SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan dini (JIBI/Solopos/Antara-blogammar.com)

Pernikahan dini atau kawin muda dituding Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko sebagai salah satu pemicu perceraian.

Semarangpos.com, SEMARANG — Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko menuding perceraian adalah salah satu dampak dari perkawinan dini atau kawin muda yang belum didasari perencanaan berkeluarga.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

“Perceraian ini penyebabnya memang kompleks, salah satunya dari perkawinan [pada usia] terlalu muda. Mereka belum siap betul ke jenjang rumah tangga,” katanya. Hal tersebut diungkapkan Wagub Heru Sudjatmoko seusai Sosialisasi Pencegahan KDRT Sejak Dini dan penyerahan Mobil Lindungan (Molin) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Kota Semarang, Rabu (16/11/2016).

Penyebab-penyebab lainnya, lanjut dia, bisa dikarenakan faktor ekonomi. Misalnya, belum bekerja tetapi sudah menikah sehingga membuat mereka kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. “Namun, perlu disadari bahwa perceraian bukan hanya berdampak terhadap suami-istri, melainkan juga terhadap anak. Dampak (perceraian, red.) terhadap lebih panjang dan serius,” katanya.

Maka dari itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Jateng terus berupaya untuk menekan atau meminimalkan terjadinya perceraian, salah satunya dengan meningkatkan taraf pendidikan masyarakat. Ia menyebutkan program wajib belajar 9 tahun yang terus digalakkan juga bisa membantu meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, diikuti dengan kabupaten/kota yang meneruskannya jadi 12 tahun.

“Artinya, mereka sudah lulus SMA dengan wajib belajar 12 tahun. Wajib belajar ini kan gratis. Paling tidak, jika mereka kemudian memutuskan menikah sudah lulus SMA atau 18 tahunan,” katanya. Meski demikian, sambung Heru, usia untuk menikah setidaknya minimal 20 tahun untuk perempuan dan 22 tahun untuk laki-laki agar mereka lebih siap untuk membangun keluarga berencana (KB).

Sementara itu, Kementerian PPPA mengakui kasus perceraian belakangan ini relatif cukup tinggi, termasuk di Jateng yang secara tidak langsung karena makin sadarnya perempuan atas hak-hak yang dimilikinya. “Kalau dahulu, maaf, perempuan ditindas, dilecehkan, didiskriminasi diam saja, sekarang ini mereka bicara,” kata Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari Penghapusan KDRT Usman Basuni.

Ia mengapresiasi makin meningkatnya kesadaran kaum perempuan atas hak-haknya dan mendorong kesetaraan berbasis gender meskipun di sisi lain berekses terhadap makin tingginya kasus perceraian. “Di satu sisi, ada baiknya kesadaran perempuan terhadap hak-haknya makin meningkat. Akan tetapi, eksesnya membuat angka perceraian memang menjadi tinggi. Di Jateng, misalnya, ada 85 kasus perceraian/hari,” katanya.

Artinya, kata Usman, jika dirata-rata setidaknya ada tiga pasangan yang bercerai setiap harinya di masing-masing kabupaten dan kota di Jateng, belum dengan daerah atau provinsi yang lainnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya