SOLOPOS.COM - Salah satu warga Desa Babadan, Sambi, (memegang mikrofon) memberikan usul soal tambang pengolahan batu yang menuai polemik, Selasa (31/10/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Pengusaha tambang di Sambi, Boyolali, yang sempat mau diusir oleh  warga membayar kompensasi hingga Rp170 juta.

Solopos.com, BOYOLALI — Pengusaha tambang galian C di Desa Babadan, Sambi, Boyolali, tak jadi diusir warga setelah membayar kompensasi dengan senilai total sekitar Rp170 juta.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Uang tersebut untuk sejumlah pos, antara lain untuk warga terdampak langsung, kas dukuh, uang sewa lahan desa, serta perbaikan prasarana umum. “Betul, hari ini [Rabu, 1/11/2017] baru saja dilakukan serah terima uang kompensasi dari pengusaha tambang kepada warga. Uang dibayar cash [tunai],” ujar Camat Sambi, Hari Harianto, kepada Solopos.com, Rabu. (Baca: Warga Babadan Usir Penambang Galian C Meski Berstatus Resmi)

Hari menjelaskan pembayaran kompensasi dilakukan di Balai Desa Babadan. Perinciannya, uang kompensasi senilai Rp70 juta diberikan ke Desa Babadan. Selanjutnya, masing-masing keluarga terdampak langsung di Dukuh Jambon dan Wates menerima Rp500.000/bulan serta uang kas di dua dukuh tersebut yakni Rp60 juta.

Di luar itu, pengembang juga harus menyetor uang kas RT senilai Rp12 juta serta uang sewa lahan untuk tiga bulan ke depan Rp5 juta. Hari mengapresiasi sikap perusahaan tambang yang bersedia membayar seluruh uang kompensasi.

Ia meminta semua pihak agar saling mematuhi kesepakatan bersama sehingga ke depan tak lagi muncul persoalan yang merugikan kedua belah pihak. “Karena penambang sudah menunjukkan iktikad baiknya, kami juga meminta warga bisa saling menjaga,” jelasnya.

Direktur PT Mineral Indo, Ary Supriyanto, mengaku melakukan itu semua sebagai bentuk komitmen dia atas apa yang ia ucapkan. “Saya sudah berjanji akan mengabulkan permintaan warga, maka saya tepati janji saya. Sudah saya bayar,” jelasnya.

Ary menyebutkan soal kerusakan jalan desa, penambang lainnya mestinya ikut bertanggung jawab. Kendaraan milik perusahaannya melintasi jalan desa hanya 20-30 kali dalam sehari. Sementara jumlah kendaraan paling banyak justru dari penambang lainnya. “Bahkan, sejak lima buan lalu kami tidak ada operasional,” jelasnya.

Ary tak mempermasalahkan kompensasi yang dituntut warga kepadanya. Catatannya, kompensasi yang diberikan sesuai fakta di lapangan.

“Jangan hanya minta kompensasi, tapi tak seusai fakta. Di jalan warga sudah minta kompensasi, tapi kenyataannya kami tetap dimintai uang lagi, di jalan raya truk kami diadang polisi tidur,” keluhnya.

Salah satu warga Babadan, Muhson, berharap masalah tambang segera berakhir. Masalah tersebut cukup menguras waktu, pikiran, dan tenaga warga.

“Kami bisa memaklumi keberatan pengusaha tambang yang sudah mengeluarkan modal banyak, namun di sisi lain warga juga merasakan dampaknya. Semoga masalah ini lekas selesai,” paparnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya