SOLOPOS.COM - Ilustrasi permakaman (JIBI/Solopos/Dok/)

Solopos.com, SOLO–Warga Kadipiro, Banjarsari membeli lahan makam secara mandiri. Warga menilai permakaman umum milik pemerintah terlalu mahal.

Ketua RW 020, Kadipiro, Banjarsari, Daryono, mengatakan warganya mengumpulkan uang untuk membeli lahan yang diperuntukkan sebagai permakaman umum. Ia menerangkan permakaman umum yang berada di RW 020 sudah penuh sehingga warga memperluas lahan makam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kami iuran untuk beli tanah seluas 425 meter persegi pada tahun 2008. Masing-masing RT mengumpulkan Rp1 juta, kekurangannya diambil dari kas makam,” ujarnya ketika dijumpai solopos.com di rumahnya, Jumat (28/2/2014).

Menurut Daryono, warga membeli tanah makan dengan harga Rp50.000 per meter dan ditanggung 10 RT. Ia mengaku warga hanya membayar Rp500.000 ketika menguburkan keluarganya di makam perkampungan. Ia menjelaskan harga di permakaman umum milik pemerintah terlalu mahal. “Kalau di Bonoloyo biayanya banyak. Perlu biaya administrasi, lahan, nduduk [menggali], ambulans, bus, perawatan, dan lainnya. Kalau hanya nduduk makam di sini kan bisa gotong royong,” terang dia.

Daryono menjelaskan warganya merupakan masyarakat menengah bawah. Oleh karena itu, warga tidak mampu memakamkan anggota keluarga di permakaman umum pemerintah. Namun, ia tidak mengetahui kepemilikan permakaman umum di kampungnya. “Makamnya turun temurun sudah ada di sini, enggak ada sertifikatnya, enggak tahu punya siapa. Kalau tanah yang baru itu baru ada sertifikatnya,” paparnya.

Warga RT 010/RW 020, Joko Ismanto, mengaku mengumpulkan uang senilai Rp10.000 untuk membeli permakaman umum di RW 020. “Kuburannya sudah penuh, jadi beli lahan kosong,” terangnya. Ia menerangkan biaya itu digunakan untuk memperluas lahan makam. Menurutnya, biaya lahan makam di perkampungan lebih terjangkau dari pada permakaman umum milik pemerintah.

“Kalau makam pemerintah bisa mencapai Rp600.000 hanya untuk lahannya. Ngijing bisa sekitar Rp500.000. Belum nduduk [menggali], untuk pengurus kuburan, ubo rampe, dan lainnya,” terang Joko. Ia pun merasa iba kepada masyarakat yang tidak mampu membayar lahan makam. Padahal, kematian merupakan kejadian yang tidak terduga. “Kasihan sek ora duwe, sumbangane semono. Kalau di kampung hanya Rp500.000 dan bisa dipinjami kas RT,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya