SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas di perpustakaan (smapas7bdg.blogspot.com)

Pihak sekolah harus memperhatikan perpustakaan

Harianjogja.com, JOGJA-Kondisi literatur perpustakaan sekolah perlu mendapat perhatian karena bisa menjadi lahan strategis dalam menyebarkan paham radikalisme.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Persoalan literatur ini dibahas dalam diseminasi hasil penelitian bertajuk Literatur Keislaman Generasi Milenial, Selasa (30/1/2018). Kegiatan itu dihelat Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Ikatan Sarjana NU (ISNU) dan Puspidep Jogja.

Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kaijaga Jogja Suhadi mengaku dalam giat itu ia meneliti di lima perguruan tinggi dan lima sekolah. Menurutnya, pihak sekolah harus memperhatikan perpustakaan, karena yang terlihat di perpustakaan tak terkecuali di Jogja seperti pasar bebas bagi ideologi bagi anak muda milenial.

Ia menyarankan perlunya sekolah melakukan seleksi terhadap buku yang isinya sama dengan dengan visi sekolah dan visi kebangsaan. Namun, bukan berarti harus memiliki ketakutan berlebihan terhadap ideologi yang eksklusif karena itu bagian dari proses berpikir.

“Kalau toko buku kami tidak merekomendasikan untuk sensor, karena itu segmen pasar masing-masing. Tetapi yang perlu didorong adalah kelompok moderat ini untuk memproduksi karya sebanyak-banyaknya sebagai pengimbang bagi wacana keislaman yang eksklusif,” terangnya, Selasa (30/1/2018).

Ia menambahkan, berdasarkan hasil penelitiannya saat ini banyak dijual seperti buku jihadis. Namun, untuk wilayah Jogja tergolong sedikit dibandingkan Solo atau Bogor, selain itu peminat buku jihadis untuk wilayah DIY relatif minim. “Tetapi buku dari kelompok tarbawi dan salafi memang membanjiri,” kata dia.

Ketersediaan berbagai jenis buku di setiap kota memang bisa berdampak pada keislaman seseorang meski tidak secara langsung. Oleh karena itu, anak muda harus diberikan keleluasaan berfikir karena mereka masih berproses. Sayangnya buku pengimbang yang disajikan oleh kelompok moderat kurang bisa diterima di generasi milenial karena masih bersifat konvensional. “Kelompok pengimbang ini tampaknya harus belajar juga pada kelompok ekslusif,” kata dia.

Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogja Prof. Nurhaidi Hasan menjelaskan, penelitian itu dilakukan di 16 kota, adalah Medan, Pekanbaru, Padang, Bogor, Bandung, Solo, Jogja, Surabaya, Jember, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Palu, Mataram, Ambon dan Denpasar. Selain mengumpulkan literatur, para peneliti melakukan wawancara individu dan dalam bentuk grup diskusi terhadap siswa SMA-MA, mahasiswa Perguruan Tinggi Umum (PTU) dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) termasuk meminta keterangan kepada guru, dosen atau pengambil kebijakan di sekolah maupun kampus bersangkutan.

“Di 16 kota tersebut peneliti mewawancarai lebih dari 288 informan individu dan menyelenggarakan 32 kali FGD yang diikuti sekitar 320 siswa-mahasiswa,” ujarnya.

Meskipun teknologi komunikasi, tetapi tak dipungkiri bahwa buku masih menjadi media persemaian ideologi agama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Ideologi Islamisme umumnya menyusup melalui buku dan bacaan keagamaan yang menyebar di kalangan pelajar dan mahasiswa. Generasi milenial berhadapan langsung dengan masifnya pengaruh ideologi islamis yang datang menawarkan harapan dan mimpi tentang perubahan.

Ia menambahkan, penelitian itu menemukan pola hubungan paralel antara pertumbuhan produksi literatur keislaman di sebuah kota dengan perkembangan gerakan islamisme di kota tersebut. Solo misalnya, menjadi kota yang paling banyak melahirkan penerbit yang aktif memproduksi literatur islamisme dan menjadi rumah utama bagi penerbit yang aktif memproduksi buku jihadisme di Indonesia, kemudian diikuti oleh Jogja, Jakarta dan Bogor.

Kemudian di sekolah dan perguruan tinggi, para peneliti menemukan fakta bahwa pesan literatur resmi tentang toleransi dan anti radikalisme serta kekerasan cukup menonjol. Sementara di PTU, keberadaan buku Pendidikan Agama Islam bagi mahasiswa terbitan Kemenristekdikti gagal menempatkan dirinya sebagai bacaan utama dalam mata kuliah PAI.

“Kami memandang kurikulum, materi, dan buku-buku PAI di SMA/MA dan perguruan tinggi perlu terus disempurnakan dengan berpijak pada apa yang ada dan capaian yang telah diraih saat ini. Satu hal yang dapat segera dilakukan oleh Kemenag, Kemendikbud, dan Kemenristekdikti adalah mempersolid kurikulum dan materi PAI di semua jenjang pendidikan untuk mendukung tercapainya tujuan kerukunan, perdamaian dan berkembangnya Islam yang moderat,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya