SOLOPOS.COM - Siane Caroline (JIBI/Harian Jogja/dok.Siane Caroline)

Perempuan inspiratif berikut mengenai konsep hidup sehat

Harianjogja.com, SLEMAN-Di saat produsen lain menawarkan roti empuk, harum dan enak, Kebun Roti justru berdiri sebaliknya. Bukan hanya tak berasa, roti yang ditawarkan justru tercium lebih asam dan keras. Namun panganan anti-maindstrem ini justru kian diburu. Saking banyaknya permintaan, sang pemilik Siane Caroline dan suami sering kuwalahan dan mulai membatasi pesanan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepada Harianjogja.com, Siane mengatakan usaha ini dimulai dari pengalaman pribadi. Dirinya mengaku cukup sensitif dan tak dapat makan sembarangan. Salah mengkonsumsi, pundaknya dapat berwarna kemerahan dan terasa gatal.

“Saya enggak bisa makan sembarangan karena alergi. Makanya takut makan diluar. Terpaksa saya bikin sendiri,” terangnya saat dijumpai di Klinik Kopi, Senin (29/2) malam.

Proses pembuatan roti yang berkonsep sehat ini dilakukan secara otodidak pada 2012. Buka-buka buku resep, nonton saluran masak hingga proses uji coba dijabani terus. Dan tentu saja awal percobaan rasa antah berantah masih kental disana-sini. Kendati demikian, perulangan kegagalan ini justru yang mengantarkan Siane untuk mengenal sourdough atau roti asam ini.

Karena berbasis pengalaman pribadi, lulusan Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) ini menuturkan roti-roti yang dihasilkan untuk konsumsi pribadi. Sesekali roti ini dimanfaatkan untuk menjamu atau buah tangan bagi rekan-rekan. Dari sinilah orang-orang mulai mengenal produk olahan roti dengan ragi alami ini dan berusaha untuk mendapatkan.

“Saat itu, fitness center lagi heboh diet makanan sehat. Akhirnya kami membuat untuk pesanan. Kebetulan dulu juga ikut komunitas salsa juga, banyak orang yang tertarik,” tambahnya.

Awalnya roti yang dibuat dan dititipkan ke fitness center baru satu setengah kilogram. Dalam waktu singkat, jumlah pemesanan meningkat hingga tujuh kilogram. Kala itu. 20 tempat kebugaran dari Jalan Kaliurang KM 12,5 hingga Jalan Imogiri menjadi jalur yang harus didatangi tiap waktu.

Saat itu, keduanya pun mulai memperkenalkan produk ini dengan nama Kebun Roti. Arti nama ini, kata dia, diambil dari kebiasaannya dan suami yang doyan berkebun dan roti. Merek ini dinilai tidak hanya dapat mewakili usaha tetapi juga kepribadian pemilik.

Keriwehan ini disebut Seina hanya berjalan selama dua lebaran. Bukan karena permintaan menurun tetapi justru pesanan bertambah sedang tenaga untuk memproduksi hanya dirinya dan suami.

“Akhirnya kami lepas … Tidak lagi ke fitness center,” ujar dia.

Roti yang Sensitif untuk Sang “Sensitif”

Roti asam, tambahnya, menggunakan ragi yang “hidup”. Dikatakan hidup karena proses produksi ragi hingga pembuatan roti tak dapat sembarangan. Curah hujan tinggi dan rendah, suhu udara naik turun, oven yang kurang panas atau situasi lain dapat mempengaruhi kualitas si roti.

“Bahkan kalau kami capek, enggak mood. Kami libur. Karena roti itu hidup, perlu penanganan ekstra care, kayak punya anak. Kami ini nothing, yang bikin roti itu mikroba, raginya yang bekerja,” jelasnya.

Meski terbuat dari ragi alami, ia menyatakan daya tahan rotinya terbilang awet. Daya tahan rata-rata mencapai lima hari, tetapi hingga dua bulan sekalipun beberapa roti tetap layak konsumsi. Hanya saja, tambahnya, roti tersebut terasa lebih keras dari biasanya.

Untuk mendapatkan hasil roti yang maksimal, bahan-bahan Kebun Roti didapatkan dari hasil pertanian lokal. Baik yang dihasilkan kebun pribadi maupun lahan milik rekan.

“Selain ragi alami sensitif, konsumen kami biasanya juga memiliki suatu kebutuhan. Sehingga kami juga harus memperhatikan kualitas bahan,” paparnya.

Anak-anak dengan autis atau hiperaktif disebutnya menjadi salah satu konsumen cilik yang banyak ditemui. Dari sekian pelanggan, Harian Jogja saat itu juga berkesempatan bertemu dengan konsumen yang rela datang malam-malam dan jauh untuk mencari roti bagi anaknya.

“Anak saya ini alergi produk hewani. Tidak bisa minum susu, telur dll. Usianya hampir dua tahun tapi belum pernah makan roti, makanya kami ingin roti ini,” tutur ibu berkerudung itu kepada Seina.

Lebih lanjut Seina menyampaikan, selain anak-anak, pelanggannya juga ada yang memiliki penyakit tertentu. Misal sakit kanker. Pasien untuk penyakit ini umumnya tidak boleh mengkonsumsi gula, margarin atau bahan-bahan makanan sembarangan. Karena itu mereka bersedia memesan beberapa waktu sebelumnya untuk mendapatkan rori tersebut.

Khusus untuk pasien ini, biasanya Kebun Roti akan menggunakan bekatul sebagai bahan dasar roti. Untuk kasus lain, dia lebih memilih sorgum, ubi ungu atay bahan lain. Khusus untuk pewarna, seluruhnya menggunakan pewarna alam. Proses mendapatkannya juga diwarnai dengan uji coba berulang kali.

“Jadi roti kami ini roti yang health, roti yang hidup dalam tanda kutip,” tegas dia.

Selain memberikan edukasi mengenai konsep roti sehat, Kebun Roti juga selalu meminta konsumen membawa bungkus atau tempat sendiri.

“Kami tidak menyediakan plastik. Jadi konsumen akan membawa tempat sendiri. Rata-rata konsumen kami ini sudah melakukan orderan. Jadi mereka sudah siap untuk membawa tempat,” jelasnya.

Pelanggan yang Inisiatif Ber-instagram



Bagi pengusaha, instagram dimanfaatkan untuk memperkenalkan produk. Adapun di Kebun Roti justru berjalan sebaliknya, pelanggan yang pertama berkicau tentang roti asam ini.

“Medsos [media sosial] yang kami punya awalnya Facebook. Yang Instagram ceritanya justru yang heboh itu konsumen. Mereka bilang Rotinya Kebun Roti. Kami baru tahu beberapa bulan kemudian kalau kami banyak dibicarakan. Akhirnya kami baru buat akun instagram,” katamya tertawa.

Sekarang, Kebun Roti lebih banyak menggunakan Instagram. Namun bukan berarti meninggalkan Facebook.

“Lebih praktis Instagram. Karena kalau masuk Instagram bisa masuk ke medsos lain,” paparnya.

Media sosial digunakan untuk melakukan interaksi dengan konsumen. Upaya ini bukan hanya cara berpromosi tetapi mengetahui persoalan konsumen sehingga dapat diketahui apa yang dapat dilakukan.

Tak Ada Target

Sampai saat ini Kebun Roti belum memiliki toko permanen. Bagi orang lain, mungkin status nomaden ini cukup merepotkan, tetapi tidak bagi perempuan berambut panjang ini.

“Justru ini sisi menariknya tak terkendali. Justru kehadiran Kebun Roti ditunggu-tunggu. Konsumen yang secara aktif berusaha mencari tahu dimana lokasi Kebun Roti buka lapak hari ini,” paparnya.

Ditanya mengenai target ke depan, dia menuturkan tak memiliki angan-angan besar. Usaha ini, kata dia, justru dijalani mengikuti aliran air dan mood dirinya beserta suami.

Bila sedang merasa ingin libur, dirinya memilih mengosongkan hari. Bila ada pesanan, dengan terpaksa dia meminta pengertian pelanggan dan meminta mundur.

Mengenai lama waktu berlibur, Siane tidak dapat membatasi. Bisa saja hitungan hari, minggu atau bulan. Kendati terkesan lama, saat buka, Kebun Roti akan memiliki sejumlah menu-menu baru.

“Sebisa mungkin lakukan yang terbaik, tetapi kami tak ada target. Kalau misal kami ingin berhenti dari usaha ini, ya kami akan berhenti dan melakukan aktivitas lain. Ikuti arus. Tapi sampai sekarang kami masih ingin disini [mengembangkan Kebun Roti] karena masih banyak manfaat yang bisa kami bagi,” jelas dia.

Pemain roti berkonsep serupa di Jogja masih dapat dihitung dengan jari. Adapun Via-Via dan Honest merupakan “pemain lawas” yang sudah memiliki nama. Sementara toko yang khusus menjual sourdough sampai saat ini disebutnya belum ditemui lagi.

“Kami ini menjadi alternatif, enggak [bukan yang] paling sehat, enggak [bukan yang] paling enak,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya