SOLOPOS.COM - Joko Murtanto bersama lukisan kaligrafi dari pasir putih dan lukisan vektor bikinannya. (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Dibukanya layanan internet gratis di Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Sragen, pada 2019 lalu benar-benar menjadi berkah bagi Joko Murtanto, 41.

Pria yang terlahir difabel atau tunadaksa itu memanfaatkan layanan internet gratis itu untuk memasarkan produk lukisan pasir putih dan lukisan vektor melalui Facebook maupun Instagram.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebelum terjadi pandemi Covid-19, dalam sebulan rata-rata Joko bisa menjual 20 buah lukisan. Satu lukisan biasa dijual Rp100.000. Namun, tidak jarang pemesan lukisan itu justru memberi uang lebih mulai Rp150.000 hingga Rp250.000.

Bimtek Batik Pewarna Alam di Solo Diminati Perajin, Begini Ilmu Dibagikan...

Ekspedisi Mudik 2024

Ini karena para pemesan tahu jika hasil penjualan lukisan itu dipakai Joko untuk operasional TK dan PAUD Jasmine Assalam yang ia dirikan sejak 3 Januari 2019. Itu adalah sekolah PAUD dan TK pertama yang berdiri di Dusun Gunungsono.

Joko Murtanto adalah sosok yang berperan penting di balik berdirinya PAUD dan TK Jasmine ini.

"Alhamdulillah sekarang ada 13 siswa PAUD dan sembilan siswa TK. Jumlah gurunya ada empat. Tapi, sayang untuk bayar honor empat guru TK ini belakangan seret. Kami kerap terlambat untuk membayar honor mereka," ujar Joko Murtanto kepada Solopos.com, Jumat (6/11/2020).

Pagebluk Covid-19 Anjlokkan PAD Sragen hingga Dana Transfer

Seretnya honor yang diterima empat guru PAUD dan TK itu terjadi setelah pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Sejak terjadi pandemi, pesanan lukisan vektor dan pasir putih menurun drastis.

Ini karena masyarakat berpikir bagaimana bisa bertahan hidup di masa pandemi sehingga mereka lebih mementingkan tercukupinya kebutuhan pokok.

“Dulu hampir setiap hari selalu ada pesanan. Dalam sebulan rata-rata saya bisa jual 20 lukisan. Sejak terjadi pandemi, susah sekali mendapatkan pesanan. Dalam seminggu, paling hanya ada beberapa pesanan,” papar Joko.

Desa Terpencil di Tepi WKO

Pandemi Covid-19 belum bisa diperkirakan kapan akan berakhir. Joko tidak mau tinggal diam. Untuk memasarkan lukisan vektor dan pasir pasir putih itu, Joko harus meminta bantuan beberapa rekannya yang memiliki akun Instagram dan Twitter dengan jumlah follower cukup banyak.

“Alhamdulillah sejak didongkrak oleh teman, sekarang mulai bangkit. Dalam seminggu itu, ada sekitar 10 pesanan. Mudah-mudahan bisa terus meninngkat sehingga saya tidak lagi telat membayar honor guru PAUD dan TK,” terang Joko.

Gilirejo merupakan salah satu desa terpencil di tepi Waduk Kedung Ombo (WKO). Desa di Kecamatan Miri itu berjarak sekitar 40 km dari pusat Kota Kabupaten Sragen.

Dimulai Akhir 2020, Begini Tahapan Vaksinasi Covid-19

Kondisi jalan yang belum ramah untuk angkutan berat itu memaksa proyek pembangunan jembatan penghubung Desa Gilirejo dengan Gilirejo Baru yang melintasi WKO tertunda. Citra sebagai desa tertinggal masih melekat kuat pada Gilirejo. Di desa ini, potensi di bidang pertanian tidak bisa berkembang karena hanya mengandalkan sawah tadah hujan.

Dalam setahun, rata-rata petani desa ini hanya bisa panen padi sekali. Selebihnya masih bisa panen palawija atau tanahnya diberakan karena tandus saat musim kemarau. Gilirejo juga menjadi salah satu desa yang tidak luput dari krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Sebuah ironi, mengingat Desa Gilirejo dikelilingi oleh waduk yang airnya dikenal tidak pernah kering.

Di tengah kondisi yang kurang menguntungkan itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Gilirejo punya gereget untuk membangun sumber daya manusia (SDM) warganya.

Hadiri Undangan WHO, Terawan Ungkap Peran Jokowi & Luhut atas Covid-19

Sejak awal 2019 lalu, Pemdes Gilirejo meluncurkan program internet gratis untuk warga di enam dukuh yakni Gilirejo, Pringapus, Gunungsono, Sendangrejo, Bangunan, dan Tapen. Di enam dukuh itu saat ini sudah dilengkapi fasilitas Wifi yang didirikan dengan total anggaran Rp50 juta dari dana desa.

“Layanan internet secara gratis ini juga sangat bermanfaat untuk mendukung pembelajaran di PAUD Jasmine Assalam. Melalui internet, kami bisa melakukan banyak hal seperti men-download lagu-lagu anak, mengenalkan aneka hewan hingga aneka transportasi. Sebagai anak desa yang tinggal di daerah pelosok, mereka belum pernah melihat kereta api. Anak-anak sudah pasti suka,” papar Joko.

Pemahaman dan Ilmu Baru

Joko juga mengajak kalangan pemuda di desanya untuk memanfaatkan internet gratis dengan baik. Menurutnya, apa pun bisa dipelajari melalui internet. Internet akan membuka pemahaman dan ilmu baru.

“Desa ini sudah banyak kehilangan anak muda. Mereka memilih merantau untuk mencari penghidupan. Sekarang bagaimana kalau kita balik. Kita harus menjadikan desa sebagai sumber penghidupan supaya pemuda tidak pergi merantau,” ucap Joko.

Ada Kisah Pusaka di Balik Penamaan Dusun Blewah Wonogiri



Keberadaan fasilitas internet gratis itu benar-benar dimanfaatkan oleh warga Desa Gilirejo. Sebagian warga memanfaatkan fasilitas internet itu untuk memasarkan ikan keramba yang dibudidayakan di WKO. Sementara Joko sendiri memanfaatkan layanan internet gratis itu untuk memasarkan kerajinan tangan berupa lukisan vektor dan pasir putih.

Untuk mendukung layanan internet gratis itu, Pemdes Gilirejo menganggarkan dana Rp2,5 juta/bulan. Dana itu bisa dipakai untuk memperpanjang langganan kuota internet gratis bagi warganya.

“Desa boleh tertinggal, tapi SDM desa ini tidak boleh ikut tertinggal. Fasilitas internet ini kami dirikan supaya warga kami bisa melek akan teknologi,” terang Kepala Desa Gilirejo, Parjo, dalam suatu kesempatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya