SOLOPOS.COM - Sejumlah anggota Komisi III DPRD Boyolali sidak di lokasi penambangan Kali Apu, Kecamatan Selo, Senin (19/1/2015). Mereka mendapati ada dua backhoe yang beroperasi di Kali Apu. (Hijriah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Pertambangan Boyolali memakan korban. Dua kades di Selo memilih mengundurkan diri.

Solopos.com, BOYOLALI–Dua kepala desa (kades) di Kecamatan Selo, yakni Kades Klakah Haryono dan Kades Tlogolele Widodo, mengundurkan diri dari jabatan mereka sebagai kades.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengunduran diri mereka terkait beberapa konflik yang belakangan muncul akibat penambangan liar di wilayah Kali Apu. Kades Klakah, Haryono, membenarkan surat permohonan pengunduran dirinya sudah disampaikan kepada Bupati Boyolali, Seno Samodro, melalui Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah (Setda) Boyolali, Arief Wardianta, pada Senin (13/6/2016).

“Ya, saya sama Tlogolele. Mangga kalau mau konfirmasi beliaunya,” kata Haryono, saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Senin (20/6/2016). Haryono mengakui pengunduran dirinya berkaitan dengan penambangan di Kali Apu.

Ekspedisi Mudik 2024

“Ya, capai aja. Urusannya bukan hanya sama masyarakat sendiri tapi sekarang banyak yang dari luar. Mereka masuk ke wilayah kami ambil pasir dan keuntungan tapi begitu ada masalah semua dibebankan di Klakah,” tutur dia.

Berdasarkan catatan Solopos.com, Haryono dalam posisinya sebagai aparatur Negara di tingkat desa pernah mengelola penambangan tanpa izin di wilayah Kali Apu. Dia beberapa kali mendapatkan peringatan beberapa dari instansi terkait yakni Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng hingga Satuan Polisi (Satpol) PP.

Namun, Haryono mengaku kecewa karena sejauh ini tidak ada ketegasan dari aparat dan instansi terkait untuk menertibkan penambangan liar di Kali Apu. “Kalau mau ditertibkan ya tertibkan semua. Diizinkan ya diizinkan semua, kami kan bisa menindaklanjuti dengan membuat peraturan desa atau semacamnya. Kalau begini terus, desa lama-lama ndak dapat apa-apa, apalagi sekarang yang masuk ke Kali Apu bukan hanya dari Boyolali Magelang tapi orang-orang punya duit dari Temanggung sampai Wonosobo,” papar dia.

Tidak hanya itu, konflik di masyarakat juga mulai muncul. Masyarakat sering bersitegang dengan penambang pasir. Warga yang tidak menginginkan adanya penambangan liar kerap menutup akses jalan menuju lokasi penambangan. Namun imbasnya, saluran air menuju rumah-rumah warga kerap dirusak oleh penambang.

“Masalah-masalah seperti ini yang kerap muncul. Saya sudah tidak bisa mengatasi, lebih baik saya mundur,” kata Haryono. Haryono baru tiga tahun menjabat kades di Klakah. Semestinya dia masih punya waktu dua tahun lagi untuk menyelesaikan tugasnya.

Kabag Pemdes Setda Boyolali, Arief Wardianta, membenarkan dirinya menerima pengunduran diri dua kades, Klakah dan Tlogolele. “Memang betul. Tapi kami minta Pak Camat Selo untuk konformasi dulu, alasannya apa. Kalau alasan yang disampaikan kepada kami hanya karena tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik,” kata Arief.

Apapun alasan yang disampaikan harus dikaji, tidak hanya oleh Camat, Bagian Pemdes, tetapi juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat. BPD harus melaporkan situasi pemerintahan desa kepada bupati.

“Jadi alasan harus kuat. Kajiannya tidak sembarangan. Jangan-jangan habis dapat dana banyak terus mundur hla kok enak banget. Ndak bisa begitu. Selain itu, selama belum ada keputusan dari bupati, yang bersangkutan tetap harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,” kata Arief.

Camat Selo, Wurlaksono, justru membantah pengunduran diri dua kades di wilayah kerjanya. “Selo aman-aman saja. Tidak ada apa-apa. Semuanya kondusif. Kalau soal kades mundur, ndak ada itu, bohong itu,” kata Wurlaksono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya