SOLOPOS.COM - Ilustrasi warga miskin (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Perlambatan ekonomi membuat jumlah penduduk miskin di Jateng melonjak.

Solopos.com, SEMARANG — Kondisi perekonomian Indonesia yang melambat berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin yang mencapai 4,5 juta jiwa atau naik 15.000 jiwa ketimbang penduduk miskin pada September 2014.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan lonjakan pendudukan miskin disebabkan kondisi ekonomi nasional yang lesu akibat krisis ekonomi global. Oleh karena itu, pihaknya berencana mengoreksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar sesuai dengan kondisi perekonomian terkini.

“RPJMD-nya harus diubah. Tidak mungkin kalau sampai tahun depan [target kemiskinan] bisa [turun] delapan koma sekian. Maka nanti kita koreksi RPJMDnya sehingga kita bisa memasukkan itu,” kata Ganjar dalam laman Pemprov Jateng, Jumat (13/11/2015).

Selain kondisi ekonomi yang mengalami krisis, tidak terpenuhinya target penurunan kemiskinan juga akibat dari terbitnya UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut, pencairan dana hibah pemerintah ke penerima terhalang perihal pemenuhan badan hukum. Karena itu, dana Rp 37 miliar yang seharusnya untuk rehabilitasi Rumah Tak Layak Huni (RTLH) tidak bisa dicairkan.

Padahal di Jateng masih ada sekitar dua juta unit RTLH di 35 kabupaten/kota yang membutuhkan pembenahan pemerintah dengan segera. “Kemarin kita mengambil Rp37 miliar untuk penanganan kemiskinan, karena hibah tidak bisa diberikan untuk RTLH. Ini menghambat,” ujarnya.

Dengan kendala tersebut, pihaknya mengusulkan agar DPRD Jateng memberikan tambahan dana tidak terduga di angka Rp100 miliar yang nantinya dapat digunakan untuk penanganan bencana dan pengentasan kemiskinan dengan segera. “Itu nanti begitu terjadi bencana saya cepat banget, juga kalau ada mereka yang rentan miskin atau terjadi masalah sosial saya juga turunnya cepat,” tuturnya.

Selain meminta tambahan dana tak terduga, orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut juga meminta DPRD memberikan dana cadangan untuk dapat membeli hasil pertanian masyarakat. Sehingga, Nilai Tukar Petani (NTP) dapat terus meningkat.

“Tiap panen padi pasti jatuh tho harganya. Kenapa kita tidak intervensi? Kalau nasional ada Bulog, Bulog diberikan PSO [Public Service Obligation] sama pemerintah dari APBN, kenapa kita tidak membuat seperti itu di daerah, kalau itu bisa, bisa menanggulangi,” tandasnya.

Terkait prioritas pembangunan yang masih terfokus di infrastruktur, Ganjar Pranowo menilai infrastruktur juga merupakan cara yang lebih sistematis dalam mengentaskan kemiskinan. Sebab, infrastruktur memberi multiplier effect yang dapat meningkatkan perekonomian rakyat, lantaran mudahnya akses arus dan volume mobilitas barang serta orang.

“Ini [infrastruktur] nanti efeknya ke sana [kemiskinan]. Umpama irigasi dan embung, tapi embung saya dipotong sama teman-teman dewan anggarannya. Maka saya mau kembalikan lagi,” terangnya.

Sementara itu, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Tengah berpendapat, untuk mengoptimalkan penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah, pemerintah harus melakukan pendataan berdasarkan by name by address agar data kemiskinan yang ada menjadi jelas dan terukur. Selama ini Banggar menilai data kemiskinan tidak valid karena adanya perbedaan tolak ukur kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS, BPJS Ketenagakerjaan, dan BPJS Kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya