SOLOPOS.COM - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (infopublik.id)

Solopos.com, JAKARTA – Belum lama ini Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan white paper pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital yang dinamakan Digital Rupiah.

Penerbitan white paper ini merupakan langkah awal “Proyek Garuda,” yaitu sebuah inisiatif yang memayungi berbagai eksplorasi dan diharapkan menjadi katalisator pengembangan desain CBDC ke depan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pengembangan Rupiah Digital menegaskan fungsi BI sebagai otoritas tunggal dalam menerbitkan mata uang termasuk mata uang digital, memperkuat peran BI di kancah internasional, dan mengakselerasi integrasi ekonomi dan keuangan secara nasional.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan Central Bank Digital Currency (CBDC)? Apa perbedaan CBDC dengan aset kripto?

Dikutip Bisnis dari Pintu Academy Minggu (4/12/2022), CBDC adalah versi digital dari mata uang resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Fantasis, Deretan Gaji Tertinggi di 5 BUMN Terkemuka di Indonesia

CBDC diterbitkan dan diatur oleh otoritas moneter atau bank sentral dari suatu negara. CBDC terbilang mirip dengan cryptocurrency dan beroperasi menggunakan digital ledger yang bisa dalam bentuk blockchain ataupun tidak.

Hal ini dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan keamanan proses transaksi digital. Saat ini uang fisik adalah satu-satunya jenis uang bank sentral yang tersedia untuk masyarakat umum.

CBDC akan memungkinkan masyarakat umum untuk melakukan pembayaran digital, namun dengan lebih cepat dan aman, yang merupakan kelebihan dari teknologi kripto.

Salah satu perbedaan CBDC dan mata uang kripto terletak pada tidak adanya anonimitas (anonymity) dalam penggunaan CBDC seperti pada mata uang kripto.

Baca Juga: Sri Mulyani: Sektor UMKM sudah Pulih ke Level Prapandemi

Selain itu, seperti laiknya uang kertas yang dikeluarkan pemerintah, nilai CBDC tergantung pada kebijakan pemerintah yang mengeluarkannya, dan begitu pun dengan jumlah pasokannya.

Hal penting yang perlu diingat adalah CBDC bukanlah mata uang kripto. Mata uang digital ini sepenuhnya diatur oleh otoritas pusat atau pemerintah, berbeda dengan kripto yang terdesentralisasi.

Seperti yang dapat diketahui, kepemilikan dan otoritas dari sebuah aset kripto dapat sepenuhnya berada di tangan penggunanya, lain halnya dengan CBDC. CBDC berperan sebagai versi digital dari uang fiat seperti rupiah atau dolar Amerika Serikat.

Sehingga, informasi pribadi seperti nama asli berikut transaksinya akan dilampirkan ke aset CBDC yang dimiliki, dan dapat dilihat oleh pengirim, penerima, dan bank.

Baca Juga: OJK Optimistis Kredit Perbankan Tetap Tumbuh pada 2023

Dukungan Perbankan

Sementara itu, detail transaksi untuk aset kripto tersedia untuk publik, namun tanpa memperlihatkan data pribadi seperti nama asli dari pengguna. Adapun, saat ini ada sekitar 100 negara yang sedang mengeksplorasi CBDC.

Menurut data dari International Monetary Fund (IMF) adopsi aset kripto lebih besar di negara-negara dengan penetrasi digital dan pengiriman uang yang lebih tinggi serta fundamental ekonomi makro yang lebih lemah — seperti inflasi yang tinggi.

Hal tersebut membuat institusi keuangan menyoroti pentingnya pelacakan aktivitas di pasar kripto dan meregulasinya dengan tepat. Sehingga kemudian, opsi untuk membuat mata uang digital yang terpusat dijajaki oleh beberapa negara.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Lanjutkan Pelemahan, Cermati Saham-Saham Ini

Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) dilaporkan antusias terhadap gagasan Bank Indonesia mengenai Rupiah Digital di white paper CDBC. Ketua Umum Perbanas, yang juga Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan mendukung rencana BI soal mata uang digital.

“Secara industri tentu kami sangat mendukung karena tren dunia saat ini, dengan kemudahan digital, ke depannya penggunaan uang kertas berkurang,” katanya dalam jumpa pers 50th Asean Banking Council (ABC) Meeting di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (2/12/2022).

Kartika menyebut dengana kemudahan digital, industri perbankan merasakan terjadinya pengurangan transaksi di kantor cabang atau bahkan mesin anjungan tunai mandiri karena beralih ke transaksi digital. Kalau nantinya ada platform digital currency tentunya akan semakin memudahkan perbankan dalam proses transaksi.

“Akan terjadi efisiensi di perbankan karena penggunaan uang kertas dan logam [uang kartal] akan berkurang. Uang kertas itu costly,” ungkapnya.



Baca Juga: Senang dan Kaget! Peternak Ayam Sukoharjo Menang Undian Mobil Simpedes BRI

Sebelumnya, di depan Presiden Joko Widodo dalam Pertemuan Tahunan BI 2022, bank sentral meluncurkan white paper Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pun juga menyampaikan kembali white paper CBDC saat memberikan keynote speech di 50th Asean Banking Council (ABC) Meeting di Labuan Bajo, beberapa waktu lalu.

Pada pertemuan tahunan BI 2022, Perry menjelaskan Proyek Garuda tersebut akan dikembangkan dalam tiga tahapan. Pertama, yaitu dengan mengembangkan Rupiah Digital untuk segmen wholesale.

“Kami implementasikan dalam tiga tahap, mulai dari wholesale Digital Rupiah untuk model bisnis penerbitan dan transfer antarbank dengan digital rupiah,” jelasnya.

Pada tahapan kedua, pengembangan Rupiah Digital akan diperluas dengan bisnis operasi moneter dan pasar uang. Sementara itu, pada tahap akhir atau ketiga, BI akan mengembangkan integrasi rupiah digital pada segmen wholesale rupiah dengan ritel secara end-to-end.

“Akhirnya, integrasi wholesale rupiah digital dengan ritel secara end-to-end, tentu saja dengan sinergi dan kolaborasi secara nasional dan internasional,” tutur Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya