SOLOPOS.COM - Puluhan warga dan petani lahan pasir pesisir pantai Kulonprogo, DIY memasang spanduk penolakan tambang pasir besi di wilayahnya, Kamis (1/4/2021). (Solopos/Mariyana Ricky PD)

Solopos.com, KULONPROGO — Selama 15 tahun, para petani lahan pasir pesisir Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terus melawan rencana penambangan pasir besi di lahan garapan mereka. Namun perlawanan itu tak kunjung berhasil.

Sejumlah regulasi baru justru menyulitkan upaya mereka mempertahankan lahan bercocok tanam. Tulisan ini merupakan bagian pertama dari lima tulisan hasil peliputan Solopos bersama Tim Kolaborasi Liputan Agraria pada Maret-Juli 2021.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Di belokan S Jl Daendels tepatnya di perbatasan antara Desa Garongan dan Pleret, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo, puluhan orang tampak bahu membahu memasang spanduk berwarna biru, Kamis (1/4/2021) siang.

Spanduk yang dikaitkan pada papan petunjuk lalu lintas itu bertuliskan “Bertani atau Mati, Tolak Tambang Pasir Besi”. Mereka yang memasang spanduk mengenakan kaus seragam, bertuliskan kalimat senada. Mereka kemudian berbarengan meneriakkan yel-yel penolakan.

Baca Juga: Kulonprogo Siap Gelar PTM Tingkat SMP, SD Sabar Ya

“Tolak tambang pasir besi, tolak, tolak,” ucap para petani pesisir Kulonprogo, DIY, itu berulang kali. Spanduk di belokan jalan itu bukanlah satu-satunya. Di tepian Jl Daendels, ratusan spanduk bernada hampir sama berjajar.

Ekspedisi Mudik 2024

Pemasangan spanduk itu menjadi aksi pemuncak hari ulang tahun ke-15 Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo. Tahun ini menjadi tahun ke-15, PPLP Kulonprogo melawan rencana penambangan pasir besi di wilayah mereka.

Sejak propaganda tambang pada 2005 silam, mereka kukuh menolak. Koordinator PPLP Kulonprogo, Widodo, mengatakan ini adalah tahun kedua mereka tidak merayakan ulang tahun PPLP lantaran masih Pandemi Covid-19. Cara paling sederhana untuk menggelorakan perjuangan mereka adalah dengan memasang spanduk.

“Kami ingin menunjukkan pada semua orang, pada semua institusi, bahwa siapa pun yang ingin menggebuk kami, memusuhi kami, mengusir kami, bahwa selamanya kami tetap tinggal di sini, selamanya kami akan tetap bertani, dan selamanya kami tetap akan menghidupi. Jadi apa pun yang akan mengganggu ruang hidup kami, kami akan tetap lawan, dan bentuknya adalah misalnya seperti ini [pemasangan spanduk],” katanya.

Baca Juga: Penyekatan Ruas Jalan di Kota Jogja Tinggal Dua Titik

Sepanjang pesisir pantai selatan Kulonprogo, yang membujur dari arah barat (muara Sungai Bogowonto) ke timur (muara Sungai Progo) yang dibatasi Jl Daendels menjadi sumber penghidupan para petani. Warga menangguk untung dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan dari area itu.

Jika terdapat 20-an kelompok tani di wilayah itu dengan rerata jumlah anggota 100 orang maka total anggotanya ada 2.000-an petani. Jika setiap petani punya lima anggota keluarga, maka terdapat 10.000-an orang yang hidupnya tergantung dari hasil pertanian.

“Kami sudah sejahtera tanpa tambang,” tegas Widodo. Dasar penolakan tersebut karena kehadiran tambang pasir besi di wilayah pesisir dapat merusak kesuburan tanah dan produktifitas lahan.

Bertani atau menambang

Para petani di pesisir Kecamatan Panjatan, Wates, dan Galur, Kulonprogo, memang gelisah dengan masa depan mereka. Lahan pasir di pesisir Kulonprogo adalah lahan yang selama ini memakmurkan mereka.

Baca Juga: 25 Destinasi Wisata di Sleman Diusulkan Gelar Uji Coba

Para petani di pesisir Kulonprogo terkenal sebagai penghasil cabai yang diminati pasar, bahkan sampai dijual ke Batam, Medan, Jambi, Palembang, Lampung. Para petani itu juga bercocok tanam semangka, melon, dan sayuran.

Kemakmuran para petani pesisir Kulonprogo itu tak datang seketika. Pesisir di Kecamatan Panjatan, Wates, dan Galur itu dulunya gersang dan tandus. Dulu warga yang bermukim di pesisir Kulonprogo kerap diejek dengan sebutan “wong cubung”, karena begitu miskin dan tak berdaya.

petani pesisir kulonprogo
Genangan bekas lubang tambang pasir besi di pesisir pantai Kulonprogo, DIY, Kamis (25/3/2021). (Solopos/Mariyana Ricky PD)

Tapi hari ini lahan pasir itu menghijau oleh tanaman cabai, semangka, melon, dan sayuran. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kulon Progo membukukan Kecamatan Panjatan tahun 2020, penghasil tertinggi cabai dari 11 kecamatan lainnya mencapai 12.000 ton.

Itu menjadi gambaran kemakmuran para petani pesisir Kulonprogo. Tak mudah bagi para petani melawan rencana penambangan pasir besi PT JMI. Perusahaan itu terafiliasi dengan pembesar Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Baca Juga: 495 Anak di Bantul Kehilangan Orang Tua Akibat Covid-19

Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Maret 2021 menunjukkan 210 dari total 300 lembar saham PT JMI dikuasai Indo Mine Ltd, perusahaan tambang asal Australia yang mayoritas sahamnya dimiliki Rajawali Group.

Sejumlah 90 lembar saham lain PT JMI, setara 30 persen, dimiliki PT Jogja Magasa Mining (JMM), perusahaan tambang lokal di DIY. Data tersebut memerinci siapa saja pemegang saham PT JMM yang jumlah mencapai 300 lembar. Sejumlah 90 dari total 300 lembar saham PT JMM dikuasai PT Mitra Westindo Utama.

Putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Mangkubumi, menguasai 75 lembar saham PT JMM. Adik Pakualam X, BRMH Hario Seno juga menguasai 75 lembar saham PT JMM. Sejumlah 50 lembar saham PT JMM lainnya dimiliki oleh kemenakan Sri Sultan Hamengku Buwono X, RM Sumyandharto.

Sisanya, 10 lembar saham PT JMM, dimiliki Imam Syafii, seorang pengusaha asal Yogyakarta. Kontrak karya PT JMI merupakan rezim kontrak karya (KK) terakhir di Indonesia sebelum akhirnya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 (kini, UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020).

Baca Juga: Meski Turun Level PPKM, Pemkab Gunungkidul Belum Berani Buka Objek Wisata

Dengan Kontrak Karya yang berlaku hingga 2038 itu, PT JMI berencana membangun peleburan pasir besi berkapasitas produksi 1 juta pig iron per tahun. Area konsesi PT JMI mencakup Desa Karangwuni di sisi barat hingga kawasan Pantai Trisik di Banaran, Kecamatan Galur, di sisi timur yang juga lokasi pelepasliaran penyu dan permukiman warga relokasi beserta sejumlah tambak.

Adapun ‘lebarnya’ dari bibir pantai ke arah utara sejauh 2 kilometer, yakni 1,2 kilometer ke Jl Daendels yang bakal diperluas sebagai jalur jalan lintas selatan (JJLS) hingga 800 meter ke utaranya. Ada enam desa di tiga kecamatan yang masuk dalam wilayah tambang yang ditera Kontrak Karya PT JMI pada 2008.

“Wilayah kontrak karya yang kami pegang dari Sungai Serang ke Sungai Progo,” kata anggota staf Community Development PT JMI, Karwa Aziz Purwanto, saat ditemui April 2021 lalu.

Potensi tambang pasir besi pesisir Kulonprogo memang menggiurkan. Riset peneliti Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta, Indreswari Suroso, menunjukkan kandungan pasir besi di pesisir selatan Kulonprogo amat tinggi, yaitu 76,346 persen. “Padahal pasirnya hanya di kedalaman empat meter dan terletak 200 meter dari pantai,“ ujarnya sambil menambahkan riset dilakukan pada 2015 lalu.

Baca Juga: Satpol PP Sleman Ingatkan Peserta Vaksinasi, Ini Penjelasannya

Bukan hanya pasir besi lahan pasir itu juga memuat titanium hingga 12,87 persen. “Kandungan titanium ini cocok menjadi bahan dasar pesawat terbang,” ungkap Indrasweri, Maret 2021.

Dokumen Kontrak Karya PT JMI pun telah menetapkan besaran iuran eksploitasi produksi mineral/royalti untuk empat jenis mineral yang akan didapatkan dari penambangan pasir besi di pesisir Kulonprogo itu.

Keempat jenis mineral itu adalah besi (tarif royalti 3 persen), vanadium (tarif royalti 4,5 persen), titanium (tarif royalti 3,5 persen), dan pasir besi (tarif royalti 3,75 persen).



Kiriman Pasir ke China

Petani PPLP KP mengingat aktivitas PT JMI yang mencolok terjadi pada 2012. Saat itu, PT JMI mendirikan pagar beton dan membangun gedung perkantoran di Dusun Keboan, Desa Karangwuni. Namun, selepas itu tidak terdengar lagi kegiatan JMI di pesisir selatan Kulonprogo.

Baca Juga: Pembangunan Pasar Turi Bantul Capai 28 Persen

Malah pada tahun 2017, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kepada karyawannya. Karwa menjelaskan hingga kini pengadaan lahan dan aktivitas PT JMI baru berada di Karangwuni. Pengadaan lahan untuk PT JMI dimulai pada 2011 dengan luas 6 hektare, lalu bertambah 162 hektare pada 2013-2016.

Area itu rencananya untuk penambangan perdana dan lokasi pabrik. Penambangan pasir sampel dilakukan pada 2012—yang baru dikirim ke Cina pada 2020. Pada 2016, PT JMI sempat hendak groundbreaking yang dihadiri Presiden RI. Namun tiba-tiba proyek bandara NYIA muncul dan dikebut.

Di area itu juga dikembangkan pelabuhan Tanjung Adikarto yang hingga kini mangkrak. “Calon pabrik bergeser 1-3 kilometer. Hanya tersisa 54 dari 168 hektare. PT JMI ngalah dua kali,” katanya. Alhasil, sejak 2012, tak ada aktivitas penambangan di area JMI.

Sepi di lapangan, namun di belakang meja justru banyak yang terjadi dalam tubuh PT JMI. Perusahaan itu melakukan restrukturisasi besar-besaran gara-gara pemegang saham terbesarnya, Indo Mine Ltd diambil alih Rajawali Group.

Baca Juga: Tak Seperti Akidi Tio yang Ngeprank, Nenek Ini Sumbangkan Ambulans dari Duit Tabungan

Sejak akhir 2012, Rajawali Group menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan tambang berbadan hukum Australia itu dengan mengantongi 57 persen saham Indo Mines Ltd. Sisa saham lainnya masih dikuasai publik, diperjualbelikan di Bursa Saham Australia.

Akan tetapi, sejak 21 Agustus 2018, saham Indo Mines Ltd tak lagi di perdagangkan di bursa (delisted) karena semua saham di pasar telah dibeli Rajawali Group. Karwa membenarkan sejak 2019 perusahaan melakukan restrukturisasi.



Setelah restrukturisasi itu, PT JMI menggandeng perusahaan baja Rockcheck Steel Group, yang membuat Karwa yakin penambangan pesisir Kulonprogo akan segera terealisasi. “Project partnernya sekarang beda. Dulu Indo Mines, sekarang dari China. Ini agak serius,” kata Karwa.

Menurut paparan PT JMI ke pemda, pada 2018 Rajawali berdiskusi dengan Rockcheck Steel Group, perusahaan baja di Tianjin, China. Selain melakukan uji material di lab perusahaan itu, pemilik Rajawali, Peter Sondakh, bertandang ke sana dan bertemu pemimpin Rockcheck. Sayangnya, Juru bicara Rajawali Group, Dina Damayanti, tak merespons permintaan wawancara soal PT JMI.

Baca Juga: 7 Bocah Kehilangan Orang Tua dalam Kecelakaan Maut di Tebing Breksi Sleman

Medio 2019, gantian bos-bos Rockcheck ke PT JMI hingga bertemu Sultan HB X. Dari hasil pertemuan itu, teknologi pemurnian besi berubah dari RHF ke blast furnace yang risiko dan biaya operasinya lebih rendah. Rockcheck bahkan disebut punya pabrik baja dengan teknologi itu yang dapat direlokasi ke JMI.

Namun saat itu pula, manajemen JMI melakukan restrukturisasi, seperti pemangkasan pimpinan dan karyawan. Direktur JMI Bobby Sandi enggan berbicara banyak soal perkembangan JMI karena masih “fokus tugas utama”. “Saya sedang sibuk-sibuknya saat ini,” katanya via pesan singkat.

Yang para petani pesisir Kulonprogo tahu, pada pertengahan tahun lalu, PT JMI mengirimkan 30.000 ton sampel pasir besinya ke Rockcheck untuk diuji coba. Hasilnya akan mengukur apakah penambangan pasir besi Kulonprogo ekonomis.

Baca Juga: Destinasi Wisata Belum Dibuka, Pemkot Jogja Usir Bus Pariwisata

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Sugeng Mujianto, menyatakan masih menunggu hasil uji coba sampel pasir besi PT JMI itu. Sugeng menyebut JMI menunda-nunda penyerahan hasil tes sampel tambang.

“Mereka sudah mundur 2-3 bulan dari janji mereka mau menyerahkan hasil itu. Alasannya pandemi, pelabuhan [di China] itu ditutup,” kata Sugeng melalui layanan aplikasi Whatsapp, pertengahan April 2021.



Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X juga belum tahu hasil uji sampel pasir besi JMI di China itu. “Katanya [hasilnya] positif, tapi seperti apa, saya belum tahu persis karena lapornya ke Kementerian ESDM,” ujar Sultan.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya