SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan anak (rimanews.com)

Perlindungan anak, puluhan kasus kekerasan seksual terjadi di Soloraya.

Solopos.com, SRAGEN–Yayasan Kakak Solo menangani 30 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Soloraya sepanjang Januari-Agustus 2016. Korban kekerasan seksual itu didominasi anak usia sekolah menengah pertama (SMP) dengan umur 14-15 tahun. Tren kekerasan seksual itu cenderung lebih parah dan meningkat dibandingkan kasus yang muncul sepanjang 2015.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Penjelasan itu disampaikan Ketua Yayasan Kakak Solo, Shoim Syahriyati, saat ditemui Solopos.com seusai menjadi pembicara dalam seminar parenting di Gedung Dakwah Muhammadiyah Sragen, Minggu (21/8/2016) siang.

Shoim menjelaskan tren korban kekerasan seksual pada 2015 cenderung didominasi pada anak usia sekolah menengah atas (SMA), yakni umur 16-17 tahun. Shoim mendampingi 34 kasus sepanjang 2015. Para korban tersebut diselesaikan sampai proses hukum dan jalur kekeluargaan.

“Itu kasus yang tampak di permukaan dan dilaporkan ke Yayasan Kakak. Sebenarnya masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan. Beberapa waktu lalu ada ibu yang menyampaikan ada anak SMP melahirkan dan bayinya ditawarkan untuk adopsi. Keterangan itu jelas di anak SMP itu pasti korban kekerasan seksual,” ujar Shoim.

Puluhan kasus yang ditangani Yayasan Kakak pada 2016, kata dia, dilakukan oleh pacar mereka sendiri. Dia menyebut 50% kekerasan seksual justri dilakukan oleh pacar. Tren di 2015, kata dia, 80% kekerasan seksual dilakukan pacar mereka. Dia mencatat 20% di antara dilakukan oleh teman sebaya dan selebihnya oleh orang dewasa.

“Kasus kekerasan dengan pelaku anak pun bisa dibawa ke ranah hukum. Langkah diversi itu sebenarnya hanya untuk pelaku anak di bawah 14 tahun,” tutur dia.

Dari 30 kasus itu, ungkap Shoim, lima kasus di antaranya mengarah pada kasus perdagangan orang atau trafficking. Dia menemukan data ada beberapa anak yang diduga dikirim sampai luar Jawa dan di lingkup kabupaten/kota setempat. Dia menyampaikan biasanya para korban direkrut dengan iming-iming duit dengan memberi contoh kasus yang sudah berhasil secara ekonomi. Iming-iming yang ditawarkan menggunakan dalih membantu orang tua.

Shoim berupaya mendorong kasus-kasus tersebut ke ranah hukum karena dengan masuk ke ranah hukum pemilihan psikologi anak lebih cepat. Dia menghadapi tipe anak korban kekerasan seksual yang berbeda-beda, ada yang pendiam dan trauma tetapi ada pula yang lebih agresif dengan lawan jenis. Pendekatan yang dilakukan Shoim pun disesuaikan dengan kondisi psikologi anak. Kasus-kasus seperti itu menyebar di wilayah Solo, Karanganyar, Boyolali dan sekitarnya.

Shoim dan para aktivis Yayasan Kakak tidak henti-henti sosialisasi ke sekolah-sekolah dengan dasar modus yang digunakan pelaku. Dia mengatakan media sosial (medsos) cukup efektif menjadi modus pelaku mendekati korban. Dia menemukan modus yang berbeda-beda pada setiap kasus.
“Modus itulah yang dijadikan bahan untuk melakukan tindakan preventif. Saya pernah sosialisasi di SMP dan SMA. Dari angket yang saya sebar ternyata 75% anak SMP dan SMA pernah melihat konten porno lewat Internet,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya