SOLOPOS.COM - Ilustrasi tawuran pelajar. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Meski sudah banyak tindakan dari aparat kepolisian, namun hingga kini tawuran pelajar seperti terjadi di Yogyakarta masih saja kerap terjadi. Banyak kerugian akibat peristiwa ini bukan hanya material, melainkan juga nyawa.

Banyak motif dari tawuran pelajar ini, mulai dari salah paham yang menyebabkan suatu kelompok merasa terhina, dendam yang sudah mengakar, hingga hanya ingin menunjukkan kemampuan untuk gagah-gagahan saja. Kerugian ini tidak hanya terdampak pada pelaku, melainkan juga pada orang-orang tak bersalah yang pada saat kejadian berada di lokasi. Tawuran pelajar merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, sehingga harus diatasi.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Baca Juga: Diburu! 3 Pelaku Tawuran Geng Pelajar dengan Motor di Yogyakarta

Sebelum mengetahui bagaimana tawuran pelajar dapat diatasi, kita harus mengetahui terlebih dahulu pemicunya.  Mengutip laman guruppkn.com, Kamis (11/11/2021),  ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tawuran yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Tabiat

Tak diragukan lagi, faktor utama penyebab tawuran adalah tabiat dari para pelaku sendiri. Kondisi emosional yang tidak terjaga dan ketidakmampuan untuk menahan diri dari amarah merupakan sebab bagaimana tawuran dapat dimulai. Tawuran adalah manifestasi dari emosi yang tidak terkontrol dalam menghadapi suatu “serangan” dari suatu kelompok lain.

Baca Juga: Norak Jadi Trending Gara-Gara Panitia Mandalika Bongkar Kargo Peserta

Pada umumnya, tawuran diawali dengan masalah kecil yang melibatkan perseorangan lalu membesar menjadi permasalahan kelompok karena faktor relasi. Masing-masing pribadi tidak dapat menahan emosinya dan akhirnya melakukan jalan kekerasan untuk memperlihatkan rasa tidak suka dan tidak setuju dengan beradu fisik. Tambahan pula, emosi ini lama-lama akan menjadi dendam antar kelompok dan akhirnya munculah istilah “musuh abadi” yang biasanya menjadi dasar untuk terjadinya tawuran.

2. Faktor Keluarga

Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi setiap pribadi merupakan ujung tombak dari penanaman nilai dan budi pekerti. Ada kalanya orangtua tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak meskipun sudah dilindungi oleh hak perlindungan anak karena kesibukan dan karir sehingga anak tidak memiliki suatu sosok untuk diteladani. Ada pula orangtua yang membiarkan anaknya bergaul dengan lingkungannya secara terlalu bebas.

Namun demikian, hal yang paling dapat menjadi bibit tawuran dari faktor keluarga adalah kondisi emosi keluarga itu sendiri. Banyak sekali orang tua yang ringan tangan terhadap anak mereka dan tak jarang bertengkar baik antara suami istri maupun dengan anak-anak mereka. Kebiasaan yang mendahulukan perlakuan fisik dibandingkan pendekatan melalui perkataan atau diplomasi dapat menjadikan anak mafhum bahwa kekerasan fisik adalah sesuatu yang lumrah.

Baca Juga:  6 Film Indonesia Ini Raih Piala Citra Terbanyak Sepanjang Sejarah

3. Faktor Lingkungan

Lingkungan yang tidak sehat dapat memicu anak untuk terbiasa dengan hal-hal yang buruk juga. Misalnya saja film di televisi yang meperlihatkan kekerasan dan malah dianggap sesuatu yang menyenangkan dapat ditiru oleh anak sehingga terbiasa dengan kekerasan. Belum lagi faktor lingkungan sekitar di mana anak-anak bergaul dengan teman-teman yang “keras” karena tidak mendapatkan pendidikan dari keluarganya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, dapat memicu kebiasaan akan perlakuan fisik antar sesama.

Bila ini dibiarkan hingga anak-anak menjadi dewasa, maka nilai-nilai kekerasan fisik akan melekat dan menurun dan bisa menjadi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan. Maka, tawuran akan menjadi suatu hal yang biasa karena orang-orang berpikir bahwa jalan kekerasan adalah jalan yang benar untuk mengatasi suatu masalah, jalan kekerasan adalah jalan yang legal atas segala perlakuan yang tidak menyenangkan yang terjadi pada orang tersebut.

4. Faktor Relasi

Persahabatan yang kuat memang baik apabila karena persahabatan itu mereka menjadi saling tolong-menolong dalam kebaikan. Namun ada kalanya persahabatan disalahartikan menjadi saling tolong-menolong tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan. Seseorang yang medapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau seseorang yang merasa kelompoknya dihina akan menggalang kekuatan kelompoknya.

Baca Juga:  Mengenal Roasting Seperti Dilakukan Kiky Saputri

Hal inilah yang memicu tawuran yang diakibatkan oleh masalah perorangan. Masalah seorang anggota kelompok menjadi masalah keseluruhan kelompok karena adanya rasa saling memiliki yang erat. Namun sayangnya, karena faktor-faktor lain yang disebutkan sebelumnya, pertikaian dengan cara adu jotoslah yang menjadi pilihan utama.

5. Faktor Pendidikan

Sekolah adalah lembaga formal tempat mendidik anak-anak untuk mendapatkan nilai-nilai dan budi pekerti luhur. Namun adakalanya sekolah tidak dapat menjalankan tugasnya mendidik anak karena guru-guru yang kurang cakap. Masih banyak hingga dewasa ini guru-guru yang tak segan berbuat kekerasan terhadap siswanya yang tidak mengetahui manfaat tata tertib sekolah untuk menunjukan ketidaksetujuan terhadap apa yang dilakukan oleh sang siswa. Jelas, ini adalah sesuatu yang salah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya