SOLOPOS.COM - Ilustrasi premanisme. (Solopos/Dok)

Solopos.com, WONOGIRI — Desa Pidekso di Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, pernah jadi sasaran bom oleh penjajah kolonial Belanda.

“Karena di sini dulu ada yang jadi tentara. Kemudian karena ada mata-mata dari luar daerah, pada 1948 tepatnya di Dusun Mering itu ada rumah yang dijatuhi bom,” kata Sukimin, 74, pinisepuh Desa Pidekso, Jumat (7/1/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sukimin lahir pada 1947, ketika gejolak revolusi bergelora untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Kisah kejatuhan bom di Desa Pidekso itu, menurut Sunarno, salah seorang tokoh Desa Pidekso, diterima mayoritas masyarakat melalui cerita dari mulut ke mulut.

Baca Juga: Mengurai Sejarah Desa Pidekso Wonogiri, Warganya Kecil Tapi Perkasa

Sukimin menambahkan, anggapan digdayanya warga Desa Pidekso salah satunya karena dulu warganya banyak yang menjadi kecu, sebutan bandit pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Keberadaan kecu tak hanya terjadi di pedesaan Vorstenlanden, tetapi juga pedesaan Jawa.

“Karena ceritanya dulu banyak yang menjadi kecu dari Desa Pidekso, orang luar enggak berani ke sini. Kalau ada yang mau mencuri di Dusun Pidekso pun, mereka akan berhenti di sini sampai barang hasil curiannya dilepaskan,” kata Sukimin.

Sukimin dan Sunarno mengaku sampai saat ini tidak ada kasus pencurian di Desa Pidekso karena terpengaruh anggapan “kedigdayaan” yang dimiliki warga Desa Pidekso. Tak berhenti pada anggapan digdayanya warga Pidekso karena menjadi sarangnya  bandit, Sunarno juga menceritakan kuatnya Pidekso dalam banyak hal.

Baca Juga: Bendungan Pidekso Wonogiri Ramai Pengunjung, Karang Taruna Tuai Berkah

“Mulai dari persatuannya, gotong-royong warganya, dan sebagainya. Merunut pada sejarah, banyak hal yang apa-apa kami bangun sendiri/ swadaya,” kata Sunarno.

Ia menjelaskan pada 1996 di Desa Pidekso dibangun jembatan yang seharusnya hanya mampu dibuat pemerintah pusat. Jembatan itu menghubungkan Dusun Pidekso di RT 1 dan RT 2, karena sebelumnya warga yang ingin berkomunikasi terhalang oleh bentangan sungai yang lebarnya sekitar 30 meter.

“Kami membangun jembatan penghubung itu yang 99,9% dari dana swadaya. Pengaspalan desa pun, sebelum adanya dana desa, kami pakai dana swadaya,” ungkap Sunarno.

Baca Juga: Penasaran, Masyarakat Wonogiri Ingin Bendungan Pidekso segera Dibuka

Pembangunan jembatan dengan dana swadaya itu dikuatkan ketika Solopos.com mengunjungi situs pidekso.sideka.id. Dalam artikel sejarah desa di situs itu disebutkan Desa Pidekso mencatat sejarah tersendiri pada 1996 karena keberhasilan mereka membangun jembatan penghubungnya dikunjungi Bupati Wonogiri pada masa itu, Tjuk Susilo. Dia menjadi Bupati Wonogiri pertama yang menginjakkan kaki di Desa Pidekso setelah Indonesia merdeka.

Sebelum sebagian wilayah di Desa Pidekso dibangun menjadi Bendungan pun, warga dan pemerintah desa sempat melakukan penolakan. Mereka merasa selama ini sudah bisa hidup mandiri tanpa dibangunnya Bendungan Pidekso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya