SOLOPOS.COM - Kebun tanaman serat milik perusahaan serat terbesar di masa pemerintahan Hindia Belanda di Wonogiri. (Istimewa/Arsip Digital Universitas Leiden)

Solopos.com, WONOGIRI -- Wonogiri pernah menjadi lokasi perkebunan penghasil serat terbaik pada era Hindia-Belanda, tepatnya mulai 1897 hingga 1940-an. Lokasinya di wilayah yang sekarang menjadi Dusun Mento dan Dusun Tulakan, Desa Wonoharjo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri.

Pada zaman Hindia Belanda, daerah itu merupakan lahan perkebunan kopi, tembakau, dan serat yang sangat luas. Tanah di kawasan tersebut saat itu terbukti cocok untuk ditanami serat nanas (agave) yang merupakan bahan untuk membuat tali tambang, karung goni, dan sebagainya.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Bahkan perusahaan yang mengelola perkebunan itu mendapatkan penghargaan sebagai penghasil serat dengan kualitas terbaik di Hindia Belanda. Perusahaan itu bernama Cuultur-Maatschappij Mento Toelakan atau Onderneming Mento Toelakan.

Baca Juga: Perusahaan Perkebunan Serat Terbesar Hindia Belanda Ada Di Wonogiri Loh, Ini Lokasinya

Pada awalnya perkebunan serat yang dikelola perusahaan swasta Hindia Belanda di Wonogiri itu ditanami kopi dan tembakau. Namun karena dianggap kurang menguntungkan, akhirnya mereka beralih menanam serat. Lalu adakah peluang menghidupkan kembali perkebunan untuk industri serat serupa di masa kini?

Kepala Seksi Perkebunan, Dinas Pertanian dan Pangan Wonogiri, Parno mengatakan pada dasarnya sejumlah tanaman yang dikembangkan pada masa Hindia Belanda di Mento dan Tulakan masih bisa dikembangkan kembali. Namun ada sejumlah catatan.

Cocok Untuk Kopi Robusta

"Saat saya masih kecil memang di daerah sana banyak yang mengelola serat. Saya tahu karena rumah saya di Kecamatan Jatipuro, Karanganyar, berdekatan dengan Mento dan Tulakan," katanya saat dihubungi Solopos.com, Senin (28/6/2021).

Baca Juga: Perusahaan Serat Terbesar Hindia Belanda Ada di Wonogiri, Begini Kondisi Lokasinya Kini

Ia mengatakan jika ada yang ingin menanam dan mengembangkan kopi di daerah bekas perkebunan perusahaan serat, Mento dan Tulakan, Wonogiri, dianjurkan menanam jenis robusta. Jenis kopi itu cocok ditanam di ketinggian di bawah 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Sedangkan kopi arabika cocok ditanam di ketinggian di atas 1.000 mdpl, potensinya bagus. Sementara itu, Di Mento dan Tulakan ketinggian daerahnya di bawah 1.000 mdpl.

Saat ini, kata Parno, di Mento dan Tulakan sudah tidak ada perkebunan kopi. Di Wonogiri, perkebunan kopi saat ini berada di Desa Brenggolo Kecamatan Jatiroto, Desa Bubakan dan Desa Semagar Kecamatan Girimarto. Kemudian Desa Setren Kecamatan Slogohimo dan Desa Jeporo Kecamatan Jatipurno.

Baca Juga: Jalur Lori Hingga Makam, Ini Jejak Peninggalan Perusahaan Penghasil Serat Terbesar Hindia Belanda Di Wonogiri

Parno menuturkan di daerah Mento dan Tulakan, Wonogiri, yang merupakan bekas lahan perkebunan serat, saat ini juga sudah tidak ada petani yang mengembangkan tanaman tembakau.

Tembakau Kurang Bagus Di Mento-Tulakan

Saat ini daerah Wonogiri yang mengembangkan tembakau berada di Pracimantoro, Wuryantoro, Eromoko, Nguntoronadi, Baturetno, dan Tirtomoyo.

Menurutnya, untuk saat ini tembakau kurang bagus dikembangkan di Mento dan Tulakan. Sebab perusahaan yang saat ini mau kerja sama dengan petani menginginkan tembakau berkadar nikotin rendah. Tembakau jenis itu cocok ditanam di tanah hitam.

Baca Juga: Puluhan Tahun Berjaya, Ini Penyebab Ambruknya Perusahaan Serat Terbesar Hindia Belanda di Wonogiri

"Tanah hitam itu kalau di Wonogiri berada di daerah selatan, ya seperti Wuryantoro dan Eromoko. Kalau di Mento dan Tulakan itu tanahnya merah. Sehingga produksinya nanti berkurang," ungkapnya mengenai kondisi tanah bekas perkebunan serat terbaik di Wonogiri.

Hal itu dibuktikan hasil uji coba penanaman di Kecamatan Jumapolo, Karanganyar, yang kawasannya berdekatan dengan Mento dan Tulakan. Petani tembakau di sana hanya bisa panen 800-900 kilogram dalam satu hektare.

Sedangkan di Wonogiri selatan bisa mencapai 3,5 ton per hektare dalam kondisi normal. Sementara itu, lanjut Parno, saat ini tidak ada warga di kawasan Mento dan Tulakan yang mengembangkan tanaman serat. Padahal pada masa Hindia Belanda lokasi itu menjadi penghasil serat yang dikirimkan ke sejumlah daerah.

Baca Juga: Kokoh, Saluran Air Peninggalan Perusahaan Serat Hindia Belanda Di Wonogiri Masih Berfungsi

Tanaman Serat Sulit Pemasarannya

"Sebenarnya kalau tanahnya masih cocok [untuk serat]. Cuma sudah tidak ada pabriknya dan jika ditanam mau jual ke mana juga tidak tahu. Maka petani sekitar saat ini lebih memilih menanam pohon sengon atau palawija di pekarangan," kata Parno.

Kepala Desa Wonoharjo, Wonogiri, Y Parmin, mengatakan saat ini tidak ada warga Wonoharjo dan sekitarnya yang memproduksi tanaman serat seperti yang ditanam perusahaan perkebunan Mento Toelakan era Hindia Belanda.

Menurut Parmin, masyarakat menilai tanaman serat kurang produktif jika ditanam masa sekarang. Warga lebih memilih menanam pekarangan dengan aneka jenis pohon. "Kalau misalnya juga produksi serat, pemasarannya ke mana juga tidak tahu. Buat tali atau dadung kapal seperti dulu sekarang juga tidak ada yang menerima. Warga pilih menanami ketela dan palawija lainnya di pekarangan," kata Parmin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya