SOLOPOS.COM - Bupati Boyolali, Seno Samodro. (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Warga Boyolali mengkritik pernyataan Bupati Seno.

Solopos.com, BOYOLALI — Pernyataan Bupati Boyolali Seno Samodro soal pendirian tower yang kerap dimintai sumbangan oleh warga sekitar menuai kritik dari warga.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut Seno, pungutan oleh warga itu tak dibenarkan karena tak memiliki dasar hukum dan bisa menghambat iklim investasi di Boyolali. Pernyataan Seno itu terkait Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 27/2009 tentang Pedoman Izin Gangguan (hinder ordonantie/HO) menjadi Permendagri No. 22/ 2016.

Masyarakat menilai perubahan Permendagri itu mengabaikan kearifan lokal. Perubahan aturan tersebut dinilai merugikan warga setempat yang berada di sekitar lokasi usaha.

Tokoh masyarakat Desa Donohudan, Ngemplak, Sutrapsilo, saat berbincang dengan Solopos.com di desanya, Jumat (5/5/2017), menilai perubahan aturan itu sama dengan mengesampingkan nilai-nilai kearifan lokal. Dengan aturan itu, kata dia, warga di sekitar lokasi usaha investor terancam hak-haknya untuk hidup yang nyaman dan aman.

“Misalkan soal pendirian tower. Warga dilarang meminta kompensasi kepada pelaku usaha dengan alasan tak memiliki dasar hukum. Padahal, dalam masyarakat itu kan ada namanya rembuk sosial dan dana sosial sebagai upaya menjaga kohesi sosial,” ujar mantan Kepala Desa Donohudan ini.

Lebih jauh, Sutrapsilo menjelaskan dasar hukum warga di lingkungan RT/RW meminta kompensasi ialah musyawarah bersama. Musyawarah ini menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang bisa menjadi dasar hukum.

“Soal berapa besar santunan dan kompensasi ini, ya sewajarnya sesuai hasil musyawarah bersama. Kalau santunan ini dihapus dengan dalih tak ada dasar hukumnya, ya warga yang terancam dirugikan. Kearifan lokal bisa hilang,” terangnya.

Dalam tatanan masyarakat selama ini memang dikenal istilah pagar mangkok. Istilah ini merujuk bagaimana sebuah upaya membangun kebersamaan sebagai pijakan utama menjaga kohesi sosial. “Kalau perusahaan istilahnya kan ada CSR. Ini harus tetap ada, bukan dihapus,” paparnya.

Hal senada disampaikan Ketua 001/RW 005, M. Nazarudin. Menurutnya, sengketa tower di wilayahnya sudah sedemikian lama namun belum ada solusinya. Dengan keluarnya perubahan aturan itu, kata dia, hak-hak warga akan kian terpinggirkan.

Bupati Boyolali Seno Samodro mengatakan peraturan mengenai HO sudah tidak relevan lagi untuk mendukung investasi di daerah. “HO atau izin gangguan itu peninggalan VOC 1926 dan saat itu Indonesia belum merdeka. Sebenarnya Boyolali sudah sejak lama tidak menarapkan peraturan izin HO lagi kalau ada investor yang masuk ke sini,” kata dia saat ditemui wartawan beberapa waktu lalu di rumah dinasnya.

Dengan tidak adanya HO ini, menurutnya, iklim investasi di Kota Susu dan daerah lain akan lebih sejuk karena investor tak perlu lagi khawatir akan dipungut biaya oleh pihak tertentu yang sebenarnya tidak jelas dasarnya. Dia mencontohkan dalam pembangunan sebuah tower (menara), warga tidak boleh meminta uang kepada pembangun dengan alasan mangganggu mereka.

Tapi sebagai gantinya, pembangun harus memberikan jaminan asuransi kepada warga sekitar yang mungkin akan terkena imbas jika menara roboh. “Solusinya, warga diasuransikan. Selesai! Kalau tower itu nanti roboh, warga yang kena mendapat asuransi,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya