SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Sabtu (13/10/2018). Esai ini karya Bandung Mawardi, kuncen Bilik Literasi. Alamat e-mail penulis adalah bandungmawardi@gmail.com.

Solopos.com, SOLO — Perpustakaan itu tempat berisi buku-buku. Pemahaman inilah yang lazim meski mulai mengalami pergeseran pengertian pada abad XXI. Kini, perpustakaan tak melulu tempat dengan papan nama bertuliskan: perpustakaan, taman baca, rumah buku, atau pojok buku.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gagasan tempat telah berubah dengan pengadaan acara pameran-pameran perpustakaan. Orang yang berkunjung ke mal atau pusat perbelanjaan bisa pula ”mengunjungi” perpustakaan, ketika perpustakaan berpameran di mal.

Acara itu melampaui pengetahuan tentang perpustakaan keliling dengan mobil, becak, sepeda motor, dan pelbagai alat transportasi. Gerak perpustakaan di jalan, alun-alun, halaman sekolah, dan ruang publik mulai mendapat penggenapan pemaknaan perpustakaan di ruang-ruang keramaian.

Perpustakaan dihadirkan berdalih pameran berharap mendapat perhatian, “kunjungan”, dan tandan tangan di buku laporan resmi dari orang-orang yang dijuluki pengunjung. Kita mulai terbiasa dengan acara pameran perpustakaan di pelbagai kota.

Acara terbaru adalah Pameran Perpustakaan dan Arsip se-Jawa Tengah di Assalaam Hypermarket, Kartasura, Sukoharjo, 11-13 Oktober 2018. Puluhan perpustakaan di kota dan kabupaten turut berpameran, bermaksud mengenalkan atau memberitahukan pelbagai kemajuan dalam mengurusi perpustakaan dan arsip.

Pilihan tempat itu teranggap tepat berargumentasi bahwa pusat perbelanjaan selalu ramai dikunjungi orang setiap hari. Pameran pun diinginkan mendapat dampak keramaian itu. Pameran perpustakaan dan arsip bermisi membina dan memotivasi pengelola perpustakaan.

Misi ambisius dengan penggenapan ingin meningkatkan minat membaca publik (Solopos, 12 Oktober 2018). Pameran dan misi itu terasa biasa atau usang. Perkara kompetensi pustakawan dan minat membaca terlalu menjadi “drama” selama puluhan tahun.

Pejabat cenderung mengeluh, prihatin, dan menimpakan kesalahan kepada publik gara-gara malas mengunjungi perpustakaan atau dituduh tak memiliki kegemaran membaca. Orang-orang di dinas perpustakaan dan arsip berlagak memiliki otoritas memberi petuah, petunjuk, dan perintah meski mereka mungkin belum sah menjadi pembaca tulen atau penggandrung buku.

Berita Solopos agak memberi sindiran kepada kita dengan pemilihan tokoh bocah memberi tanggapan atas pameran perpustakaan di mal itu. Bocah bernama Rafi, murid SD Muhammadiyah Program Unggulan, Gedongan, Colomadu, Karanganyar, mengaku senang melihat pameran perpustakaan dan membenarkan kegemaran membaca buku.

Ia suka buku-buku mengenai binatang. Kita diajak mengandaikan makna pameran itu melalui tatapan mata dan pengalaman bocah. Kehadiran Rafi di pameran anggaplah penting meski tak ada kepastian para peserta pameran sanggup meladeni para murid SD untuk berbagi cerita dan penjelasan secara memikat.

Rafi mungkim pantas mendapat anjuran agar pengalaman mendatangi pameran perpustakaan disempurnakan dengan membaca buku-buku cerita bertema perpustakaan. Dulu, pemerintah gencar mengadakan lomba dan penerbitan buku cerita untuk bacaan bocah.

Dana besar digelontorkan dan kebijakan mendistribusikan ke sekolah-sekolah seantero Indonesia dilaksanakan melalui jalur-jalur birokrasi. Ribuan judul buku terbit. Kita menemukan sekian buku berurusan dengan perpustakaan.

Buku merangsang bocah berpikiran dan memiliki pengalaman tentang berperpustakaan. Perpustakaan itu cerita. Pada 1978, terbit buku berjudul Perintis Perpustakaan Sekolah garapan Krisna Murti. Buku berisi propaganda kepada murid-murid SD untuk memuliakan buku dan memiliki ruang dinamai perpustakaan. Para murid di SD Kebonsari berkumpul mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah.

”Anak-anak, tahun ini sekolah kita menerima buku-buku bacaan dari pemerintah lagi. Hampir setumpuk buku di lemari ruang guru itu belum dimanfaatkan karena hingga kini belum ada yang mengurusi buku-buku tersebut. Untunglah kita mempunyai Bu Atiek yang bersedia membuka perpustakaan sekolah kita. Nah, kepada beliau, saya serahkan seluruh buku sekolah kita untuk dimanfaatkan bersama. Memang buku-buku itu tidak untuk dijadikan pajangan di lemari sampai dimakan kutu, tetapi harus dimanfaatkan oleh kalian semua.”

Apes

Pengakuan dan pengumuman kepala sekolah itu mungkin masih berlaku sampai sekarang. Segala buku bantuan pemerintah, perusahaan, komunitas, atau pembelian masih sering ditumpuk tanpa kejelasan di ruang guru atau gudang. Nasib buku apes.

Kepala sekolah dan para guru sibuk mengajar dan menerapkan pelbagai kebijakan pendidikan dan pengajaran, tak sempat memikirkan sekolahan wajib memiliki perpustakaan. Memiliki lemari atau tempat dinamai perpustakaan sekolah pun belum cukup.

Perkara terpenting tentu pengelolaan, menjadikan perpustakaan itu berdampak dan memunculkan kegandrungan di kalangan murid-murid di sela-sela suntuk mengikuti pelajaran demi pelajaran. Di novel berjudul Perintis Perpustakaan Sekolah, Bu Atiek melibatkan para murid menjadi pengurus perpustakaan.

Kebijakan itu membuat murid-murid girang. Mereka ingin menjadi pemulia buku dan menularkan kegandrungan membaca kepada teman-teman mereka. Perpustakaan berhasil diadakan dengan kerja bareng dan penambahan koleksi melalui sumbangan para murid.

Hari demi hari perpustakaan itu kian ramai. Pengurus mulai membuat papan pengumuman berisi komentar-komentar pelbagai buku. Di papan pengumuman, murid-murid calon peminjam buku seperti mendapat pengantar atau godaan.

Buku yang jelek dan yang baik begitu tersiar di kalangan anak begitu cepatnya memperoleh tanggapan dari para calon peminjam. Buku-buku yang menarik anak-anak tersebut sering cepat rusak dan perlu segera ada penggantinya.

Oleh sebab itulah, para petugas perpustakaan mencatat buku-buku mana saja yang paling laku dipinjam kawan-kawan mereka dan buku-buku mana yang kurang laku di kalangan para anggota perpustakaan itu.

Kita mengimajinasikan perpustakaan di SD Kebonsari itu membesarkan minat membaca di kalangan murid. Mereka rajin meminjam dan membaca buku. Mereka berhak memberi komentar untuk menjadi rekomendasi bagi teman-teman mereka.

Penentuan selera bacaan tak bergantung pada perintah guru tapi kumpulan tanggapan murid. Kita mengenang novel itu ingin membesarkan propaganda Orde Baru dalam pemajuan perpustakaan di sekolahan. Perpustakaan itu cerita.

Instruksi Presiden

Kita belum bisa memastikan bahwa dulu ada sekolahan-sekolahan yang serius mengadakan perpustakaan gara-gara mendapat bantuan buku dari pemerintah melalui kebijakan instruksi presiden bidang perbukuan dan kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Perintis Perpustakaan Sekolah itu novel alias cerita, bukan laporan resmi mengenai Indonesia maju dalam perpustakaan sekolah. Novel itu telanjur terbit. Dulu, para pembaca mungkin menginginkan cerita di novel terbukti di sekolahan meski agak mustahil.

Kita berlanjut ke novel berjudul Perpustakaanku (1991) gubahan A. Suhandi. Novel bercap “Milik Negara Tidak Diperdagangkan, Inpres No 6. Tahun 1984.” Suhandi menjelaskan perpustakaan sangat besar artinya bagi kehidupan pendidikan putra-putri kita karena di perpustakaanlah tempat mencari keterangan, terutama dalam bidang pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran di sekolahan.

Penjelasan berlatar masa 1990-an. Penulis belum mengetahui dan mengalami bahwa sumber-sumber pengetahuan bagi murid-murid abad XXI tak lagi mutlak di buku-buku yang tersimpan di perpustakaan. Mereka sudah berteknologi canggih demi cerdas.

Perpustakaan mungkin tak terlalu menentukan lagi bagi pemenuhan ambisi-ambisi akademis atau pengetahuan. Novel gubahan Suhandi bercerita tentang usaha mengadakan perpustakaan desa. Usaha didukung warga dan bocah-bocah berstatus murid.

Desa bernama Harapan Jaya itu subur dan rimbun oleh pepohonan. Desa ingin berlimpahan ilmu dengan pendirian perpustakaan. Warga saling memberi bantuan demi memiliki perpustakaan. Usaha itu berhasil. Kita simak pendapat seorang bocah di desa itu.

”Perpustakaan sangat penting artinya bagi siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk masa depan nanti. Di samping itu, perpustakaan juga mendidik anak-anak untuk menjadi gemar membaca.” Novel sesak nasihat dan pemberian semangat kepada bocah-bocah masa Orde Baru agar melek buku.

Dari Masa Lalu

Novel berisi tentang literasi. Kita mesti memastikan lagi itu cerita. Perpustakaan itu cerita dari masa lalu. Dua novel itu tak wajib diingatkan lagi saat murid-murid SD mau mengunjungi Pameran Perpustakaan dan Arsip se-Jawa Tengah di pusat perbelanjaan. Kunjungan sudah mendasarkan nalar dan imajinasi mutakhir, tak perlu melanjutkan propaganda berasal dari masa Orde Baru.

Murid-murid sekarang mungkin memiliki pemahaman melampaui pengertian-pengertian lawas mengenai perpustakaan. Pameran sempat membangkitkan kesenangan tapi keinginan mengerti perpustakaan dalam sajian buku-buku cerita mungkin tak gampang terpenuhi.

Ikhtiar mengajak bocah menjadi gandrung buku masih saja dikerjakan sampai sekarang dengan menggunakan pelbagai jurus dan bujukan. Di Majalah Bobo edisi 18 Mei 2017, bocah-bocah mendapat suguhan tulisan-tulisan bertema besar Mengenal Buku Digital. Di halaman profil, pembaca dikenalkan dengan Sulasmo selaku pencipta aplikasi perpustakaan digital. Ia membuat aplikasi iJakarta.

Pada 2017, iJakarta memiliki 13.000 judul buku, diunduh 175.000, dan memiliki anggota 89.000 orang. Koleksi buku anak di iJakarta adalah 640 buku. Berita mutakhir itu ada di seberang pemahaman tradisional mengenai perpustakaan. Pameran demi pameran perpustakaan mungkin tetap bakal diadakan setiap tahun.

Kita maklumi saja sambil menantikan kemauan para penulis menjadikan perpustakaan itu cerita agar semakin merangsang bocah-bocah membaca buku. Mereka berhak membaca melalui perpustakaan bercap “lama” atau menuruti selera mutakhir berupa buku digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya