SOLOPOS.COM - Feryanto (kanan) naik sepeda bersama rekan setimnya saat berlatih fisik. JIBI/Sunaryo HB/Solopos/dok

Solopos.com, SOLO — Keterlambatan pembayaran gaji mungkin sudah menjadi masalah klasik bagi sebagian besar klub sepak bola di Indonesia. Layaknya penyakit kambuhan, kesulitan finansial selalu saja terulang setiap tahunnya. Dan, para pemain lah yang kerap menjadi korban dari persoalan klasik itu.

Para penggawa Persis Solo mau tak mau harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga menjelang Lebaran karena gaji mereka belum juga dilunasi. Semestinya, Ferry Anto dkk. menerima gaji periode Juni yang dibayarkan pada medio Juli lalu. Namun, hingga pengujung bulan, mereka hanya menerima beberapa persen dari nilai gaji bulanan yang disepakati di awal musim.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Sebagian pemain yang hanya menggantungkan pemasukan dari sepak bola terpaksa membongkar tabungan atau mencari pinjaman uang untuk mencukupi kebutuhan. Namun, beberapa pemain lain bertindak cekatan dengan mencari penghasilan sampingan dari berbagai bidang.

“Kalau saya sih sudah hafal dengan persoalan ini. Setiap tahun, di klub mana pun selalu terjadi keterlambatan pembayaran gaji. Makanya, saya mencoba merintis usaha beberapa tahun lalu,” ungkap striker Persis, Ferry Anto, saat berbincang dengan Espos via telepon, Jumat (25/7/2014).

Kapten skuat Laskar Sambernyawa itu memang tidak terlalu dipusingkan dengan persoalan keuangan lantaran keterlambatan gaji. Ferry mengklaim penghasilan toko pakaian yang dia beri label Ferry Fashion itu telah mencukupi kebutuhan keluarganya.

“Sebenarnya lebih besar penghasilan dari toko sih ketimbang dari sepak bola,” urai pemain berambut gondrong itu sembari malu-malu melepas tawa.

Kendati keterlambatan gaji tak terlalu menyulitkan keuangan keluarga kecilnya, Ferry tetap berharap masalah tersebut tak akan terulang kembali. Sebab, dia menyadari masih ada beberapa pemain yang tidak memiliki penghasilan sampingan seperti dirinya.

Sebelum membuka toko, Ferry mengaku juga pernah terhimpit masalah keuangan karena gaji yang tak kunjung dibayar. Alhasil, dia harus membongkar tabungan atau mencari pinjaman. “Ya kalau pemain yang enggak punya penghasilan sampingan mungkin bisa membongkar tabungan atau cari cash bon. Nanti kalau sudah gajian baru dibayar,” ucap dia.

Langkah kreatif juga dilakukan Yanuar Ruspuspito yang banting stir menjadi penjual batik selama libur latihan. Striker asli Solo itu menjual pakaian batik melalui saudaranya di luar Jawa serta berkeliling kampung dari rumah ke rumah.

Dengan usahanya itu, Yanuar kini tak terlalu cemas menghadapi besarnya kebutuhan menjelang Hari Raya Idul Fitri. “Kemarin gajinya sudah dicicil 20%. Memang tidak banyak, tapi tetap kami syukuri. Untungnya, saya juga mendapat penghasilan tambahan dari jualan batik,” kata dia.

Ayah satu anak itu memulai usaha batiknya sejak Januari lalu karena menyadari tidak bisa selamanya menggantungkan hidup dari sepak bola. “Sepak bola kan enggak selamanya. Terkadang gaji terlambat dibayar, terkadang libur kompetisi atau pemain cedera sehingga enggak bisa main lagi,” pungkas Yanuar. (Tri Indriawati/JIBI/Solopos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya