SOLOPOS.COM - Petani memanen tebu (Paulus Tandi Bone/JIBI/Bisnis)

Perkebunan Sragen yakni terkait hasil panen tebu turun saat musim kemarau.

Solopos.com, SRAGEN – Hasil panen tebu di Sragen pada tahun ini turun hingga 30% dibandingkan tahun lalu. Musim yang kurang bersahabat dianggap sebagai pemicu turunnya produktivitas tebu di Bumi Sukowati.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Sragen, Parwanto, mengatakan musim kemarau kali ini membuat pertumbuhan tebu kurang maksimal.

Saat musim bersahabat, satu hektare lahan basah bisa menghasilkan 1.000 kuintal tebu. Untuk satu hektare lahan kering bisa menghasilkan 700 kuintal tebu.

“Sekarang musimnya kurang bersahabat. Satu hektare lahan basah hanya bisa memproduksi 700 kuintal tebu, sementara satu hektare lahan kering hanya bisa menghasilkan 500 kuintal tebu. Musim kemarau ini sangat memengaruhi produktivitas tebu di ladang kering. Dari lahan tebu seluas sekitar 6.500 haktare yang tersebar di Sragen, 80% di antaranya merupakan lahan kering,” kata Parwanto saat ditemui di kantornya belum lama ini.

Produktivitas tebu di Sragen pada tahun lalu mencapai sekitar 4,5 juta kuintal tebu. Pada tahun ini, produktivitas tebu diperkirakan turun menjadi 3,25 juta kuintal.

Pabrik Gula (PG) Mojo, Sragen, menargetkan menggiling sebanyak 3,8 juta kuintal tebu. Kendati demikian, Parwanto pesimistis target itu akan tercapai. Dia memperkirakan PG Mojo hanya bisa menggiling 2,7 kuintal tebu.

“Masa panen tebu dimulai awal Juni hingga November nanti. Sebagian hasil panen digiling di sejumlah pabrik gula di Karanganyar, Madiun, Klaten, Ngawi dan Jogja. Ini karena performa mesin giling di PG Mojo kurang bagus karena sudah tua,” terang Parwanto.

Wakil Ketua Umum APTRI Sragen, Giyanto, mengatakan curah hujan amat dibutuhkan pada masa pertumbuhan tebu. Kemarau datang membuat pertumbuhan tebu kurang maksimal.

“Tanaman tebu hanya butuh curah hujan yang cukup supaya pertumbuhannya bisa maksimal. Jika curah hujan terlalu tinggi justru membuat tunas membusuk seperti yang pernah terjadi pada 2011 lalu,” jelas Giyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya