SOLOPOS.COM - Petugas BKSDA Jawa Tengah memindahkan Jalak Bali yang diserahkan para penangkar di Klaten untuk dilepasliarkan di habitat asalnya di Bali Barat, Rabu (1/12/2021). Penyerahan tersebut dilakukan para penangkar di Kantor Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN—Jumlah penangkar Jalak Bali di Klaten disebut-sebut terbanyak di Jawa Tengah. Perputaran uang dari hasil penangkaran satwa tersebut di Klaten diperkirakan mencapai Rp12 miliar per tahun.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, jumlah penangkar di Jawa Tengah mencapai 389 penangkar dengan jenis satwa yang ditangkarkan meliputi burung, mamalia, reptil, dan lain-lain. Dari jumlah itu, ada 336 penangkar burung dengan 232 penangkar merupakan penangkar Jalak Bali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dari ratusan penangkar Jalak Bali, 199 penangkar atau sekitar 90 persen terdapat di Klaten. Para penangkar di Klaten menyebar ke sejumlah wilayah dengan jumlah paling banyak berada di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes.

Baca Juga: 71 Jalak Bali Penangkaran Klaten Dilepasliarkan ke Pulau Dewata

Kepala BKSDA Jawa Tengah, Darmanto, mengatakan efek dari kegiatan penangkaran cukup besar. Dalam setahun, perputaran uang dari kegiatan penangkaran tersebut mencapai sekitar Rp12 miliar.

“Itu dihitung seperti dari nilai penerbitan sertifikat BKSDA. Belum dari tenaga kerja yang membersihkan, belum tenaga peloloh [memberi makan burung] yang dilakukan para ibu, belum lagi dari penjual pakan seperti pedagnag jangking, pedagang pisang. Jadi efek positif penangkaran Jalak Bali sangat besar,” kata Darmanto saat ditemui di kantor Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Rabu (1/12/2021).

Jumlah tenaga kerja yang terserap dari kegiatan penangkaran Jalak Bali diperkirakan mencapai 700 orang. Jumlah itu belum termasuk para pedagang pakan, kandang, dan lain-lain.

Baca Juga: Tabrak Tembok Jl. Asrama Haji-Gagaksipat, 2 Pengendara Motor Meninggal

“Harus didorong supaya masyarakat melakukan penangkaran yang legal. Jangan sampai ilegal karena penangkaran secara ilegal jelas melanggar UU dan ada sanksi hukum di sana. Oleh karena itu, para penangkar harus terus didorong menjadi penangkar legal agar bisa memiliki jiwa konservasi,” kata Darmanto.

Selama empat tahun terakhir, BKSDA mengajak para penangkar Jalak Bali pada kegiatan restocking burung tersebut untuk dilepasliarkan di habitat alaminya di Bali Barat. Cara tersebut dilakukan agar keberadaan satwa tersebut tak punah.

Soal pengawasan penangkaran satwa yang dilindungi, Darmanto menuturkan selama ini dilakukan dengan kepolisian. Dia menjelaskan saat ini para penangkar di Klaten merupakan penangkar legal alias memiliki izin penangkaran.

Baca Juga: Minat Baca Memuaskan, Solo Butuh Rumah Baca Berbasis RW

 

Harga Merosot

Salah satu penangkar Jalak Bali, Edy Santoso, 53, mengatakan sudah menjadi penangkar Jalak Bali sejak 2015. Saat ini, dia memiliki sekitar 60 Jalak Bali hasil penangkaran.

Edy mengatakan saat ini penjualan Jalak Bali merosot seiring pandemi Covid-19. Dalam sebulan, rata-rata dia menjual 10 pasang atau 20 Jalak Bali. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 yang rata-rata bisa menjual hingga 40-50 Jalak Bali.

“Penjualan tetap yang sudah bersertifikat. Kami tidak berani jual yang belum bersertifikat,” kata penangkar burung asal Dukuh Nyanan, Desa Jimbung, Kalikotes itu.

Baca Juga: Solo Optimalkan Medsos untuk Promosi Wisata

Soal harga jual Jalak Bali, Edy mengatakan saat ini rata-rata harga per pasang Rp3 juta untuk sepasang Jalak Bali usia sebulan hingga 50 hari. Sementara, untuk sepasang indukan usia sekitar 1,5 tahun dijual seharga Rp6 juta-Rp7 juta.

Harga itu  jauh lebih rendah dibandingkan beberapa tahun lalu. Edy mengaku harga jual sepasang Jalak Bali bisa mencapai Rp60 juta. “Sekarang sudah banyak yang mengembangkan, otomatis barang banyak,” kata dia.

Disinggung pendapatan yang dia peroleh dari penangkaran Jalak Bali, Edy menuturkan mencapai Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. “Alhamdulillah bisa untuk bangun rumah dan menghasilkan sawah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya