SOLOPOS.COM - Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. (Instagram @erinagudono)

Solopos.com, SOLO–Pasangan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono akan menjalani prosesi adat ngunduh mantu di Loji Gandrung Solo pada Minggu (11/12/2022) pagi.

Prosesi itu mulai dari masuk, atur pasrah panampi, ngunjuk tirta wening, gepyokan, boyong, sungkeman, kerobongan, tumplak punjen, dan begalan. Suasana prosesi tersebut dipastikan akan sangat sakral diiringi dengan gending yang sudah pakem.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sedangkan acara di Pura Mangkunegaran sekedar tasyakuran atau resepsi pernikahan dengan iringan gending atau karawitan bernuansa keceriaan dan kegembiraan.

Pranata Laboratorium Pendidikan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Guntur Sulistyono, menjelaskan prosesi yang akan dijalani Kaesang-Erina di Loji Gandrung adalah adat atau tradisi.

Ekspedisi Mudik 2024

“Prosesi adat lengkap diselesaikan di Loji. Di Pura [Mangkunegaran] cuma terima tamu,” ujar dia, saat dihubungi Solopos.com, Senin (5/12/2022).

Baca Juga: Urutan Upacara Perkawinan Adat Yogyakarta, Penuh Makna Simbolis

Guntur menjelaskan gending untuk prosesi adat Jawa sudah ada alias pakem. Sehingga pihaknya tinggal menyajikan saja saat hari H. Sebab tim kerawitan yang akan memainkan iringan gending selama prosesi adat itu sudah cukup terlatih.

“Yang di Loji Gandrung acara adat. Jadi gendingnya yang sudah ada. Artinya kan kita tinggal menyajikan. Umpamanya gending Ladrang Wilujeng untuk masuknya dua temanten. Itu biar semuanya selamat. Itu makna gendingnya,” tutur dia.

Sedangkan untuk penggarapan gendingnya, menurut Guntur, akan menyesuaikan dengan kebutuhan di lokasi acara. Ada dua versi garapan yang disiapkan, yaitu garap irama tanggung dengan gending Ladrang Wilujeng pakai soran atau tetabuhan keras.

Atau versi irama dadi dengan tambahan gerongan atau koor maupun suarawati atau sinden. Versi mana yang akan dipakai akan melihat ke jarak antara lokasi Kaesang turun dengan lokasi atau tempat dilangsungkannya prosesi atur pasrah panampi.

Baca Juga: Catat! Ini Lokasi 9 Panggung Hiburan Pernikahan Kaesang-Erina di CFD Solo

“Jarak antara turunnya Mas Kaesang ke tempat atur pasrah panampi seberapa jauh. Kalau jauh kita buat irama dadi pakai gerongan. Tapi kalau jaraknya dekat, kami pakai irama tanggung keras pakai namanya soran, seperti keras lirih tadi,” terang dia.

Guntur mengatakan tim kerawitan sudah fasih dengan dua versi karawitan atau gending yang akan dimainkan. Sebab mereka selama ini sudah terlatih dengan gending adat atau tradisi itu. “Kan gendingnya itu kami tinggal menyajikan,” imbuh dia.

Guntur menjelaskan alunan gending Jawi akan mengiringi setiap rangkaian acara adat di Loji Gandrung. Selain gending Ladrang Wilujeng, ada gending Bowo Dhandhanggula Malatsih untuk sesi atur pasrah dan panampi, atau pasrah dan terima.

“Bentuknya seperti bowo masuk ke bentuk palaran lombo dan palaran rangkep. Kemudian disambung Ketawang Pangkur Malatsih,” urai dia.

Baca Juga: Kaesang Pangarep Antar Undangan Pernikahan ke Cikeas, SBY Janjikan Hadir

Sedangkan untuk makna dari gending-gending tersebut menurut Guntur tak selesai diceritakan semalaman.

Namun, secara ringkas, menurut dia, setiap gending dan prosesi adat Ngunduh Mantu itu memiliki makna masing-masing.

Guntur mencontohkan gending Dhandhanggula Malatsih di prosesi atur pasrah panampi tersebut memang untuk menyingkat waktu.

“Pasrah itu biasanya pakai pidato waktunya tidak cukup lima menit. Tapi kalau panembromo cukup tiga menit, pakai tembang tiga sampai empat menit cukup. Itu makna pasrahnya kena, makna yang menerima atur pasrah atau panampi kena,” ujar dia.

Selanjutnya, pangkur malatse saat sesi gebyokan dan ngunjuk tirta wening juga akan disesuaikan dengan waktunya, menjadi lebih cepat. “Jadi gending jalan, acara jalan. Kan gendingnya cocok dengan suasana gebyokan dan tirta wening,” urai dia.

Baca Juga: Nikahan Kaesang, Pejabat Polda Jateng Jajal Naik Becak Vastenburg-Mangkunegaran

Begitu juga saat dibawa masuknya kain untuk mempelai atau kain sindur ke tempat duduk mempelai, menggunakan boyong basuki. Gending itu cocok karena acaranya boyong manten. Sehingga suasana prosesi Loji Gandrung sangat sakral.

“Kalau yang di Pura Mangkunegaran gendingnya banyak. Tapi itu istilahnya cuma kami menghibur, gendingnya bebas. Tapi masih terikat pakem. Misalnya Ketawang itu empat gatra. Empat gatra, gong. Satu gatra terdiri empat tabuhan,” terang dia.



Walau menyajikan gending bebas, Guntur menyatakan gendingnya bukan tergolong kontemporer. Sentuhan improvisasi atau kreativitas paling hanya di syair yang diganti. Seperti gending yang berjudul Ketawang Ibu Pertiwi yang akan dibawakan.

“Kesan gendingnya renyah, dengan nuansa kebahagiaan dan keceriaan. Istilahnya ya renyah gitu aja, senang-senang. Beda dengan nuansa agung, iramanya lain, karakter gendingnya juga lain,” sambung dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya