SOLOPOS.COM - Mbah Kodok ditemani seniman Solo, Suprapto Suryodarmo tengah membasuh muka di Sendhang Margo. (JIBI/Solopos/Aries Susanto)

Pernikahan peri dengan manusia yang kini dikarunia bayi kembar dampit dinilai sejumlah kalangan adalah manifestasi ajaran Islam rahmatallil’alamin.

Madiunpos.com, NGAWI – Kontroversi pernikahan peri Roro Setyowati dengan Mbah Kodok Ibnu Sukodok di Ngawi justru diacungi jempol oleh sebagian kalangan. Tak hanya kaum seniman penyelenggara acara tersebut, sejumlah pejabat, kalangan budayawan, masyarakat sekitar, hingga Bupati Ngawi, Budi Sulistyono pun memberikan apresiasi luar biasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Budayawan Islam, Zastrouw Al Ngatawi bahkan menyebut event tersebut sebagai pengejawantahan ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Menurutnya, peristiwa pernikahan peri dengan manusia yang berlanjut selamatan jagong bayi peri mengajarkan cinta kasih (rahman-rahim) bukan saja kepada manusia. Melainkan juga kepada makhluk lain, selain manusia, seperti jin, peri, danyang, pohon, hutan, dan binatang.

Ekspedisi Mudik 2024

“Rahmatallilalamin itu maknanya bukan rahmat bagi manusia saja. Tapi, rahmat bagi semesta alam. Manusia itu hidup tak hanya dengan sesama manusia, tapi ada makhluk lain, seperti jin, peri, danyang, air, hutan, udara. Dan semua itu harus disayangi,” ujar Zastrouw saat memberikan orasi budaya dalam acara jagong kelahiran bayi kembar dampit putra Mbah Kodok dan peri Setyowati di Alas Begal, Kedunggalar, Ngawi, Minggu (7/6/2015).

Mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU itu menegaskan dalam acara ini sama sekali tak ada unsur kemusyrikan atau syirik. Sebaliknya, acara ini justru terkandung nilai sangat luhur, di mana ajaran cinta kasih kepada hutan, penyelamatan air, membantu peri, membangun kesadaran masyarakat untuk bergotong royong dan saling tolong menolong.

Tak hanya itu, lanjutnya, warga, seniman, pejabat juga saling berbahu tanpa bayar sepeser pun demi terlaksananya acara penyelamatan hutan ini. Mereka memiliki niat ikhlas membantu membangun kembali rumah peri yang dirusak oleh keserakahan manusia.

“Coba di mana letak kemusrikannya? Kalau ada manusia yang tak percaya hal gaib, merusak hutan, menebang pohon seenaknya sambil menuduh orang yang menaburi kembang di bawah pohon sebagai perbuatan syirik, maka sesungguhnya dia sendiri yang syirik,” tegasnya seraya mengutip ayat Alquran surat Al Baqarah bahwa ciri orang beriman ialah memercayai hal gaib.

Pantauan Madiun Pos, acara yang juga dihadiri Bupati Ngawi, Budi Sulistyono tersebut digelar penuh hikmat. Di sepanjang jalan dan sudut lokasi, terpasang tempat sampah dan peringatan larangan membuang sampah sembarangan.

Acara juga disengkuyung warga dengan menyajikan makanan tumpeng untuk para tamu. Tak hanya itu, Alas Begal yang semula kotor, jorok, juga dibersihkan, dan menarik untuk dikunjungi. Tentu saja, sajian para seniman yang aduhai, mulai kostum, happening art, musikalisasi, serta kekompakannya, kian menambah acara menakjubkan.

Sejumlah pohon-pohon besar juga diberi busana kain putih sebagai bentuk kasih dan penghormatan. Sendang air Pangiyom juga dibalut busana kain mori putih melingkar untuk mengangkat harkat sumber mata air, hutan, serta para penjaganya.

KLIK dan LIKE di sini untuk update informasi Madiun Raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya