SOLOPOS.COM - Rombongan siswa dari SMAN 3 Purwokerto mengunjungi Museum Radya Pustaka, Sabtu (16/4/2016). Kunjungan tersebut terkait pendalaman mata pelajaran sejarah di kalangan siswa. (Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Museum Radya Pustaka Solo bakal memasuki usia 132 tahun pada Jumat (28/10/2022) besok. Museum tertua di Indonesia tersebut terus bertahan menyesuaikan zaman dengan pelayanan kunjungan museum gratis.

Museum ini didirikan pada masa pemerintahan Raja Keraton Solo Paku Buwono (PB) IX oleh Kanjeng Raden Adipati (KRA) Sosrodiningrat IV di Dalem Kepatihan pada 28 Oktober 1890. KRA Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih PB IX dan PB X.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Museum tersebut lalu dipindahkan ke lokasinya sekarang ini di Jl Slamet Riyadi No.275, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo, pada 1 Januari 1913. “Kala itu gedung museum merupakan rumah kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar,” tulis keterangan pada laman resmi Asosiasi Museum Indonesia yang dikutip Solopos.com, Rabu (21/10/2022).

Museum Radya Pustaka Solo awalnya tidak berada di bawah naungan dinas setempat namun berstatus yayasan. Yayasan yang bernama Yayasan Paheman Radyapustaka Surakarta baru dibentuk pada 1951.

Selanjutnya Go Tik Swan yang juga dikenal dengan nama KRT Hardjonagoro membentuk presidium untuk tugas pelaksanaan sehari-hari museum pada 1966. Museum Radya Pustaka memiliki koleksi yang terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit, dan naskah kuno.

Baca Juga: Gending Kepatihan dan Wayang Gedhog Kembali Dihidupkan di Radya Pustaka Solo

Koleksi buku kuno yang banyak dicari itu, di antaranya buku mengenai Wulang Reh karangan PB IV. Karya itu isinya antara lain mengenai petunjuk pemerintahan dan Serat Rama karangan Pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo), Yasadipura I, yang menceritakan tentang wiracarita Ramayana.

Museum Radya Pustaka solo
Pengunjung melihat koleksi Museum Radya Pustaka di Jl. Slamet Riyadi No.275, Solo, Selasa (16/8/2022). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Pengelola Museum Radya Pustaka Solo baru-baru ini mengembangkan teknologi untuk memberikan pengalaman berkunjung ke museum secara virtual maupun untuk menyelamatkan koleksi museum. Museum Radya Pustaka yang merupakan museum tertua di Indonesia menambah ruang pada sekitar 2012 di sisi selatan.

Penjelajahan Virtual

Tata letak Museum Radya Pustaka lalu diubah pada 2013. Ada sejumlah ruangan untuk memamerkan koleksi museum, antara lain ruang pertama dari depan yang menampilkan beberapa koleksi di antaranya topeng, keris, senjata api, payung pejabat Keraton Solo.

Kemudian ada ruang yang menampilkan koleksi arca dan ruang manuskrip yang menyimpan 409 naskah. Selain menampilkan koleksi, pengelola museum melakukan digitalisasi naskah di ruang tersebut. Mereka melakukan digitalisasi sejak 2009. Proses digitalisasi baru mencapai sekitar 50 persen dari total koleksi.

Baca Juga: Mengenal Keunikan Wayang Dupara Koleksi Museum Radya Pustaka Solo

Selanjutnya ada ruang lebih besar dari ruangan lainnya yang menampilkan koleksi wayang, gamelan, miniatur perahu Rajamala, dan Rajamala. Ada beberapa jenis wayang yang ditampilkan di ruangan ini, di antaranya wayang dupara, purwa, suket.

Pengalaman melihat koleksi Museum Radya Pustaka Solo itu bisa didapat melalui virtual dengan mengakses https://radyapustaka.id. Pengguna bisa melihat koleksi museum secara interaktif dengan layanan virtual tour 360.

Pengunjung virtual bisa masuk ke ruangan-ruangan Radya Pustaka bahkan bisa memperbesar atau memperkecil gambar yang dilihat. Namun, untuk beberapa keterangan koleksi berbentuk tulisan ada yang tidak terlihat jelas.

Selain itu, pengguna bisa mendapatkan informasi sejumlah museum lainnya di Kota Solo. Pengelola Radya Pustaka juga memperkenalkan Aji Saka yang merupakan Maskot Museum Radya Pustaka.

Baca Juga: Rumah hingga Benteng, Ini Daftar Bangunan Peninggalan Belanda di Solo

Pameran Antarmuseum

Maskot itu ditampilkan dengan bentuk animasi yang menceritakan sejarah Radya Pustaka, koleksi, serta cerita mengenai koleksinya. Ada tiga episode yang ditampilkan pada laman itu.

wayang dupara koleksi museum Radya Pustaka solo
Wayang dupara dipajang pada vitrine/etalase Museum Radya Pustaka di Jl. Slamet Riyadi No.275, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo, Selasa (16/8/2022). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Petugas Bagian Pengelolaan Naskah Museum Radya Pustaka Solo, Kurnia Heniwati, menjelaskan semula ada kegiatan pameran yang dilakukan rutin antarmuseum seluruh Indonesia.

Biasanya pengelola museum membawa replika untuk kegiatan pameran sesuai tema pameran. Pameran itu bisa menarik para calon pengunjung untuk datang ke museum-museum yang mengikuti pameran itu.

Namun, adanya pandemi Covid-19 membuat pemeran dilakukan secara virtual. Momen itu menjadikan Museum Radya Pustaka mengembangkan digitalisasi museum. Pengelola Radya Pustaka mencatat ada ribuan pengguna yang mengakses layanan virtual.

Baca Juga: Museum Radya Pustaka Kini Bisa Diakses Secara Virtual, Ini Linknya

“Layanan memang belum maksimal. Kami menggunakan laman itu untuk pameran virtual sebelumnya. Kami ingin membuat satu laman dikembangkan supaya masyarakat bisa membaca buku dari sana, mencari data, atau katalog koleksi,” kata Nia kepada Solopos.com, belum lama ini.

Selain itu, lanjutnya, pengunjung museum virtual yang menanyakan beberapa hal belum bisa disampaikan pada laman namun biasanya mereka mengirim pesan melalui platform lain, yakni Instagram.

Digitalisasi Naskah

Menurut Nia, digitalisasi tidak hanya mencukupi kebutuhan para pengunjung namun sebagai upaya menyelamatkan koleksi museum. Koleksi Museum Radya Pustaka Solo merupakan benda-benda dari bahan-bahan alami yang tidak bisa bertahan selamanya.



“Buku suatu hari tidak bisa dibaca makanya langkah digitalisasi sering dilakukan. Digitalisasi harus terus menerus untuk mengamankan naskah-naskah kuno,” jelasnya.

Baca Juga: Jejak Batik dari Zaman Majapahit hingga Dinobatkan sebagai Warisan Budaya Dunia

Selain buku, Nia memberikan contoh berupa wayang beber yang mulai melengkung, korosi pada benda-benda logam, dan gerabah yang rawan rusak jika ada gempa. Pengelola berusaha merawat dengan bahan-bahan alami supaya koleksi tidak cepat rusak.

“Untuk serangan kutu pakai cengkih dan akar wangi di sela-sela almari. Kutu-kutu tidak akan berkembang biak. Setelah diteliti, cengkih dengan asiri membuat kutu menjadi impoten sehingga tidak bisa berkembang biak,” ujarnya.

Digitalisasi dan semua hal itu dilakukan sebagai upaya menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi agar Museum Radya Pustaka sebagai museum tertua di Indonesia tetap bisa bertahan dan menarik perhatian publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya