SOLOPOS.COM - Ilustrasi kondisi permukiman warga miskin. (JIBI/Solopos/Antara)

Permukiman Klaten, Pemkab menyiapkan regulasi untuk perumahan dan permukiman.

Solopos.com, KLATEN–Pemkab menyiapkan regulasi tentang perumahan dan permukiman. Regulasi berupa rancangan peraturan daerah (raperda) tersebut dimaksudkan sebagai payung hukum melakukan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh. Di Klaten, terdapat 13 kawasan yang masuk kategori kumuh.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Penyiapan regulasi mendapat pendampingan dari Satker Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Satker PKP Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Konsensus pendampingan dilakukan di Sekretariat Daerah (Setda) Klaten, Jumat (23/9/2016), disertai penyerahan dokumen raperda dan naskah akademik.

Kasubid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Jateng, Tri Junianto, mengatakan penyusunan raperda merupakan delegasi peraturan yang sudah ada di tingkat pusat yakni UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

“Pada prinsipnya peraturan ini bersifat delegasi. Suka tidak suka, aturan yang ada di pusat itu bisa diaplikasikan di daerah,” kata dia saat ditemui di Setda Klaten, Jumat (23/9/2016).

Tri mengatakan perda terkait perumahan dan permukiman penting. Hal itu menjadi payung hukum penentuan kebijakan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh.
Ia menjelaskan secara umum raperda tersebut terdiri dari tiga hal yang mengatur kawasan perumahan serta permukiman yakni pembinaan dan pengawasan, filterisasi perizinan, serta penindakan pelanggaran perda.

“Tiga hal itu tidak bisa dibolak-balik. Ketika pembinaan dan pengawasan serta filterisasi sudah dilakukan tetapi masih ada pelanggaran, tentu pidana yang ditegakkan,” katanya.

Tri tak menampik selama ini upaya pencegahan serta peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh sudah dilakukan di setiap daerah dengan pola yang berbeda-beda. Lantaran tak ada perda, program yang digulirkan kerap tumpah tindih. “Polanya sudah ada tetapi arahnya belum jelas. Makanya, perlu ada perda yang mengatur terkait hal itu,” urai dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan pembentukan perda tersebut juga dimaksdukan untuk mengejar target pemerintah pusat yakni bebas perumahan atau permukiman kumuh pada 2019. “Meski nanti ada perda, tetapi untuk mencapai itu tergantung aplikasinya nanti seperti apa. Penuntasan permukiman atau perumahan kumuh itu tidak hanya jadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga harus terlibat,” ungkapnya.

Akademisi dari Unika Soegijapranata, Sinar Retnaningwati, mengatakan ada tujuh kriteria yang menjadikan suatu kawasan perumahan atau permukiman sebagai kawasan kumuh. “Seperti jalan lingkungan yang tersedia apakah jalannya sempit sehingga tidak bisa untuk masuk pemadam kebakaran. Selain itu persoalan drainase yang ada seperti apa. Untuk kondisi kawasan kumuh memang sebagian besar kondisi warganya masuk kategori miskin,” ungkap Sinar yang juga Konsultan Individual tersebut.

Terkait kawasan kumuh di Kabupaten Klaten, ia menjelaskan sesuai surat keputusan (SK) Bupati yang dikeluarkan pada 2014 lalu, ada 13 kawasan yang masuk kategori kumuh tersebar di lima kecamatan. “Jadi kawasan itu bukan wilayah administrasi. Bisa satu kecamatan itu ada dua kawasan kumuh,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya