SOLOPOS.COM - Para siswi SDN 1 Ngasem bermain karawitan di dekat sekolah mereka, Sabtu (3/5/2014), untuk memperingati Hardiknas. (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KARANGANYAR — Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) biasanya diwarnai dengan upacara bendera yang sangat formal. Namun para murid SDN 1 Ngasem, Colomadu, Karanganyar, melakukannya dengan cara yang berbeda.

Sabtu (3/5/2014) pagi, suara gamelan mengalun dari sebuah rumah kuno di Janten, RT 001/RW 003, Ngasem, Colomadu. Pemainnya tak lain adalah anak-anak kelas IV dan kelas V SD tersebut. “Ini adalah rumah milik mendiang Raden Ngabehi Tumenggung Saryono,” kata Jayadi, seniman gamelan asli Ngasem yang menjadi salah satu pengajar karawitan di SDN 1 Ngasem.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di kalangan warga setempat, Saryono bukan hanya dikenal karena darah birunya dari Pura Mangkunegaran, melainkan juga kepeduliannya pada seni karawitan. Rumahnya yang tepat berada di depan gedung SDN 1 Ngasem dijadikan sebagai tempat anak-anak belajar karawitan tanpa dipungut biayua. Di samping pendapa rumah besar itu, satu set peralatan gamelan komplet dimainkan anak-anak sehari-hari.

Kali ini, kemampuan anak-anak tersebut ditunjukkan untuk memperingati Hardiknas di sekolah mereka. Meski hanya ditonton oleh rekan-rekan mereka sendiri, permainan ini setidaknya memberikan hiburan bagi setiap masyarakat sekitar yang kebetulan mendengar permainan gamelan mereka. Mereka memulainya dengan tembang Kagok Liman dan Dirgahayu.

“Ini sebenarnya lagu berat karena mereka masih anak-anak,” kata penanggung jawab seni karawitan SDN 1 Ngasem, Joko Pramono. “Seharusnya untuk mereka lagu dolanan, tapi dari kabupaten memberikan lagu-lagu yang berat. Ini materi untuk orang tua lho.”

Toh, mereka mampu memainkan tembang-tembang itu dengan sangat lancar. “Meskipun berat, tapi yang namanya anak-anak bisa menerima materi ini dengan mudah,” lanjut Joko.
Sekolah ini memiliki perjalanan cukup panjang dalam seni karawitan. Meski mereka masih menumpang tempat dan peralatan untuk latihan, anak-anak ini sudah dikenal di Karanganyar, setidaknya di Colomadu. Hampir setiap tahun, mereka mewakili kecamatan tersebut dalam berbagai pentas seni karawitan.

Kemampuan mereka juga sudah dikenal di berbagai tempat. Mereka secara rutin mengisi program di RRI Solo dan berbagai acara di Lor In Hotel. Sebagian fee dari pentas dipakai untuk pengadaan kostum perlahan-lahan.

Bagi anak-anak yang kebanyakan perempuan ini, gamelan sudah seperti mainan sehari-hari. Mereka belajar bermain karawitan sejak kelas III dan sebagian sudah memiliki kecenderungan terhadap alat-alat tertentu, seperti slenthem, gong, bonang, serta demung, saron, dan peking. Sayangnya, kemampuan mereka sering tidak tersalurkan saat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

“Seringnya terputus waktu di SMP karena sangat jarang ada SMP atau sekolah yang mengajarkan seni karawitan,” kata Joko.

Hal ini pula yang membuat sedikit sekali alumni SDN 1 Ngasem yang menjadi seniman karawitan profesinal. Berdasarkan penelusuran pihak sekolah, belum pernah ada lulusan SDN 1 Ngasem yang melanjutkan pendidikan ke SMKN 8 Solo dan kuliah seni di ISI Solo.

“Jangankan kuliah seni, rata-rata mereka melanjutkan pendidikan ke STM, enggak ada yang kuliah, apalagi di ISI,” kata Emi Muwarni, guru kelas VI SD ini.

Karawitan di sekolah ini memang lebih diperuntukkan untuk memelihara tradisi. “Karena itu, hari ini siswa-siswi bermain saja dalam rangka Hardiknas. Anak-anak bermain, itu saja,” kata Suwarno, guru Bahasa Jawa di SD ini.