SOLOPOS.COM - Penyetoran laporan SPT Tahunan PPh, Rabu (18/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Perppu akses informasi keuangan yang diteken Presiden Jokowi memungkinkan petugas pajak mengakses rekening wajib pajak.

Solopos.com, JAKARTA — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perbankan memungkinkan Ditjen Pajak mengakses informasi rekening wajib pajak. Namun, pemerintah meminta industri perbankan tetap tenang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perbankan tidak perlu serius menanggapi sejumlah kabar miring soal implementasi perppu itu. Pasalnya, kebijakan yang sama tak hanya diimplementasikan di Indonesia, tetapi di sejumlah negeri jiran.

“Tidak usah ditanggapi serius. Kalaupun hal itu benar, berarti orang itu tidak tahu, karena di Singapura juga sama,” kata Darmin di Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Perppu itu, kata dia, merupakan komitmen pemerintah terkait dengan implementasi automatic exchange of information tahun depan. Kendati belum disetujui DPR, perppu tersebut sudah berlaku dan memiliki kekuatan hukum.

“Iya, sebagai perppu [berlaku]. Tapi untuk menjadi undang-undang perlu di bahas dalam masa sidang di DPR,” ungkap dia.

Setelah itu berlaku, instansi yang berkepentingan yakni Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bisa mengakses informasi rekening-rekening wajib pajak yang disimpan perbankan.

Adapun, akses keterbukan informasi keuangan yang selama ini ditunggu Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akirnya mulai berlaku. Perppu yang memiliki No 1/2017 itu memuat 10 pasal yang memuluskan langkah otoritas pajak mengakses data di sejumlah lembaga keuangan. Sejumlah pasal yang selama ini dianggap menghambat akses Ditjen Pajak dianggap tak berlaku.

Pasal 8 Perppu tersebut misalnya menyebutkan Pasal 40 dan 41 UU Perbankan, Pasal 47 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 UU No. 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, serta Pasal 41 dan 42 UU No. 21/2008 Tentang Perbankan Syariah dianggap tidak berlaku sepanjang terkait perpajakan.

Selain sejumlah pasal yang mengatur kerahasiaan nasabah, beleid itu juga meniadakan Pasal 35 Ayat 2 dan Pasal 35 A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mengatur prosedur soal peermintaan data ke lembaga keuangan serta aturan yang mewajibkan sejumlah lembaga pemerintah untuk menyediakan data untuk kepentingan perpajakan juga dihapus.

Dikutip dari Setkab.go.id, perppu ini memberikan ancaman sanksi bagi pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas yang: a. tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud; b. tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan secara benar; dan/atau c. tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang: a. tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud; b. tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan secara benar; dan/atau c. tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan dipidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan dalam laporan sebagaimana dimaksud, menurut Perppu ini, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya