SOLOPOS.COM - Yus Warsono saat memanen lele cendol di kolam samping rumahnya, Perum Bangunjiwo Grahayasa Blok A 19, RT 10 Dusun Kalirandu, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul. Minggu (18/9/2016) (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Perikanan Bantul, budidaya lele dapat dilakukan di area terbatas

Harianjogja.com, BANTUL — Ditangan Yus Warseno (52), Sebuah buis beton ukuran satu meter dengan diameter 60 centimeter dijadikan kolam lele. Sedikitnya terdapat 250 ekor lele yang dia pelihara di sebuah beton berbentuk silender tersebut. Dia hanya memerlukan waktu dua bulan agar lele siap di panen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yus sapaan akrab warga yang tinggal di Perum Bangunjiwo Grahayasa Blok A 19, RT 10 Dusun Kalirandu, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul ini mencoba memanfaatkan lahan sempit untuk budidaya lele. Sisa tempat di samping rumahnya dia manfaatkan untuk untuk melakukan inovasi teknologi budidaya lele cendol super intensif.

Sebutan lele cendol dia peroleh ketika melihat lele yang bergerombol di buis beton menyerupai cendol di dalam gelas. Buis beton dia tempatkan di sisa ruang di samping jendela kamarnya. Bahkan, kolam budidaya lele miliknya itu tak memerlukan tempat lebih dari satu meter dengan biaya relatif murah.
”Untuk membuat kolam itu, saya membeli satu buis beton seharga Rp65.000 dengan biaya pembuatan kolam Rp100.000, termasuk peralon dan semen untuk melapisi buis beton,” kata Yus, Minggu (18/9/2016).

Perhatikan Karakter Lele

Dia mensiasati buis beton untuk digunakan sebagi media budidaya dengan  cara dipasang berdiri dengan bagian dasar dibuat fondasi berbentuk cekungan. Kemudian, bagian tengah diberi paralon berdiri untuk disambungkan dengan paralon berbentuk siku (elboe line ) untuk saluran pembuangan air limpasan dan limbah air buangan saat pengurasan.

Pengisian air pun tak dibuat penuh, cukup pada ketinggian sekitar 80 sentimeter supaya lele tidak lompat keluar. Yus yang juga pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul itu mengungkapkan, inovasi budidaya lele cendol yang dilakukan itu efisien lahan, air, pakan, tenaga, bebas pencemaran lingkungan dan udara, tidak ada limbah, serta tidak berbau busuk.

Yus merancang budidaya lele di buis beton ini dengan memperhatikan teknis budidaya ikan sesuai habitat lele, yang menurutnya  lele suka kondisi gelap degan suhu yang stabil. Dia memaparkan, sesuai habitat di alam, lele suka berkumpul dalam lubang, atau istilah Jawa-nya ngerong. Sehingga dengan membuat kolam menggunakan buis beton dengan dasar berbentuk setengah lingkaran, akan membuat lele serasa dalam lubang yang dalam. Hal itu juga akan membuat metabolisme tinggi karena suhunya tetap stabil, sehingga lele akan banyak makan dan cepat besar.

“Berbeda dengan budidaya lele yang dilakukan orang pada umumnya yang menggunakan kolam yang luas. Padahal dengan kolam luas suhunya jadi tidak stabil, lele ketika suhunya terlalu dingin cenderung tidak mau makan,” ujar pria yang merupakan lulusan salah satu akademi perikanan di Jakarta ini.

Yus menambahkan dengan bentuk buis beton yang bulat silinder, diharapkan lele serasa bertempat di ruangan yang cukup luas, karena jika bergerak tidak pernah ketemu ujung atau titik mati yang rawan oksigen. Pergerakan yang terbatas dalam buis beton itu, nutrisi makanan hanya dipergunakan untuk membentuk daging bukan untuk energi gerak sehingga lele akan cepat besar.

Selain itu Yus menggunakan sistem pembuangan kotoran dengan dengan memanfaatkan teknologi bejana berhubungan. Setiap kolam diisi dengan air, maka kotoran yang mengendap di kolam dengan sendirinya akan keluar melalui pipa paralon yang telah dilubangi pada bagian bawahnya. Hal ini karena saat kolam diisi dengan air akan terdapat tekanan yang mendorong semua kotoran untuk keluar. Sehingga kondisi air selalu bersih.

Pengkondisian sistem pergantian air semacam itu menurutnya menjadikan pergantian air akan sempurna, dengan begitu tidak ada kesempatan penyakit seperti bakteri ataupun jamur berkembang. Akibatnya penumpukan pakan pun tidak ada, sehingga kolam lele menjadi tidak berbau dan mencemari udara sekitar. “Bahkan, limbah air buangaan saya manfaatkan untuk menyiram tanaman dan ternyata subur-susbur,” imbuhnya.

Dalam memanfaatkan limbah air tersebut, Yus mengunkan pipa saluran pembuanga air yang dia sambungkan ke semua tanaman. Pipa paralon dia lubangi kecil-kecil sehingga saat terjadi pembuangan limbah air kolam, secara otomatis tanaman tomat, cabai, dan terong miliknya tersirami.

Manfaat inovasi teknologi budidaya lele yang dilakukan itu pun juga dirasakan bagi istrinya, Srihartinnovmi. Wanita itu pun mengaku meminta supaya suaminya membuatkan kolam lebih banyak untuk kesibukan yang menghasilkan. “Rencananya mau bikin dua kolam lagi, biar nanti setiap kolam diisi dengan ukuran lele yang berbeda,” ujar Srihartinnovmi.

Wanita yang juga bekerja sebagai PNS di Dinas Sosial Bantul ini mengatakan selain panen lele, sekaligus juga bisa panen sayuran tanpa repot untuk menyiram. Menurutnya selama ini hasilnya sudah lumayan, menurutnya lumayan, dari satu kolam diisi benih sekitar 250 ekor lele. Menghabiskan pakan 8 kg dengan harga per kg Rp10.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya