SOLOPOS.COM - Peringatan satu dekade reformasi pajak (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

Peringatan satu dekade reformasi pajak (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

SOLO–Rois Syuriah PBNU, KH Masdar Farid Mas’udi menegaskan isu boikot pajak yang belakangan ini muncul harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Kepada wartawan di sela-sela Peringatan Satu Dekade Reformasi Birokrasi Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil) DJP Jateng II, Senin (10/9/2012), Masdar menegaskan isu boikot pajak secara teori bisa saja muncul di semua negara. Biasanya, isu atau opsi boikot muncul saat ada kekecewaan yang tinggi rakyat terhadap akuntabilitas penggunaan keuangan negara yang diperoleh dari hasil pajak. Salah satunya, mengenai maraknya isu korupsi.

“Dan ini harus menjadi peringatan. Karena, jika boikot pajak itu benar-benar terjadi, maka negara ini bisa ambruk,” kata Masdar.

Dengan risiko yang lebih besar ini, maka rakyat harus punya opsi lain menyikapi pajak.

“Jika hanya sekadar membayar pajak dan kemudian tidak paham dengan pemanfaatan uang pajak itu, ya percuma. Idealnya, rakyat atau wajib pajak juga harus bertanggung jawab terhadap uang pajak yang dibayarkannya.”

Sementara mengenai peringatan satu dekade reformasi birokrasi pajak, Kepala Kanwil DJP Jateng II, Bambang Is Sutopo menjelaskan bahwa peringatan satu dekade reformasi birokrasi kali ini diadakan sebagai upaya untuk menghidupkan semangat perubahan bagi pegawai pajak.

Selain itu, juga merupakan sarana untuk melakukan refleksi atas perjalanan perubahan yang dilakukan selama ini.
“Maka, dalam peringatan kali ini hadir beberapa narasumber dari luar yang diharapkan mau memberikan kritik dan masukan atas kinerja DJP,” kata Bambang.

Bambang mengatakan reformasi birokrasi di DJP dimulai 2002, ditandai dengan dibentuknya kantor wilayah dan kantor pelayanan pajak (KPP) wajib pajak besar, atau disebut large tax office (LTO). Selanjutnya, reformasi birokrasi diteruskan dengan perubahan organisasi unit-unit di lingkungan DJP, yaitu dibentuknya KPP Madya dan KPP Pratama.

Beberapa fitur dari perubahan yang dilakukan DJP antara lain adanya pelayanan satu atap untuk segala jenis pajak, adanya panduan hak dan kewajiban wajib pajak untuk menjaga transparansi pelayanan pajak, serta kode etik pegawai untuk menjaga integritas pegawai pajak. Fitur yang saat ini sedang dalam proses adalah pengembangan sistem pengelolaan SDM berbasis kinerja.

“Harapannya dengan berbagai perubahan ini bisa terjadi peningkatan yang signifikan pada kualitas pelayanan dan pengawasan wajib pajak. Pada gilirannya akan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan penerimaan pajak.”

Bambang melanjutkan, peningkatan penting mengingat besarnya peranan penerimaan pajak dalam APBN, di Kanwil DJP Jateng II, contohnya, tahun 2012 penerimaan pajak ditarget Rp5,04 triliun. Pencapaian sampai dengan Agustus 2012 mencapai Rp2,89 triliun atau sekitar 57% dengan pertumbuhan 16,26%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya