SOLOPOS.COM - Warga bersama tim Mapala Gapadri ITNY menyiapkan instalasi di permukaan Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring, Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Kamis (27/8/2020). (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI--Kiswanto, 52 dan Andi, 36, menarik tali karmantel yang terhubung ke dalam Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring RT 001/RW 004, Desa Gendayakan, Paranggupito, Wonogiri, Kamis (27/8/2020) siang.

Setelah beberapa lama kedua warga dusun setempat itu berhenti menarik. Lalu seorang lelaki yang berkomunikasi menggunakan handy talky (HT) meminta rekannya di dalam luweng memastikan jalan menuju dalam aman. Pasalnya, akan ada personel yang akan masuk. “Aman,” ucap seseorang sayup terdengar melalui HT.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tak lama ada personel lengkap dengan peralatan pengaman turun menggunakan tali karmantel. Lalu barang lainnya diturunkan berikutnya. Kiswanto dan Andi mengamati.

Siang itu mereka membantu tim eksplorasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Ganesha Pakci Adri (Gapadri) Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) yang sedang menyempurnakan instalasi penyedot air di dalam luweng atau sungai bawah tanah.

Kegiatan dimulai Selasa (18/8/2020) lalu dan dijadwalkan selesai Jumat (28/8/2020). Setiap hari warga setempat membantu sebisanya, seperti yang dilakukan Kiswanto dan Andi, memberi makanan, dan lainnya.

“Alhamdulillah air dari Luweng Jomblang ini sudah bisa disedot sejak akhir tahun lalu. Airnya sudah dimanfaatkan warga. Sekarang ada penyempurnaan instalasi biar penyedotan airnya lebih lancar,” ujar Kiswanto.

Ditanya bagaimana perasaannya tatkala mengetahui kali pertama air luweng dapat disedot, Kiswanto sedikit tersenyum seraya mengatakan dia dan semua warga bahagia tak terkira. Mata warga lainnya yang sejak beberapa lama juga di lokasi, Lardi, 45, berkaca-kaca. Pertanyaan itu seketika menyeretnya ke dalam kenangan tak terlupakan seumur hidup tersebut.

“Warga yang di lokasi tak ada yang tak menangis bahagia waktu itu. Semua menangis waktu tahu air dari dalam luweng mengucur dari pipa ke bak penampungan,” kata Lardi.

Pulang Kampung, Presiden Jokowi Nyekar Ke Kalioso Karanganyar Sabtu

Masalah Tahunan

 Warga membantu tim Mapala Gapadri ITNY yang sedang menyempurnakan instalasi penyedot air di Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring, Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Kamis (27/8/2020).(Solopos/Rudi Hartono)

Warga membantu tim Mapala Gapadri ITNY yang sedang menyempurnakan instalasi penyedot air di Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring, Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Kamis (27/8/2020).(Solopos/Rudi Hartono)

Ya, mereka menangis karena air. Bagi mereka air lebih berharga dari segala harta. Betapa tidak, warga selalu menghadapi kekeringan selama tujuh hingga delapan bulan setiap kemarau sejak mereka hidup di dusun itu.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka membeli air. Satu tangki berkapasitas 5.000 liter dibeli seharga Rp150.000. Semakin lama kemarau melanda harga air naik menjadi Rp170.000-Rp200.000/tangki. Selama menghadapi masa itu setiap keluarga setidaknya menghabiskan delapan hingga 12 tangki.

“Cara satu-satunya harus membeli air karena tidak ada solusi lain. Selama ini warga menabung dengan cara beternak kambing dan sapi agar bisa dijual untuk membeli air bersih saat kemarau. Jadi, warga lebih memperhatikan kebutuhan ternak dari pada kebutuhan sendiri. Kami mandi sehari sekali, waktu sore saja. Kalau mencuci pakaian airnya kami pakai lagi buat mencuci lagi bebehari berikutnya. Sedangkan, kalau mengurus ternak sapi misalnya, bisa menghabiskan air sebanyak 30 liter/hari/ekor,” imbuh Lardi.

Dia, Kiswanto, dan Andi tak pernah menyangka Gapadri berhasil menyedot air dari dalam luweng sedalam lebih kurang 180 meter itu. Pasalnya, sebelumnya ada dua pihak yang masuk ke luweng tetapi gagal sampai ke sumber air.

Pecah Rekor! Pasien Covid-19 Indonesia Tambah 3.308 Orang Per 29 Agustus 2020

Solusi Permanen

Informasi yang dihimpun Solopos.com, kegiatan eksplorasi Luweng Jomblang bermula dari kegelisahan seorang tokoh yang mensyiarkan agama di Ngejring, yakni M. Wiyanto atau akrab disapa Gus Yayan.

Dia merupakan tokoh agama di Padepokan Sunan Kalijaga (Padasuka), Tangerang Selatan, sekaligus pemilik Pondok Pesantren Darulmuthola’ah, Kalijambe, Sragen. Setiap tahun dia memberi bantuan air bersih ke Ngejring. Suatu ketika dia berpikir bantuan semacam itu tak menyelesaikan masalah. Lalu dia tergerak untuk mencari solusi permanen.

Setelah ada niat itu berbagai petunjuk bermunculan yang kian meneguhkan Gus Yayan untuk terus melangkah. Petunjuk itu di antaranya datang dari warga yang menginformasikan ada luweng yang diduga kuat menyimpan air berlimpah, yakni Luweng Jomblang. Lalu dia memanfaatkan jaringannya dimiliknya.

Gus Yayan menggandeng Gapadri, mapala tempatnya menempa diri semasa kuliah, untuk menyurvei luweng itu, Agustus 2019. Supaya kegiatan berjalan lebih optimal Gus Yayan juga menggandeng Djarum Foundation. Dengan dukungan Gapadri, Djarum Foundation, dan semangat warga, lebih kurang sebulan kemudian tim menjalankan misi eksplorasi, September 2019.

Instalasi Semakin Memadai

Anggota Mapala Gapadri ITNY bersiap turun menuju Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring, Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Kamis (27/8/2020). (Solopos/Rudi Hartono)
Anggota Mapala Gapadri ITNY bersiap turun menuju Luweng/Goa Jomblang Ngejring, Dusun Ngejring, Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Kamis (27/8/2020). (Solopos/Rudi Hartono)

Pada kegiatan itu tim berhasil menemukan sumber air di kedalaman lebih kurang 180 meter dari mulut luweng. Setelah itu tim memasang instalasi penyedot air dengan pompa, pipa, dan toren. Butuh waktu lebih kurang tiga bulan sampai akhirnya air dapat disedot ke permukaan luweng untuk kali pertama, Desember 2019.

Gapadri dan Djarum Foundation mendukung hingga tiga tahun ke depan. Proses penyedotan air diabadikan dengan nama, Kerja Persaudaraan Pengangkatan Air Goa Jomblang Ngejring. Dengan dana yang cukup seiring berjalannya waktu instalasi semakin memadai.

Pembina Mapala Gapadri, Sulaiman Tampubolon, menginformasikan saat ini instalasi penyedot air yang terpasang sudah lebih baik dari pada saat awal dulu.

Air disedot dari jebakan air di dasar paling terakhir yang bisa dijangkau manusia. Lalu air ditampung di empat tandon berkapasitas 2.000 liter/unit yang diletakkan di pitch II. Kemudian air disedot menggunakan satu pompa untuk ditampung di bak penampungan atau reservoir berkapasitas 8.000 liter di permukaan luweng.

Selanjutnya air dari reservoir disedot untuk ditampung di empat tandon berkapasitas 2.000 liter/unit yang diletakkan di lereng bukit. Dari tandon itu air disalurkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi ke satu lokasi pendistribusian menggunakan pipa.

“Kegiatan kali ini menyempurnakan instalasi dengan cara memberi pelindung pipa, tandon, dan mesin pompa di dalam goa [luweng]. Sebelumnya instalasi itu bermasalah karena terkena tanah dan bebatuan yang jatuh dari area mulut goa. Area mulut goa yang mudah jatuh kami bangun struktur penahan,” kata lelaki akrab disapa Iman yang juga dosen Teknik Mesin ITNY itu.



Bubur Bakar Badran Solo Viral, Apa Istimewanya?

Debit Air Melimpah

Dia melanjutkan debit air dari dalam luweng melimpah. Berdasar pengukuran secara ilmiah yang dilakukannya dengan objek air terjun atau waterfall di dalam luweng, debit air tercatat 1,5 liter/detik.

Padahal, selain dari waterfall, air yang masuk ke jebakan air ada beberapa sumber. Hal itu berarti debit yang masuk ke jebakan air jauh lebih besar. Dari debit yang besar itu air yang disedot sebesar 0,75 liter/detik.

Berdasar penghitungan, dari debit yang dimanfaatkan tersebut bisa memenuhi kebutuhan air sebanyak 85 liter/hari/jiwa. Sementara, standar kebutuhan air di kota 60 liter/jiwa/hari.

Menurut Iman standar kebutuhan air di perdesaan lebih kecil lagi. Artinya, air dari Luweng Jomblang akan bisa memenuhi kebutuhan air warga lebih dari cukup apabila bisa terdistribusikan secara maksimal. Rencana ke depan air akan didistribusikan untuk 700-an warga di empat dusun, yakni Ngejring, Gendayakan, Blimbing, dan Pucung.

“Sebelumnya saya mengambil sampel air untuk dites di laboratorium UGM [Universitas Gadjah Mada, Jogja]. Hasilnya, unsur-unsurnya tidak melebihi ambang batas yang berarti air layak dikonsumsi,” ucap Iman.

Dia menceritakan, Luweng Jomblang merupakan goa multipitch atau banyak segmen/dasar dengan karakter vertikal atau tegak dan horizontal-vertikal atau membujur agak tegak.

Kedalaman yang dapat dieksplorasi sedalam 180 meter dari mulut goa. Pitch I vertikal sedalam 110 meter dari mulut goa, pitch II vertical sedalam 15 meter dari pitch I, dan pitch III vertical sedalam lebih dari 40 meter dari pitch II. Dari pitch III sudah mulai masuk pintu atau entrence sumber air. Kemudian masuk lagi horizontal-vertikal sedalam 5 meter. Di lokasi itu terdapat air terjun.

“Di situ ada tiga sumber air, salah satunya air terjun. Debit yang kami ukur hanya di air terjun karena pengukuran dari dua sumber lainnya tidak memungkinkan. Dari lokasi itu masuk lagi sampai batas manusia bisa menjangkau. Di situ ada jebakan air. Genangan air di jebakan air itu lah yang disedot,” ulas Iman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya