SOLOPOS.COM - Beberapa kegiatan yang diselenggarakan di perpustakaan berbasis inklusi di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, antara lain bimbingan belajar dan kelas kerajinan tangan. (Istimewa/Daryati)

Solopos.com, BOYOLALI — Pengujung tahun 2021, Kamis (30/12/2021), Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah diguyur hujan ketika Solopos.com tiba di rumah dari batako.

Lantainya dari plester tanpa ubin atau keramik. Tak ada papan nama yang menunjukkan tempat apa itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Memasuki rumah, tampak deretan buku. Lima komputer berjejer di sudut ruangan. Pada salah satu dinding terdapat tulisan “Poli Mungil Badranaya”.

Baca Juga : Gibran kepada Pedagang Pasar Legi Solo: Terima Kasih Sudah Kooperatif

Tak lama, seorang wanita keluar dari salah satu ruangan. Wanita itu Daryati, seorang pegiat literasi dari Desa Gladagsari, Ampel, Boyolali.

Rumahnya adalah perpustakaan desa yang ia kelola. Daryati menyebutnya perpustakaan itu adalah tangan panjang dari perpustakaan Desa Gladagsari.

“Rumah saya aslinya hanya pojok layanan, tapi sekarang jadi perpustakaan desa sementara. Perpustakaan desa punya pojok layananan di setiap tempat, dimaksudkan mendekatkan layanan perpustakaan ke masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga : Flyover Palang Krapyak Klaten Diperkirakan Dibangun 2023

Perpustakaan di Rumah dan Desa

Sebetulnya, Daryati menginisiasi perpustakannya sejak 2010. Waktu itu, perempuan 42 tahun tersebut baru memulai kuliah jurusan Ilmu Perpustakaan di Universitas Terbuka.

“Sebelum di Perpustakaan Desa aku udah mengembangkan perpustakaan sendiri. Di rumah pokoknya aku adakan buku pengunjung, buku-buku ala kadarnya saat itu,” tutur Daryati.

Sambil kuliah, Daryati ingin mengaplikasikan ilmunya di perpustakaan. Ia mencari tempat wiyata bakti di sekolah, tepatnya di SD Mukiran, Kabupaten Semarang. Merasa kurang maksimal mengaplikasikan perpustakaan di SD, ia mencoba merintis perpustakaan desa di sana.

Baca Juga : Peninggian Overpass DI Pandjaitan Solo, Pekerja Mulai Garap Abutment

“Kalau di SD dulu tidak seperti perpustakaan. Ya sih, kadang kerja di perpustakaan tapi malah lebih banyak kerja diberdayakan jadi operator sekolah. Perpus malah jadi samben. Kepala Desa di sana membangun taman baca masyarakat jadi perpustakaan desa. Aku ganti jadi perpusdes karena punya kenalan di perpusda,” jelasnya.

Waktu itu, ia mendapat undangan dari Najwa Shihab tahun 2019. “Undangan untuk saya sebagai pegiat literasi dari Gladagsari. Akhirnya saya menemui Kepala Desa Gladagsari untuk tanya-tanya, malah dibolehkan mengembangkan perpusdes di sini [Desa Gladagsari],” ceritanya.

Ia mulai mengelola perpustakaan Desa Gladagsari tahun 2019. Namun, ia belum melepas perpustakaan Desa Mukiran. “Mulai 2021 baru aku lepaskan [perpustakaan Desa Mukiran]. Tetapi di 2019 dan 2020 sudah pengkaderan di Mukiran,” katanya.

Baca Juga : Ramainya Kawasan Gladak Solo Minggu Pagi, Serasa CFD Hidup Lagi

perpus desa di boyolali
Kegiatan di rumah Daryati yang difungsikan sebagai perpustakaan berbasis inklusi di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. (Istimewa/Daryati)

Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial

Awal mengembangkan perpustakaan desa pada 2010, Daryati mengaku pola pikir yang ia gunakan perpustakaan hanya tempat membaca dan meminjam buku. Kemudian, ia mendapatkan pengalaman dari Perpustakaan Seru (Perpuseru)

“Dulu jadi pustakawan melayani pemustaka yang mau pinjam buku, sudah begitu saja. Tapi ternyata bisa lebih dari itu. Di facebook ada program Perpuseru. Di sana melihat perpustakaan bisa jadi tempat kegiatan masyarakat,” tutur Daryati.

Setelah mengenal Perpuseru, ia mengaku tak repot mengajak masyarakat membaca. Cukup mengadakan kegiatan perpustakaan maka masyarakat lambat laun akan ikut membaca buku.

Baca Juga : Di Gunung Ini Ada Petilasan Ki Semar, Sosok Leluhur di Tanah Jawa

“Dulu saya bawa buku ke acara masyarakat, malah seperti orang jualan buku. Kemudian mengenal Perpuseru, saya mulai berbicara ke Kades bagaimana kalau menjadikan perpustakaan sebagai tempat bayar uang air. Sambil menunggu, masyarakat lihat buku kemudian tahu ada perpustakaan di desa,” ungkapnya.

Ia kemudian mengadakan pelatihan bagi masyarakat di perpustakaan Desa Mukiran. Hal itu juga ia aplikasikan saat mengembangkan perpustakaan Desa Gladagsari.

“Program yang di Mukiran juga dilaksanakan di Gladagsari. Konsepnya perpustakaan berbasis inklusi sosial. Saya identifikasi masyarakat kurang di mana kemudian buat program. Ada program untuk disabilitas, Kelompok Wanita Tani (KWT), anak-anak, guru TK dan PAUD,” kata Daryati.

Baca Juga : Nikmatnya Makan di Restoran Sambil Belajar Berkebun Anggur di Boyolali



Program yang ia lakukan untuk penyandang disabilitas juga diberikan kepada orang tua penyandang disabilitas. Bahkan, penyandang disabitas Desa Gladagsari juga mendapat bantuan gerobak angkiran untuk usaha.

“Perpustakaan desa memfasilitasi pelatihan untuk difabel, seperti membuat flanel dan gantungan kunci. Ada kelas parenting untuk membuka mindset orang tua [penyandang disabilitas]. Kemerdekaan dan kesejahteraan disabilitas tidak lepas dari dukungan keluarga. Kami juga dapat bantuan gerobak angkringan untuk usaha,” tuturnya.

daryati pegiat perpus inkulsi boyolali
Daryati saat mewakili Perpustakaan Desa Di Mukiran untuk menerima penghargaan di tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2019. Daryati mulai menggeluti dunia perpustakaan sejak 2010. (Istimewa/Daryati)

Penghargaan

Daryati mengatakan tidak melakukan semua itu sendiri, tapi menghubungkan dengan orang-orang yang dianggap ahli.

Baca Juga : Dinkes Sukoharjo Ajukan 75.000 Dosis Vaksin Booster

“Untuk kegiatan begitu saya advokasi dulu ke ahli. Enggak mungkin saya yang mengajari karena bukan kapasitas. Misal, kegiatan senam ibu hamil ya mengundang bidan desa, kelompok tani mengundang ahli tani. Ini kami sedang mengusahakan menanam daun kemangi karena cepat panen,” ujarnya.

Daryati juga membuat kegiatan untuk anak-anak, seperti lomba bercerita dan kegiatan bimbingan belajar untuk anak sekitar. “Sempat ada anak kuliah yang mengabdi KKN [kuliah kerja nyata] di sini. Aku ajak mengajar anak-anak,” kata Daryati.

Beberapa penghargaan telah diraih perpustakaan yang dikelola Daryati sejak di Mukiran hingga Gladagsari. Terakhir, penghargaan sebagai perpustakaan desa terbaik dari Perpustakaan Nasional RI.

Baca Juga : Bantul Kick Off Vaksinasi Boster Pekan Ini, Simak Caranya Lur!

“Tahun 2013 dapat juara 2 lomba Perpusdes tingkat Kabupaten Semarang, tahun 2014 juara 1 di ajang yang sama. 2018 juara 1 di ajang yang sama. 2019 sempat dapat juara harapan 3 untuk lomba Perpusdes tingkat Provinsi Jawa Tengah,” paparnya.

“Selanjutnya, di Mukiran pernah dapat penghargaan Perpusdes terbaik dari Perpustakaan Nasional. 2021 yang di Gladagsari juga dapat penghargaan yang sama,” imbuh Daryati.

Daryati berharap perpustakaan berbasis inklusi sosial di Gladagsari, Boyolali, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang.

Baca Juga : Ada Mini Zoo di Kemuning Karanganyar Lo, Kamu Sudah Pernah Lihat?

“Harapan saya literasi di Gladagasari berkembang dan menjadikan masyakat sejahtera dalam bidang apapun. Kemudian, berdampak besar bagi ekonomi, kesehatan, pendidikan, semuanya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya