SOLOPOS.COM - Wujud Kentongan di Zaman Dahulu. (Istimewa/Facebook Informasi Kecamatan Anjatan)

Solopos.com, KLATEN — Kentong Gebyok menjadi salah satu ingatan bagi warga Klaten yang saling berseteru pada akhir kekuasaan Soekarno pada tingkat lokal. Peristiwa Kentong Gebyok terjadi di era 1960-an.

Dikutip, Rabu (28/9/2022) dari jurnal Peristiwa Kentong Gebyok: Di Antara Mengingat Sekaligus Melupakan Kekerasan 1965 di Klaten, Jawa Tengah oleh Kuncoro Hadi dan F.X. Domini B.B. Hera, 1 Oktober 1965 diperingati sebagai peristiwa yang menggegerkan masyarakat yang bersifat lokal dan menimbulkan kekerasan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat malam tanggal 22-23 Oktober 1965, atmosfer berubah mengerikan di berbagai daerah di Klaten. Tak lain tak bukan, akibat ricuh peristiwa G30 S.

5 Oktober 1965, PKI di Jawa Tengah mengeluarkan dukungan tanpa adanya syarat terhadap Presiden Soekarno, guna meningkatkan persatuan dan menenangkan Angkatan Darat dengan kegiatan sebaik mungkin. Tak lama selang 5 hari, tepatnya 10 Oktober 1965, CS PKI Klaten ikut membuat dukungan yang sama dan dikirim langsung kepada Presiden Soekarno (Anderson dan McVey, 2001:141).

Dalam pertemuan pihak Kepolisian Resor Klaten bicara soal pembekuan ormas serta parpol di Klaten sebagai tindak lanjut dari surat keputusan Panglima Kodam VII Diponegoro. Mereka mengatakan “Presiden saja tidak berani membekukan PKI, ini kok malah instansi berani-beraninya”.

Baca Juga: Malaise! Krisis Terparah yang Landa PG Gondangwinangun Tahun 1930

CS PKI Klaten menentang tindakan pembekukan kepada PKI dan ormas karena itu merupakan upaya pelumpuhan elemen-elemen kiri. Akibatnya, ketegangan pun dimulai dari pemogokan, sabotase, hingga pengganyangan.

Pukul 23.00 malam, suara kentungan tanda peristiwa kegemparan mulai terdengar. Hal yang sama pun terjadi di Boyolali dan Surakarta. Aksi sabotase terjadi di Jalan Raya Tegalgondo, Delanggu, serta di jalan sekitar Gondangwinangun sampai ke Prambanan.

Akibatnya, ada 312 korban penculikan, 33 korban penganiayaan, 22 korban hilang, 38 rumah atau bangunan terbakar, 168 korban pembunuhan, dan 11.265 korban mengungsi.

Baca Juga: Masa Jaya Pabrik Karung Goni Delanggu, Karyawan Bisa Punya Sepeda Mahal

Sudah lebih dari 50 tahun peristiwa itu terjadi. Masyarakat setempat mulai bisa berdamai dengan masa lalu. Mereka berkata “sing wis yo wis” yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah “biarlah masa lalu menjadi masa lalu”.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya