SOLOPOS.COM - Prastiwi Diah Tristanti bersama anaknya Kaisar Hamizan yang berhasil melewati pemberian ASI eksklusif. (dok. Pribadi Tiwi)

Solopos.com, MADIUN — Pratiwi Diah Tristanti harus segera pulang ke rumah pada saat jam istirahat siang. Dengan mengendarai sepeda motor, ia hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dari kantor untuk sampai rumahnya di Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun.

Sesampainya di rumah, perempuan 35 tahun itu langsung mencuci tangan pakai sabun serta memastikan pakaiannya bersih. Dia kemudian menghampiri anaknya, Kaisar Hamizan, yang kini berusia lima belas bulan lantas menyusuinya. Setelah anaknya kenyang dan tertidur pulas, perempuan yang akrab disapa Tiwi itu langsung bergegas kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Aktivitas itu dilakukan Tiwi setiap hari. Tidak hanya itu, sebelum berangkat bekerja, ia harus memberikan ASI kepada anak laki-lakinya itu. Setelah kenyang dan tertidur, baru dia bisa tenang untuk meninggalkan sang buah hati. Selama Tiwi bekerja, Kaisar dirawat oleh neneknya di rumah.

Sebagai seorang ibu pekerja, Tiwi mengaku harus benar-benar pandai mengatur waktu. Antara waktu bekerja dan waktu untuk keluarga. Terlebih Tiwi memiliki tiga anak. Anak terakhirnya yakni Kaisar yang masih membutuhkan ASI.

Dia hanya ingin memastikan anaknya mendapatkan ASI berkualitas hingga usiaya dua tahun atau lebih. Tentunya dengan menambah makanan pendamping ASI yang tepat.

“Anak saya yang ketiga ini juga mendapatkan ASI eksklusif seperti dua kakaknya. Saya berkomitmen untuk memberikan ASI hingga usianya dua tahun. Saat ini, usia anak ketiga masih 15 bulan,” kata dia saat ditemui di tempat kerjanya di Suncity Kota Madiun, Sabtu (14/8/2021).

Dampak Positif

Tiwi memiliki prinsip anak-anaknya harus mendapatkan ASI minimal hingga usia dua tahun. Baginya, ASI akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan anaknya. Selain itu, pemberian ASI juga lebih menghemat keuangan keluarga, karena dia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli susu formula.

“Dampak lain yang didapat juga menjadi lega setelah menyusui. Kedekatan emosional antara ibu dan anak juga akan lebih terjalin,” ujarnya.

Tiwi bercerita saat anaknya masih berusia di bawah enam bulan, ia harus memastikan persediaan ASI peras di rumah. Sebagai pekerja dengan sistem kerja full time, dia tidak mungkin setiap saat pulang ke rumah untuk menyusui anaknya. Untuk itu, dia memastikan stok ASI tersedia di kulkas.

Bahkan setiap kali berangkat ke kantor, dia selalu membawa alat pompa ASI. Saat waktu-waktu tertentu, dia memanfaatkan untuk memompa ASI dan memasukkannya ke dalam botol dan plastik.

“Itu saat anak saya belum diberi makanan pendamping ASI. Kalau sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Setelah diberi makanan pendamping ASI, anak saya tidak mau lagi diberi susu perah. Maunya ASI langsung,” kata dia.

Berhasil memberikan ASI eksklusif hingga usia enam bulan, tidak membuat Tiwi merasa puas. Justru dia merasa tertantang untuk memberikan ASI hingga usia anaknya berusia dua tahun.

Menyusui di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi Tiwi dalam memberikan ASI kepada anaknya. Terlebih ia adalah seorang ibu yang juga bekerja di tempat publik. Pekerjaannya mengharuskan bertemu banyak orang. Sehingga ia harus lebih berhati-hati dan lebih disiplin protokol kesehatan.

Seusai pulang bekerja, Tiwi tidak langsung menggendong dan bermain dengan anaknya. Ia langsung mandi dan mengganti pakaian. Setelah kondisi badan segar dan bersih, baru dia berani menggendong dan menyusui anaknya.

“Mandi setelah pulang bekerja, selain membersihkan badan juga supaya mood jadi lebih baik. Sehingga bisa lebih nyaman dan senang saat menyusui,” ujar perempuan yang tergabung dalam Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Madiun itu.

Selama masa pandemi, dia mengakui bebannya sebagai ibu rumah tangga dan ibu pekerja bertambah. Saat di rumah, Tiwi harus membimbing kedua anaknya yang sedang belajar daring. Selain harus merawat anak ketiganya yang masih berusia 15 bulan.

Sedangkan di kantor, lanjut dia, pandemi juga menjadi masa yang sangat berat. Pekerjaannya di kawasan mal dan hotel itu sangat terdampak pandemi. Pengunjung merosot drastis dan banyak tenant yang tutup.

“Pada masa pandemi memang menjadi bagian yang sangat sulit di pekerjaan. Saat sampai rumah, harus membantu kedua anak belajar online. Itu juga dibantu suami, ada mata pelajaran yang memang ditanyakan ke saya dan ada juga yang ditanyakan ke suami,” jelasnya.

Pandemi Covid-19 memang membuat orang harus lebih waspada dan berhati-hati dalam beraktivitas. Termasuk ibu menyusui. Meski demikian, menyusui sangat disarankan untuk diberikan kepada anak. Terlebih di situasi seperti sekarang, supaya imunitas anak terbentuk secara optimal.

pejuang asi
Kegiatan konsultasi ASI yang diselenggarakan AIMI Madiun secara online. (Istimewa/AIMI Madiun)

Bikin Kebal

Konselor laktasi, Agnes Meriyam Natalenda, menuturkan pemberian ASI eksklusif sangat penting diberikan kepada bayi. Selain meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, juga membuat si kecil cerdas, berat badan ideal, tulang bayi lebih kuat, memperkuat hubungan ibu dan anak, dan lainnya.

Bagi ibu pekerja yang masih menyusui, lanjut Agnes, juga tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif bagi si buah hati. Paling tidak hingga usia enam bulan bahkan dilanjut hingga usia dua tahun atau lebih. Salah satu caranya bisa dengan memompa ASI atau memerah ASI dari payudara dengan menggunakan pompa. ASI yang telah dipompa bisa disimpan di lemari pendingin. Sehingga ibu menyusui bisa tenang saat sedang bekerja.

“Ketika persediaan ASI perah di rumah tercukupi, tentu ibu yang sedang bekerja bisa lebih tenang. Tetapi, juga perlu diperhatikan pemberian ASI perah ke anak harus yang benar. Ibu menyusui harus berkomunikasi dengan pengasuh anak di rumah,” ujar Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Madiun itu Senin (16/8/2021).

Agnes menyarankan pemberian ASI perah ke anak tidak menggunakan botol dot. Ibu menyusui bisa menggunakan beberapa media pemberian ASI perah, seperti cup feeder atau gelas khusus yang didesain untuk memberikan ASI perah. Bisa juga dengan gelas sloki berukuran kecil dan terbuat dari kaca, sendok, pipet, dan spuit tanpa jarum suntik.

Jangan Dot

Pemberian ASI perah melalui media botol dot bisa berdampak buruk pada si anak ketika dilakukan secara terus menerus. Dampaknya seperti bayi susah mengisap puting susu ibu, bayi menolak menyusui langsung dari payudara, dan bayi sulit melekatkan mulut ke puting ibu.

“Tidak disarankan menggunakan media botol dot untuk memberikan ASI perah. Kalau sudah kenal dot, bayi jadi bingung puting. Sehingga akan menolak jika akan disusui ibunya. Kondisi ini membuat produksi ASI ibu juga tidak maksimal. Banyak ibu-ibu yang takut pakai media selain dot karena takut tersedak. Padahal, jika pemberiannya benar tidak akan tersedak. Selain itu memang harus telaten,” jelasnya.

AIMI Madiun, kata dia, juga menyediakan konseling laktasi bagi ibu menyusui di wilayah Madiun Raya. Sebagian besar kliennya mengeluhkan anaknya bingung puting. Artinya, si bayi tidak mau menyusui ke payudara ibunya.

Untuk kasus tersebut, biasanya akan dilakukan relaktasi atau program mulai menyusui kembali setelah sempat berhenti.

“Dulu sebelum pandemi, kami membuat kelas konseling laktasi secara tatap muka. Tetapi karena pandemi Covid-19, saat ini dilakukan secara online. Di AIMI Madiun punya empat konselor laktasi. Selama ini sudah ada ratusan ibu menyusui yang sudah konseling,” terangnya.

Butuh Dukungan dari Lingkungan

Pemberian ASI eksklusif kepada anak hingga berusia enam bulan membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan. Bagi pekerja, lingkungan kerja juga sangat penting dalam memberikan dukungan.

Seperti yang dialami Pratiwi Diah Tristanti. Sebagai seorang ibu pekerja yang sedang menyusui, dukungan lingkungan kerjanya sangat berarti bagi keberhasilan program ASI eksklusif. Dia kerap memerah ASI di ruang kerjanya.

“Saya beruntung lingkungan kerja mendukung program ASI eksklusif. Sering kali, saat sedang memompa ASI, ada saja teman yang menghibur dan memberi makanan. Kalau saya sedang pumping, teman yang cowok biasanya juga memberi waktu, tidak masuk ke ruangan dulu,” ceritanya.

Sedangkan saat di rumah, dukungan dari keluarga juga sangat dirasakan. Terutama suaminya yang mau berbagi pekerjaan rumah.

Bagi Tiwi, suksesnya pemberian ASI sangat erat kaitannya dengan suasana hati yang baik. Untuk menjaga mood supaya tetap bahagia, dia selalu menyediakan waktu untuk memanjakan diri sendiri atau me time. Seperti jalan-jalan di mal, nonton film, nonton video anak, hingga berselancar di media sosial.



Me time masing-masing orang itu kan berbeda-beda. Ya cari aja yang sesuai hati dan kesenangan. Ini untuk menjaga mood, sehingga pemberian ASI bisa lancar,” jelasnya.

Agnes membenarkan seorang ibu menyusui tidak boleh stres maupun terlalu banyak beban pikiran. Seorang ibu menyusui harus bisa memanajemen stresnya masing-masing. Terlebih bagi ibu pekerja yang memiliki beban pekerjaan di tempat kerja.

“Ibu menyusui itu harus senang. Kalau mereka sudah galau, stres, panik, dampaknya ASI enggak bakal keluar. Me time itu penting bagi seorang ibu menyusui,” kata Agnes.

Dukungan Pemerintah

Wakil Wali Kota Madiun, Inda Raya Ayu Miko Saputri, mengatakan Pemkot memiliki Kelompok Pendukung ASI (KPA) yang ada di setiap kelurahan. Kader KPA akan memberikan pendampingan dan motivasi bagi ibu-ibu yang sedang menyusui.

“Kader KPA ini biasanya bersama petugas Posyandu. Mereka bertugas untuk menanyakan terkait proses menyusui hingga memastikan makanan pendamping ASI yang diberikan sudah benar. Pemkot telah menyediakan beberapa menu makanan pendamping ASI yang bisa dijadikan acuan. Komposisi makanannya apa saja, kita kasih panduan menu,” kata Inda saat dihubungi, Senin (16/8/2021).

Pemkot Madiun, kata Inda, mendukung penuh terhadap pemberian ASI eksklusif bagi anak. Hal itu dibuktikan dengan penyediaan ruang laktasi di kantor pemerintahan dan beberapa fasilitas umum.

Menurutnya, penyediaan ruang laktasi ini sangat penting dan erat kaitannya dengan prestasi kerja serta tingkat ketidakhadiran karyawan di tempat kerja.

“Ruang laktasi di tempat kerja ini penting bagi ibu pekerja ya. Karena mereka menggunakan ruang laktasi untuk memerah ASI bagi si buah hati yang ada di rumah. Korelasinya dengan tingkat kehadiran, kalau anak si karyawan mendapatkan ASI yang baik dan cukup tentu berdampak pada imun tubuh si anak. Anaknya jadi kuat dna jarang sakit. Kalau anak jarang sakit, si ibu akan jarang absen dan otomatis kerja di kantor bisa lebih optimal,” terangnya.

Dia menegaskan pemkot masih terus mengkampanyekan penyediaan ruang laktasi di ruang publik. Menurut Inda, pemberian ASI eksklusif bukan hanya tanggung jawab si ibu. Melainkan tanggung jawab bersama. Termasuk pemerintah.



 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya