SOLOPOS.COM - Kegiatan urban farming (pertanian di perkotaan) yang digerakkan oleh ibu-ibu Suronatan Jogja. (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Kota Jogja menjadi lokasi proyek awal Srikandi Hijau. Sebuah program yang mengajak ibu-ibu di Kota Jogja untuk menjadi perempuan edukator sekaligus motivator green family (keluarga dengan kebiasaan gaya hidup hijau), bagi keluarga dan lingkungan sekitar mereka tinggal. Bagaimana peran seorang ibu untuk lingkungan? Berikut himpunan wartawan Harianjogja.com, Uli Febriarni.

Puluhan ibu-ibu dari beragam komunitas hadir dalam sosialisasi Srikandi Hijau dan gaya hidup konsumsi yang berkelanjutan di gedung Jogja Digital Valley.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Diselingi dengan materi ringan, mereka menerima sosialisasi dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup, serta Edzar Ruehe dari Sustainability Consumption and Production Indonesia.

Para ibu-ibu ini nantinya akan menjadi motor penggerak gaya hidup hijau, minimal dalam keluarga.

Lisa Lindawati, Local Agent Sapu Lidi, yang juga menjadi panitia acara ini menjelaskan, sosok ibu adalah kunci dalam proses konsumsi keluarga. Mulai dari membeli produk, mengonsumsi hingga apakah produk itu akan menjadi sampah atau berguna kembali.

“Gaya hidup hijau sejauh ini baru dipahami orang dengan fokus kepada kemampuan dan kemauan untuk me-recycle. Padahal perilaku ramah lingkungan dimulai sejak awal, misalnya sebelum keputusan membeli produk,” ujar Lisa, Rabu (12/11/2014).

Ibu juga menjadi sosok pendidik yang diharapkan dapat mentransfer pengetahuan mengenai perilaku hidup hijau kepada anak, imbuhnya.

Dalam paparannya di hadapan ibu-ibu, Edzar Ruehe menerangkan betapa pentingnya memahami apa itu konsumsi dan konsumerisme.

Dimana konsumsi adalah tindakan menghabiskan nilai daya guna sebuah produk berdasarkan kebutuhan. Sedangkan konsumerisme lebih pada perilaku konsumsi yang berlebihan.

Bentuk perilaku hijau, bisa dimulai sejak membeli produk. Edzar mengajak peserta untuk mulai membeli produk hijau. Produk yang hijau mulai sejak proses produksi, penggunaan bahan baku (bahan ramah lingkungan), pada saat transformasi/distribusi hingga pemakaian hemat energi. Pada saat produk habis digunakan, akan dibuang, dapat dimanfaatkan kembali (recycle).

“Misalnya, kita bisa memilih untuk membeli lampu hemat energi, atau lampu LED, ketimbang lampu bohlam. Bisa juga, memilih membawa tas belanja sendiri, daripada mendapat plastik dari toko,” terangnya.

Memilih penyejuk udara ruangan dengan penggunaan tenaga kilowatt per tahun bukan watt, penggunaan kulkas tanpa freon, mengurangi pembelian produk sachet, juga beberapa contoh bentuk perilaku hijau.

Hal senda diungkapkan Ika Rostika, Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Badan Lingkungan Hidup, Kota Jogja.

Ia berharap, program Srikandi Hijau bisa semakin memacu semangat para perempuan untuk terus belajar mengenai perilaku hidup hijau. Untuk selanjutnya mengembangkan, dan menularkan kepada anak, suami, saudara terdekat.

“Sasaran awal kami, keluarga dulu yang diedukasi, kalau anak gadis bisa juga ajak pacarnya,” tutur Ika, dijumpai di lokasi yang sama.

Ika berani menghitung, bahwa peranan paling besar dalam lingkungan, banyak dipegang oleh perempuan. Kalau dipresentasi, dalam lingkungan dan gaya hidup hijau, peran perempuan menyentuh angka 70%, sementara 30% sisanya, dipegang oleh laki-laki di lingkungan masyarakat kita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya