SOLOPOS.COM - Pasangan Tri Suryanto dan Melliana mengikuti prosesi peribadatan saat upacara pernikahan mereka menurut agama Konghucu di Klenteng Tien Kok Sie, Pasar Gede, Solo, Sabtu (3/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Pasangan Tri Suryanto dan Melliana bersembahyang dalam rangkaian upacara pernikahan mereka di Klenteng Tien Kok Sie, Pasar Gede, Solo, Sabtu (3/11/2012). Pernikahan itu merupakan pernikahan yang pertama di klenteng tersebut sejak masa Orde Baru. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Klenteng itu menjadi saksi cinta mereka berdua. Suyanto dan Meliana, warga Jebres, Solo menyatakan ikrar satu hati satu cinta di hadapan patung Dewi Kwan Im Klenteng Tien Kok Sie Solo. “Sesuai dengan UU No 1/ 1974 bahwa syarat sah pernikahan ialah dilakukan cara agama dan dicatatkan di pemerintah, maka kalian berdua telah sah menjadi suami istri,” kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispekdukcapil) Solo, Tri Puguh Priyadi selepas mencatat
pernikahan sepasang suami istri baru itu, Sabtu (3/11/2012).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pernikahan Suyanto dan Meliana memang cukup menyedot perhatian khalayak. Bukan saja lantaran resepsi mereka yang diiringi oleh tarian barongsai serta pelepasan balon di udara. Namun, perayaan dan lokasi pernikahan mereka juga terbilang cukup unik, yakni di sebuah klenteng yang selama ini sepi dari aktivitas pernikahan umat Konghucu.

“Klenteng ini namanya Tri Dharma, karena dipakai oleh penganut Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme. Namun, baru kali ini dipakai oleh Konfusianis untuk pernikahan ala Konghucu ,” kata Adji Chandra, pemimpin acara pernikahan ala Kong Huchu di klenteng bersejarah itu. Adji mengaku tak ingat persis sudah berapa puluh tahun Klenteng Tien Kok Sie tak pernah dijadikan tempat ibadah oleh para pemeluk Konfusianisme atau umat Konghucu. Yang jelas, sambung Adjie, dengan
adanya pernikahan tersebut, Klenteng Tien Kok Sie telah membuka lembaran sejarah baru bagi kemajuan hidup beragama. “Selama ini, klenteng ini paling banyak untuk tempat ibadah dari kalangan budhisme,” ujar Adji yang juga koordinator group Liong dan Barongsai Tripusaka Solo itu.

Pasangan Tri Suryanto dan Melliana mengikuti prosesi peribadatan saat upacara pernikahan mereka menurut agama Konghucu di Klenteng Tien Kok Sie, Pasar Gede, Solo, Sabtu (3/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Yang tak kalah menggembirakan lagi, pasangan suami istri itu berasal dari latar belakang yang berbeda. Sang istri, Meliana adalah warga keturunan Tionghoa. Namun, suaminya adalah warga pribumi asli. “Ini kian menegaskan bahwa sekarang tak lagi penting perbedaan suku. Meski mereka berasal dari latar belakang berbeda, namun tak menghalangi niat
mulia mereka,” papar Adji.

Menurut Adji, kebebasan beragama dan kesamaan hak warga negara, khususnya warga Konghucu di Nusantara, telah berkembang pesat. Tak hanya dalam pengakuan agama Konghucu saja. Namun, dalam hal perkawinan, pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), hingga pelajaran agama Kongucu pun juga mendapatkan perlakuan yang sama. Bahkan, sejumlah kegiatan umat Konghucu pun juga mulai banyak yang didukung pendanaan dari pemerintah. “Sejumlah rumah ibadah Konghucu dan
kesenian barongsai pun sekarang mendapatkan banyak dukungan dari pemerintah. Kami sangat bangga atas perubahan ini,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya