi.</p><p>&ldquo;Kemudian kami minta klarifikasi ke kepala desa [kades] bahwa izin normalisasi langsung dari atas, bukan dari desa, kecamatan, atau pun kabupaten,&rdquo; kata Listyo.</p><p>Listyo mengatakan mayoritas warga Sidorejo mengandalkan mata pencaharian dari aktivitas pertambangan rakyat di Kali Woro, termasuk warga di wilayahnya yang hampir 85 persen atau sekitar 600 orang bekerja sebagai penambang tradisional yang mengambil material pasir dan batu sisa material vulkanik Gunung Merapi.</p><p>Aktivitas menambang mulai bermunculan sekitar 1998. &ldquo;Dulu sebelum ada kegiatan tambang itu warga kami miskin. Punya ayam dan kambing hilang [dicuri]. Ketika ada jalur di Kali Woro kondisi keamanan kondusif. Dari dulu memang mata pencaharian sebagian besar warga kami di Kali Woro. Kalau warga mau bercocok tanam, mereka tidak punya lahan,&rdquo; katanya.</p><p>Listyo menegaskan warga yang bekerja sebagai penambang tradisional di Kali Woro menolak rencana normalisasi. Ia berharap ada kesepakatan tertulis soal pembatalan normalisasi.</p><p>&ldquo;Kalau sungai dinormalisasi, warga mau makan apa? Biaya sekolah anak dari mana? Padahal anak kami sekolah yang penting dipintarkan dulu agar nantinya tidak menambang di Kali Woro,&rdquo; urai dia.</p><p>Kepala Desa Sidorejo, Jemakir, mengatakan pemerintah desa hanya memfasilitasi sosialisasi itu. Ia mengatakan di Sidorejo ada 2.000-an warga yang saban hari menambang baik kaum laki-laki maupun perempuan.</p><p>Sementara itu, warga yang berdatangan untuk menambang di sepanjang Kali Woro hingga wilayah Desa Kendalsari berasal dari berbagai desa dan kabupaten seperti Boyolali. Ia mengatakan dari penjelasan saat sosialisasi sejumlah warga yang bekerja sebagai penambang khawatir tak lagi bisa menambang lantaran material sudah habis terambil saat normalisasi.</p><p>&ldquo;Pertimbangan warga itu, setelah ada normalisasi nasib warga seperti apa? Ini dikhawatirkan menciptakan pengangguran. Kami hanya diberi masukan, semuanya sudah ditampung dan disampaikan saat sosialisasi,&rdquo; katanya.</p><p>Konsultan Teknis PT Apollu Nusa Konstruksi, Waluyo, mengatakan perusahaannya sebagai kontraktor yang melaksanakan pemeliharaan normalisasi Kali Woro dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Rencana normalisasi dilakukan di alur Kali Woro sepanjang 1,6 km, di antaranya dam 3 dan dam 6.</p><p>Beberapa tahun terakhir, di alur Kali Woro yang menjadi wilayah perbatasan antara Desa Sidorejo dan Balerante, Kemalang, dibangun sejumlah dam baru. Fungsi dam untuk menghalau material lahar hujan dari puncak Gunung Merapi.</p><p>&ldquo;Dam sudah ada, namun material masih banyak di sana. Artinya fungsi dam kan tidak ada. Makanya material harus ditata salah satunya penguatan dam. Material-material yang besar ditempelkan di kiri dan kanan. Material yang masih sisa diambil dikeluarkan,&rdquo; kata Waluyo.</p><p>Waluyo menuturkan tak ada nilai proyek dari normalisasi itu. Namun, dari sisa material yang ditata bisa dikeluarkan alias dijual. Soal potensi material yang bisa diambil dari kawasan normalisasi, Waluyo menuturkan perlu perhitungan teknis.</p><p>&ldquo;Sama pemerintahan kami tidak ada uang. Ketika ada material yang bisa keluar, justru kami dikenai pajak, PAD [pendapatan asli daerah] Klaten akan naik. Soal potensi, harus ada desain teknis. Kami hanya dikasih perintah sama balai besar untuk normalisasi,&rdquo; katanya.</p><p>Soal penolakan tersebut, Waluyo mengatakan segera berbicara dengan BBWSSO untuk langkah selanjutnya. &ldquo;Sementara menunggu dulu perkembangannya. Kalau sebenarnya ini sudah kondusif, Senin [9/4/2018], alat berat sudah diturunkan mulai penataan,&rdquo; katanya.</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya