SOLOPOS.COM - Seorang wanita menggunakan masker saat berjalan di jalanan Kota Beijing, Tiongkok, yang diselimuti asap polusi, Oktober 2014 lalu. (JIBI/Solopos/Reuters)

Perlambatan ekonomi Tiongkok atau China memaksa bank sentral negara itu kembali menurunkan suku bunga.

Solopos.com, BEIJING — Demi menstimulus perekonomian, otoritas moneter China kembali melonggarkan kebijakannya melalui pemangkasan suku bunga dan penurunan jumlah cadangan wajib perbankan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pemangkasan suku bunga acuan China itu terhitung sebagai penurunan keempat sejak November tahun lalu.? Melalui situs resminya, Sabtu (27/6/2015), Bank Rakyat China (PBOC) mengumumkan pemangkasan suku bunga pinjaman dan deposito masing-masing sebesar 25 basis poin menjadi 4,85% dan 2%.

Pada saat yang bersamaan, PBOC juga mengendurkan rasio kewajiban penyimpanan ?cadangan devisa (RRR) sebesar 50 basis poin. Pelonggaran ini berlaku untuk perbankan yang melayani kredit sektor perkebunan dan usaha kecil menengah.

“Pemangkasan suku bunga dan RRR akan membantu stabilisasi pertumbuhan, menyesuaikan struktur dan menurunkan ongkos pembiayaan sosial,” ungkap bank sentral China kepada Reuters.

PBOC menegaskan akan menjaga implementasi kebijakan moneter yang berhati-hati, menggunakan berbagai kebijakan untuk memperkuat dan meningkatkan manajemen makroprudensial, serta melakukan optimalisasi kombinasi kebijakan demi kemajuan perekonomian.

PBOC juga pernah memangkas suku bunga pada 10 Mei 2015 lalu. Suku bunga pinjaman diturunkan 25 basis poin menjadi 5,1%, begitu pula dengan suku bunga deposito yang dilonggarkan dengan dosis sama menjadi 2,25%.

Sebulan sebelumnya, tepatnya 19 April 2015, bank sentral China juga menurunkan rasio kewajiban cadangan untuk semua? bank komersial sebesar 100 basis poin. Pemangkasan ini mengikuti penurunan RRR pada Februari 2015 sebesar 50 bps.

Pengenduran RRR akan menghasilkan tambahan likuiditas melalui suplai uang ke pasar. Namun, pemangkasan RRR pada sektor tertentu seperti yang dilakukan kali ini, takkan menghasilkan efek serupa.

Bank sentral beberapa kali menerapkan pemangkasan khusus demi memacu kredit pada sektor-sektor tertentu, tetapi langkah tersebut tak berdampak signifikan pada tataran makro. Pasalnya kendati diberikan insentif pelonggaran, perbankan tetap saja enggan memberi kredit pada sektor itu karena faktor jaminan dan risiko.

Terlepas dari upaya pemangkasan yang jor-joran, ongkos pinjaman riil di China sebenarnya masih tinggi. Hal itu dipicu oleh melemahnya inflasi dan sikap bank yang enggan menurunkan suku bunganya.

Sementara itu, pertumbuhan Negeri Panda diproyeksi terkontraksi ke level 7% (terendah dalam seperempat abad) tahun ini, melemah dari pertumbuhan 2014 yakni 7,4%. Perlambatan itu dipicu lesunya pasar properti, kapasitas pabrik berlebihan, dan utang pemerintah lokal. Stimulus tambahan sekalipun diyakini takkan mampu menggenjot pertumbuhan China.

Kendati demikian, otoritas moneter setempat diyakini akan memangkas kembali suku bunga untuk menciptakan mesin pertumbuhan. Adapun, dalam dua pekan terakhir pasar saham China terdepresiasi 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya