SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembayaran pajak. (JIBI/Solopos/Dok.)

Terakhir pada 2015, tingkat kepatuhan pajak hanya 82,0%.

Harianjogja.com, JOGJA-Kondisi perpajakan Indonesia masih cukup menghawatirkan sebab dari tingkat kepatuhannya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Terakhir pada 2015, tingkat kepatuhan pajak hanya 82,0%, padahal pada 2014 91,6% dan bahkan pada 2011 bisa mencapai 97,2%.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) DIY Yuli Kristiyono mengatakan, tidak adanya imbalan langsung dari membayar pajak menjadi alasan wajib pajak enggan menuntaskan kewajibannya. “Bayar pajak itu memang tidak seperti belanja di toko, bayar langsung dapat barang, dapat celana, dapat imbalan langsung, sehingga hal ini yang kadang membuat masyarakat enggan bayar pajak [karena tidak ada imbalan langsung],” kata Yuli, dalam Sosialisasi Amnesti Pajak untuk Wartawan se-DIY di Bilik Kayu Resto, Selasa (1/11/2016).

Manfaat membayar pajak akan dirasakan dalam jangka panjang. Ia menyebut, pajak dilakukan untuk kepentingan negara, seperti membangun infrastruktur, pembangunan sekolah, layanan kesehatan, kelestarian budaya, dan kepentingan pembangunan negara lainnya. Namun sayangnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya masih rendah, baik untuk melaporkan Surat Pernyataan (SPT) maupun membayar pajak. Kondisi ini pun membuat penerimaan negara menjadi tidak maksimal. Penerimaan negara sendiri, 75% berasal dari pajak. Jika penerimaan bisa melebihi porsi itu, pembangunan di Indonesia bisa lebih optimal dan tercipta keadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Dosen Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM Eko Suwardi mengatakan, target penerimaan pajak lima tahun terakhir hanya tercapai pada 2008. Dilihat dari tax ratio Indonesia juga paling rendah dibandingkan negara lain seperti Singapura dan Malaysia yaitu hanya sebesar 11,8%.

Kondisi tersebut tidak hanya dialami Indonesia. Negara seperti Laos dan Filipina bahkan mengambil sikap dengan menurunkan tarif pajak demi menggugah kesadaran warganya membayar pajak. Negara-negara tersebut beranggapan tarif pajak rendah adalah insentif untuk warganya agar mereka tertarik untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara. Penurunan tarif pajak ini juga berpotensi menarik investor luar negeri untuk menanamkan hartanya di negara berpajak rendah.

Namun, kata Eko, perlombaan penurunan tarif ini justru dinilainya membahayakan. “Kalau [tarif pajak] turun, dari mana sumber penghasilan negara? Kalau seperti Singapura yang negaranya jecil masih bisa mengandalkan penerimaan dari jasa. Tapi kalau Indonesia, kemungkinan [penerimaan pajak] tidak bisa mengcover kebutuhan negara,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya